PERUNDUNGAN MARAK, HUKUM PIDANA TAK MEMBAWA DAMPAK
OpiniSekularisme yang menjadi akidah kapitalisme telah memisahkan peran agama dari kehidupan bahkan dalam aturan bernegara
Alhasil, lahirlah aktivitas generasi yang tak sejalan lagi dengan agama, bahkan makin bebas tanpa batas termasuk kebebasan bertingkah laku. Karena negara tak berperan menjaga ketakwaan serta interaksi sosial masyarakat
Penulis Ruri Retianty
Kontributor Kuntum Cahaya dan Pegiat Dakwah
KUNTUMCAHAYA.com-Perundungan (bullying) semakin merajalela di kalangan siswa-siswi sekolah seolah menjadi sebuah tren kekinian, karena dianggap sudah biasa terjadi. Para pelaku merasa bangga dan puas setelah melakukan perundungan tersebut tanpa memikirkan dampak yang akan diterimanya nanti.
Perundungan seperti ini terjadi di Kabupaten Bandung Jawa Barat. Seorang siswi SMAN I Ciwidey menjadi korban perundungan yang disertai penganiayaan oleh 8 siswa lainnya, peristiwa ini terjadi pada hari Jumat, 10/02/2023. Motif dari aksi tersebut diduga karena para pelaku tersinggung atas unggahan korban di sosial media. Kasus ini telah ditangani langsung oleh unit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Polresta Bandung.
Mengamati peristiwa perundungan yang semakin marak, Kapolresta Bandung Kombes Pol. Kusworo Wibowo mengingatkan para siswa-siswi sekolah di Kabupaten Bandung bahwa para pelaku perundungan bisa terjerat dengan ancaman hukum. Hal ini disampaikan guna mencegah motivasi para pelajar untuk melakukan perundungan, karena ini akan menjadi budaya di suatu sekolah.
Menurut Kusworo kasus perundungan yang melibatkan anak di bawah umur sebelum menempuh jalur hukum akan dilakukan musyawarah terlebih dahulu, apabila musyawarah tidak bisa dilakukan maka pelajar yang menjadi pelaku perundungan dapat dijerat dengan ancaman hukum pidana sesuai UU Peradilan Pidana Anak. Untuk itu, Kusworo meminta kepada para pelajar untuk melaporkan ke pihak sekolah atau orangtua apabila menjadi korban perundungan. (Antara, 27/02/2023)
Merebaknya kasus perundungan yang selama ini terjadi bagaikan sebuah fenomena gunung es, dimana kasus yang terlapor hanya sedikit selebihnya banyak yang tidak terlaporkan karena berbagai macam alasan. Hal ini sudah sampai tataran perlakuan secara fisik hingga menyebabkan perlukaan pada korban.
Banyaknya korban akibat perundungan yang merajalela menimbulkan traumatik tersendiri di antaranya: menurunnya motivasi seorang anak untuk bersekolah, menghambat prestasi, meningkatkan agresifitas anak, hingga menimbulkan depresi. Selain itu, suasana sekolah yang tidak kondusif, kurangnya pengawasan orang dewasa atau guru dan siswa terhadap perilaku perundungan.
Adapun faktor yang memicu perilaku perundungan remaja ini di antaranya: pertama, tontonan kekerasan yang bebas diakses di sosial media ikut melatarbelakangi munculnya niat mem-bully. Kedua, minimnya pendidikan agama yang diperoleh dari keluarga, lingkungan, dan lembaga penddikan.
Ketiga, tidak adanya peran dan kontrol orangtua dengan baik dan maksimal dalam mendidik serta menanamkan nilai-nilai agama. Keempat, rendahnya peran negara sebagai institusi tertinggi untuk menjamin keamanan serta kenyamanan. Kelima, penerapan sanksi yang tidak berefek jera karena landasan hukum yang berpijak pada kapitalisme sekuler.
Sekularisme yang menjadi akidah Kapitalisme telah memisahkan peran agama dari kehidupan bahkan dalam aturan bernegara. Alhasil, lahirlah aktivitas generasi yang tak sejalan lagi dengan agama, bahkan makin bebas tanpa batas termasuk kebebasan bertingkah laku. Karena negara tak berperan menjaga ketakwaan serta interaksi sosial masyarakat.
Media sebagai salah satu penyumbang konten kekerasan pun kurang mendapat perhatian negara. Para generasi dengan gadgetnya mudah mengakses konten apapun atau memposting tanpa kontrol dan aturan tegas negara berupa sanksi. Padahal konten-konten tersebut tak sedikit yang menampilkan kekerasan mulai dari game hingga film yang pada akhirnya ditiru dalam kehidupan nyata.
Negara seharusnya memiliki power dalam mengontrol tayangan media, termasuk memfilter konten negatif yang berbahaya. Sehingga bisa meminimalisir kerusakan-kerusakan di ranah sosial terutama tanggung jawabnya menerapkan sistem pendidikan dan sistem pergaulan yang sesuai dengan norma agama.
Dalam Islam, kehidupan umat diatur dengan tertib, termasuk dalam menyelesaikan permasalahan anak-anak remaja. Generasi penerus ini benar-benar dijaga dari kerusakan-keruskan baik berupa fisik, mental serta pemikirannya, karena Islam merupakan sebuah ideologi yang memiliki aturan yang sempurna dan paripurna yang datang dari Allah Swt..
Selain aturan yang baik Islam juga mampu menghadirkan seorang pemimpin yang bertanggung jawab atas keselamatan hidup umatnya. Sabda Rasul saw.: "Imam (pemimpin) adalah pengurus/penggembala. Dan ia akan dimintai pertanggungjawabannya atas apa yang diurusnya." (HR. Al-Bukhari)
Menangani permasalahan seputar remaja, pemerintah Islam akan menguatkan akidah dan ketakwaan masyarakat melalui sistem pendidikan, sistem pergaulan dan sistem sanksi. Negara juga berperan sebagai kontrol utama terhadap media dan konten di dalamnya yakni harus bermuatan dakwah dan syiar Islam. Konten negatif dan berbahaya akan ditutup oleh negara.
Negara juga berupaya memberantas segala hal yang menjadi penyebab kerusakan generasi. Seperti tontonan negatif, memblokir tayangan-tayangan yang berbau pornografi dan pornoaksi, serta menjamin lingkungan masyarakat yang bertakwa. Mereka akan didorong untuk saling menasehati satu sama lain. Negara pun akan berperan dalam penegakan hukum disertai sanksi yang tegas atas segala pelanggaran hukum syarak.
Begitu pula peran orangtua sangat penting dalam mendidik anak-anaknya. Orangtua harus memberikan teladan kepada anak-anak mereka dalam bertutur kata dan bersikap. Itu karena orangtua merupakan tempat pendidikan dan pembentukan karakter yang terpenting bagi seorang anak.
Dengan demikian anak memiliki pegangan hidup yang kuat, memiliki pola pikir dan pola sikap yang Islami. Sehingga di usia baligh mereka siap menjalani kehidupan dan memahami hakikat hidupnya. Bahwa hanya untuk beribadah kepada Sang Khalik dan berkarya untuk kemajuan Islam.
Begitulah mekanisme Islam dalam menyelesaikan permasalahan masyarakat tak terkecuali perundungan di kalangan anak-anak remaja. Kondisi ini akan kembali dirasakan kaum Muslim jika ada negara yang menjalankan pemerintahan serta meriayah rakyat sesuai syariat dan menerapkan Islam secara kaffah. Wallahu a'lam bi ash-shawwab.