Featured Post

Recommended

Miris Masyarakat Terjerat Paylater

  Menjamurnya budaya paylater di tengah masyarakat  akibat adanya konsumerisme yang melekat pada diri mereka _________________________ Penul...

Alt Title
Miris Masyarakat Terjerat Paylater

Miris Masyarakat Terjerat Paylater

 


Menjamurnya budaya paylater di tengah masyarakat 

akibat adanya konsumerisme yang melekat pada diri mereka

_________________________


Penulis Dara Millati Hanifah,S.Pd

Tim Media Kuntum Cahaya


KUNTUMCAHAYA.com, OPINI - Saat ini, paylater menjadi sesuatu yang lumrah di tengah masyarakat. Segala jenis transaksi pasti menggunakan paylater. Mengapa itu bisa terjadi? Karena dengan adanya paylater seseorang mudah untuk melakukan transaksi hanya melalui gadget tanpa perlu menggunakan uang cash.


Paylater adalah metode pembayaran yang menawarkan angsuran tanpa menggunakan kartu kredit. Artinya, perusahaanlah yang menalangi pembayaran tersebut ketika seseorang membeli sebuah produk. Lalu, membayar tagihan sesuai dengan tanggal jatuh tempo di bulan berikutnya.


Paylater dalam Kapitalisme 


Menurut Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat per Pebruari 2025 total utang masyarakat Indonesia melalui paylater sekitar Rp21,98 triliun. Secara tahunan kenaikannya terhitung signifikan yaitu sebesar 36,60 %.


Berdasarkan pengguna, ada 23,66 juta rekening aktif. Secara keseluruhan kredit paylater pada perbankan kecil sekitar 0,25%. Tak hanya itu, paylater ada beberapa kredit seperti: kredit investasi yang menjadi laju pertumbuhan ekonomi berada di kisaran 14,62%, kredit konsumsi naik 10,31% serta kredit modal kerja 7,66%. (Liputan6.com, 11-04-2025)


Berdasarkan fakta di atas, miris melihat masyarakat saat ini terjerat utang paylater. Utang terjadi akibat dari sebagian masyarakat yang tidak memiliki uang, tetapi ingin memenuhi keinginannya tanpa memikirkan efek dari penggunaan paylater bagi dirinya sendiri.


Utang dianggap menjadi solusi utama dalam menyelesaikan setiap permasalahan. Apalagi bagi mereka yang keinginannya harus dipenuhi saat itu juga. Jika ditelaah, dengan adanya utang bukannya meringankan beban tanggungan malah semakin menambah beban. Apalagi, pembayaran utang dilakukan secara bertahap di samping harus memenuhi kebutuhan sehari-hari mereka.


Itulah yang dialami hampir sebagian masyarakat saat ini. Secara tidak sadar mereka terjerat dengan utang paylater. Dalam sistem yang serba sekuler semua transaksi termasuk paylater sah dan boleh saja dilakukan oleh siapa pun. 


Menjamurnya budaya paylater di tengah masyarakat akibat adanya konsumerisme yang melekat pada diri mereka. Konsumerisme itu sendiri merupakan gaya hidup yang mengedepankan konsumsi barang sebagai kepuasan tanpa memikirkan keuangannya. Budaya tersebut ada akibat dari sistem sekuler yang masih diterapkan saat ini.


Dalam sistem sekuler, masyarakat bebas melakukan apa saja tak terkecuali menggunakan transaksi paylater dalam membeli apa pun. Bagi para elite penguasa adanya paylater ini sangat menguntungkan mereka. Namun, bagi masyarakat utang paylater dirasakan sangat mencekik.


Paylater dalam Pandangan Islam


Islam telah mengharamkan berbagai jenis transaksi riba. Praktik riba telah dilarang oleh Allah Swt.. Dalam riba lebih banyak mudaratnya dibandingkan keberkahan di setiap transaksinya, termasuk paylater.


