PENGANIAYAAN ANAK, HIDUP GLAMOR PEJABAT TERBONGKAR
OpiniNasib rakyat dan pejabat dalam iklim Kapitalisme bagaikan bumi dan langit
Andaikata tidak ada kasus penganiayaan anak pejabat pajak, mungkin kemewahan dan glamornya pejabat pajak tidak akan terbongkar
Penulis Siti Mukaromah
Kontributor Media Kuntum Cahaya & Aktivis Dakwah
KUNTUMCAHAYA.com-Media sosial viral dengan kasus penganiayaan anak pejabat, apa mungkin hidup glamor pejabat akan terbongkar andaikan bukan anak pejabat yang melakukan penganiayaan?
Dikutip dari Bisnis[dot]com (24)2/2023), publik malas lapor SPT, Menteri Keuangan Sri Mulyani angkat bicara. Gaya hidup mewah Mario Dandy, pelaku penganiayaan David sekaligus anak pejabat Ditjen Pajak Rafael Alun Trisambodo, telah membuat publik mempertanyakan kewajiban lapor pajak.
Kasus penganiayaan yang berujung dicopotnya Rafael dari tugas dan jabatannya di Ditjen Pajak Kementerian Keuangan telah menggerus kepercayaan warganet terhadap institusi keuangan negara. Tak sedikit dari warganet mengeluhkan kewajiban membayar pajak dan pelaporan Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT). Hal ini lantaran Mario acapkali memamerkan gaya hidup mewah dengan menumpangi Jeep Rubicon hingga Harley Davidson di media sosial.
Kasus kekayaan harta pejabat dan penganiayaan oleh sang anak menjadi tamparan keras dan harusnya menjadi peringatan bagi para pejabat dan penguasa negeri ini. Slogan-slogan perpajakan "Lunasi pajaknya, awasi penggunaanya" yang sering didengarkan kepada publik tujuannya, agar masyarakat disiplin dan taat membayar pajak. Pelunasan pajak masyarakat sayangnya, dibalas ketakpatutan perilaku hedonis pegawai pajak beserta keluarganya.
Imbas kasus penganiayaan Mario Dandy, foto pejabat lain mengendarai motor gede (moge) beredar luas. Kekayaan harta pejabat pun turut dilucuti, menjadi perbincangan warganet. Pejabatnya hidup mewah dan megah, rakyat susah dikejar taat membayar pajak. Sindiran keras dan konten-konten ramai-ramai pun ditujukan kepada Direktorat Jenderal Pajak (DJP). Hal itu membuat pegawai pajak ketar-ketir, karena warganet mulai ilfeel membayar pajak.
Tidak heran kenyataan dalam iklim Kapitalisme yang diterapkan saat ini. Nasib rakyat dan pejabat bagaikan bumi dan langit. Andaikata tidak ada kasus penganiayaan anak pejabat pajak, mungkin kemewahan dan glamornya pejabat pajak tidak akan terbongkar. Kasus Mario membuka sebenarnya bobroknya perilaku pejabat negeri ini. Rakyat dituntut wajib bayar pajak tepat waktu, pejabatnya menikmati glamor kekayaannya, dan lucunya, malah menunggak bayar pajak.
Dalam sistem Kapitalisme, orang tidak bijak dalam menggunakan harta dan kekuasaannya sangat banyak, daripada memilih bijak hidup sederhana. Apalagi keterkaitan dengan kekuasaan. Menjadikan uang sebagai segalanya dalam menentukan kehidupannya.
Untuk meraih kekuasaan dalam pesta demokrasi lima tahunan, uang bisa membeli untuk meraih kekuasaan, agar terpilih. Biasa terjadi pada calon kontestan pemilu yang butuh modal untuk mendanai kampanyenya. Dibutuhkan uang untuk membeli kekuasaan agar kepentingannya terakomodasi melalui kebijakan penguasa. Simbiosis mutualisme pun terjadi di antara pengusaha dan calon pejabat atau penguasa.
Uang juga bisa membeli kekuasaan untuk mengendalikan media dan membungkam siapa saja yang menghalangi kepentingannya. Ini dilakukan oleh orang yang tidak ingin cacat dan boroknya diketahui publik. Dalam sistem kapitalisme, siapapun yang berharta dan berkuasa bisa bebas menghilangkan jejak digitalnya agar nama baiknya terjaga.
Sistem Kapitalisme tolak ukur kebahagiaan dan kesuksesannya adalah untuk meraih materi sebanyak-banyaknya. Harusnya para pejabat sadar, mereka digaji dari harta rakyat. Sudah seharusnya mereka menjalankan amanah sebaik-baiknya, dan sadar diri, bukan malah memperkaya diri mereka sendiri. Dampak nyata kehidupan sekuler kapitalisme, mereka yang berkuasa seakan tidak biasa hidup susah.
Islam memandang amanah itu berat, karena besarnya beban pertanggung- jawabannya. Sosok teladan Khalifah Umar bin Khattab ra., beliau memilih mengonsumsi makanan sehari-harinya sebagaimana makanan rakyatnya yang termiskin. Meski beliau pemimpin dan kepala negara. Jika rakyatnya hanya bisa makan roti dan minyak zaitun Khalifah Umar ra. pun mengonsumsinya agar dapat merasakan kesusahan rakyatnya. Bahkan pakaiannya penuh tambalan dan tempat tidurnya hanya beralaskan tikar semata.
Khalifah Umar ra. bahkan memanggul sendiri sekarung gandum untuk diberikan pada rakyatnya yang kelaparan. Umar ra. selalu menolak untuk diberi fasilitas dan pelayanan di perjalanan dinasnya.
Diriwayatkan dari Qatadah, ia berkata, "Saat Umar ra. menjabat sebagai khalifah, ia memakai jubah bahan wol yang ditambal dengan kulit. Ia berkeliling di pasar, di pundaknya ada cemeti untuk memukul orang yang berlaku curang. Ia melewati pemintalan yang rusak dan mendapati biji-biji di tengah jalan. Umar ra. memungutnya dan meletakkanya di rumah-rumah penduduk agar mereka memanfaatkannya."
Islam mengajarkan sudah seharusnya para pemangku kekuasaan qanaah, bersikap sederhana, tidak tergiur dengan kekuasaan yang melenakan. Mereka pun senantiasa membentengi diri dengan keimanan sebagai ketaatannya kepada Allah Swt.. Kehidupan dunia bagi seorang Muslim adalah persinggahan dan bekal beramal saleh. Sudah selayaknya merasa diawasi oleh Allah, sehingga ia tidak berani berbuat hianat dan curang. Ia sadar akan hubungannya dengan Allah sebagai pelindung diri agar senantiasa berhati-hati menjaga perbuatannya.
Islam memiliki aturan dalam menjaga masyarakat dari kesia-siaan di dunia. Melarang hidup bermewah-mewah, boros, pamer harta dan berbuat khianat. Memberikan fasilitas majelis-majelis sebagai penyuasanaan beribadah, saling menasehati dalam kebaikan, kewajiban beramar makruf nahi mungkar dan mengoreksi kebijakan penguasa.
Islam juga memberikan pengawasan terhadap aparatur negara, sebelum dan sesudah menjabat melalui penghitungan kekayaannya. Demikianlah aturan dalam Islam tidak hanya menjadikan bersifat duniawi saja, tetapi juga menjadikan akhirat sebagai ladang untuk beramal saleh. Wallahu a'lam bi ash-shawwab.