Mengapa paylater termasuk dalam transaksi riba? Ada beberapa unsur yang menjadi dasar paylater menjadi haram:


Pertama, dalam bentuk bunga. Tambahan yang sudah disepakati di awal akad statusnya adalah riba. Sesuai firman Allah Swt. dalam surah Al-Baqarah ayat 275, artinya:


"Orang-orang yang memakan (bertransaksi dengan) riba tidak dapat berdiri, kecuali seperti orang yang berdiri sempoyongan karena kesurupan setan. Demikian itu terjadi karena mereka berkata bahwa jual beli itu sama dengan riba. Padahal, Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba." (TQS. Al-Baqarah: 275)


Kedua, terdapat unsur riba dalam denda. Hal itu terjadi apabila seseorang telat dalam membayar cicilannya. Denda inilah yang termasuk ke dalam riba. Baik berupa bunga maupun denda itu sendiri.


Ketiga, kekeliruan dalam biaya admin. Seharusnya, dalam biaya admin atau biaya pelayanan nominal yang ditentukan harus jelas bukan menggunakan presentase tertentu dari nilai transaksi tersebut.


Itulah beberapa unsur yang menyebabkan paylater menjadi haram. Namun, paylater tidak bisa dihilangkan begitu saja ketika sistem yang diterapkan masih rusak.


Hanya satu sistem yang bisa menghapus paylater di tengah masyarakat, yakni sistem ekonomi Islam. Sistem ekonomi Islam akan diterapkan sesuai syariat.


Khalifah akan menindak tegas siapa saja di antara masyarakat yang menggunakan transaksi riba. Dipastikan segala jenis transaksi yang menggunakan riba tidak akan menjadikan negeri ini berkah. Wallahualam bissawab. [EA/MKC]

Anak-Anak Gaza Kelak Akan Menuntut Tanggung Jawab Kita

Anak-Anak Gaza Kelak Akan Menuntut Tanggung Jawab Kita

 


Persoalan anak-anak Palestina hanya akan selesai secara tuntas

dengan solusi jihad dan Khilafah 

______________________


Penulis Ummu Sumayyah 

Kontributor Media Kuntum Cahaya 


KUNTUMCAHAYA.com, OPINI - Makin hari makin bertambah korban anak-anak yang terbunuh oleh kebiadaban Zionis, bahkan puluhan ribu anak-anak Palestina menjadi yatim kehilangan orang tua. Sedih sekali hati ini ketika mendengar dan melihat kejadian saudara-saudara kita di Palestina.


Akan tetapi, apalah daya di saat sekarang hanya bisa berdoa dan berharap kepada Allah Swt. agar kemenangan umat Islam segera terwujud di muka bumi ini hingga semua permasalahan termasuk masalah anak-anak Palestina terselamatkan.


Lebih dari itu, serangan Israel menyebabkan 39.000 anak di Jalur Gaza tidak hanya kehilangan orang tua, tetapi mereka hidup dalam kelaparan dan kehausan di kamp-kamp pengungsian.(Liputan6.com, 6-4-2025)


Semua fakta ini terjadi karena adanya skenario tentang HAM dan yang lainnya mengenai aturan internasional serta perangkat hukum tentang perlindungan juga pemenuhan hak anak. Buktinya, aturan-aturan ini tidak bisa menghentikan apalagi mencegah penderitaan anak-anak Palestina.


Bahkan, negara -negara yang bergabung di bawah naungan PBB (Persatuan Bangsa-Bangsa) tidak bisa menghentikan kebiadaban Zionis Israel dan menyeret ke Mahkamah Internasional. PBB hanya bisa memberikan solusi kepada dua negara yaitu Palestina dan Israel bisa hidup bersama.


Sampai hari kiamat ini tidak akan terjadi sebab kita sudah tahu kebiadaban orang Yahudi adalah pengkhianat. Bahkan, mereka melakukan perjanjian gencatan senjata yang sudah disepakati oleh kedua negara (Palestina dan Israel) pada tanggal 18 Januari 2025 yang dilanggar oleh mereka. Setelah dua bulan terjadi kebiadaban Zionis Israel kembali memborbardir anak-anak Palestina pada tanggal 18 Maret 2025.


Dengan adanya fakta ini apakah kita masih berharap kepada lembaga-lembaga internasional? Seharusnya kita sadar sampai kapan pun orang Barat tidak akan berpihak kepada umat Islam bahkan jika kita menyuarakan Islam kafah justru malah dikatakan terorisme dan radikal.


Umat Islam harus sadar mengenai masa depan kita ada ditangan mereka sendiri. Bahkan, negara-negara Islam harus bersatu untuk menegakkan Khilafah yang bisa membebaskan Palestina dari cengkeraman penjajah.


Khilafah Perisai Umat 


Khilafah yaitu sistem kepemimpinan Islam di mana negara-negara muslim bersatu di bawah naungannya. Khilafah dipimpin oleh seorang khalifah yang akan menerapkan syariat Islam secara kafah dan menyeluruh. Khilafah berfungsi sebagai raa'in dan junnah yang akan melindungi darah, harta, dan kehormatan kaum muslim. 


Rasulullah saw. bersabda: "Sesungguhnya Imam (Khalifah) itu perisai yang (orang-orang) akan berperang di belakangnya dan berlindung (dari musuh) dengan (kekuasaan) nya." (Muttafaqun Alaih)


Seorang khalifah tidak akan diam dan membiarkan kebiadaban Zionis melakukan bombardir terhadap rakyatnya. Khalifah akan bergerak mengerahkan semua tentaranya untuk membebaskan negeri-negeri muslim yang terjajah termasuk Palestina. Khalifah juga tidak akan berkompromi dengan negara-negara Barat dan lembaga-lembaga internasional yang sudah jelas berpihak dan melindungi Zionis Israel. 


Sejarah mencatat bagaimana Khalifah Al Mu'tasim Billah saat membela kehormatan seorang wanita muslimah yang dilecehkan oleh orang Yahudi. Beliau mengerahkan 10.000 bala tentaranya untuk menolong muslimah tersebut dan menaklukan Kota Ammuriyyah (Turki).


Ini bukti seorang pemimpin yang bertanggung jawab terhadap rakyatnya hanya sekedar seorang muslimah saja Khalifah mengeluarkan bala tentaranya. Apalagi yang terjadi di Palestina nyawa beribu ribu menghilang begitu saja, tetapi para pemimpin dan negara-negara Islam hanya bisa diam.


Selama 13 abad lamanya, khilafah terbukti berhasil menjadi benteng pelindung yang aman yang mampu melindungi darah, harta, dan kehormatan kaum muslimin termasuk anak-anak. Khilafah memberikan support sistem terbaik bagi tumbuh kembang anak dengan menjamin hak kesehatan, pendidikan, dan keamanan mereka terpenuhi sehingga lahirlah generasi cemerlang pembangun peradaban emas dari masa ke masa, yang tidak hanya faqih fiiddin, tetapi mahir dalam sains dan teknologi.


Kewajiban Menegakkan Khilafah 


Khalifah yaitu mahkota kewajiban karena tanpa adanya Khilafah syariat Islam tidak akan di terapkan di tengah-tengah masyarakat secara menyeluruh. Sebagaimana di jelaskan dalam kaidah "Ma laa yatimul wajib illaa bihi fahuwa wajib" (perkara yang menjadi penyempurna bagi perkara yang wajib, maka hukumnya wajib).


Bahkan, para sahabat bersepakat mengangkat seorang khalifah adalah wajib setelah Rasulullah meninggal. Mereka lebih mendahulukan mengangkat khalifah sebelum mengurus jenazah Rasulullah. Ini membuktikan bahwa mengangkat seorang khalifah adalah kewajiban paling penting. Tidak ada alasan bagi seorang muslim untuk menolak Khilafah.


Setiap muslim wajib terlibat dalam memperjuangkan kembali tegaknya Khilafah agar mereka memiliki hujjah bahwa mereka tidak diam berpangku tangan melihat anak-anak Palestina dan orang tuanya dibantai oleh Zionis Israel dan sekutunya sebab kelak mereka di akhirat akan menuntut tanggung jawab kita. Persoalan anak-anak Palestina hanya akan selesai secara tuntas dengan solusi jihad dan khilafah serta seruan jihad akan efektif bila diserukan oleh seorang khalifah. Wallahualam bissawab. [Dara/MKC]

Solusi Pembebasan Gaza Hanya Khilafah

Solusi Pembebasan Gaza Hanya Khilafah

 



Seorang khalifah telah nyata memiliki ketegasan di dalam menolong saudara seiman

tidak terbatas sekat negara

_________________________


KUNTUMCAHAYA.com, SURAT PEMBACA - Genosida di Gaza Palestina masih berkelanjutan. Gencatan senjata yang sempat terjadi dan disepakati mulai 19 Januari 2025 hanyalah seumur jagung. Belum juga usai pemulihan baik fisik maupun psikis di Gaza.


Benarlah sebuah pertanyaan yang dilayangkan, gencatan senjata ini merupakan akhir ketegangan ataukah hanya sekadar jeda?


Tipikal Kaum Yahudi


Hari ini Israel lagi-lagi melanggar perjanjian gencatan senjata. Sebagaimana tipikal kaum Yahudi yang salah satunya adalah suka membangkang. Pada Selasa 18 Maret 2025 Israel kembali membombardir Gaza.


Dilansir dari Sindonews.com, 19 Maret 2025 beberapa alasan Israel sering melanggar perjanjian gencatan senjata antara lain:


Pertama, ketegangan dalam negosiasi dan pertukaran tahanan. Kedua, serangan militer mendadak oleh Israel. Ketiga, blokade bantuan dan krisis kemanusiaan buatan Israel. Keempat, tekanan politik internal Israel. Kelima, ketidakpercayaan dan provokasi Israel. Keenam, kurangnya komitmen Israel terhadap gencatan senjata. Ketujuh, ketidakjelasan dalam perjanjian gencatan senjata. Kedelapan, Netanyahu bisa dipenjara karena kasus korupsi jika pemerintahannya runtuh. Netanyahu memiliki ambisi besar untuk terus berkuasa juga turut berperan besar sehingga penyerangan terus berlanjut dan Israel terus melanggar gencatan senjata di Gaza.


Akibat dari pelanggaran perjanjian gencatan senjata diperkirakan sebanyak 139 warga Palestina tewas sejak Zionis Yahudi kembali melanjutkan operasi militernya di Gaza. Bulan Ramadan yang diharapkan tidak ada bunyi dentingan bom atau rudal ternyata hanyalah isapan jempol. Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menyatakan sedikitnya 100 anak telah terbunuh atau terluka setiap harinya.


Umat Islam Adalah Satu Tubuh


Kaum muslim bukanlah individu yang terpisah baik oleh waktu dan tempat. Selama seseorang memiliki iman dan Islam maka mereka adalah saudara. Mereka adalah satu sebagaimana satu tubuh. Rasulullah saw. menggambarkan di dalam hadisnya,


مَثَلُ الْمُؤْمِنِينَ فِي تَوَادِّهِمْ، وَتَرَاحُمِهِمْ، وَتَعَاطُفِهِمْ مَثَلُ الْجَسَدِ إِذَا اشْتَكَى مِنْهُ عُضْوٌ تَدَاعَى لَهُ سَائِرُ الْجَسَدِ بِالسَّهَرِ وَالْحُمَّى


"Perumpamaan kaum mukmin itu (dalam hal saling mengasihi mencintai dan menyayangi) bagaikan satu tubuh. Jika ada salah satu anggota tubuh yang sakit, seluruh tubuhnya akan ikut terjaga dan demam (turut merasakan sakitnya)."(HR. Bukhari dan Muslim)


Oleh karena itu, tidak pantas jika di dalam hati kita tidak ikut merasakan kepedihan yang dialami saudara kita di Gaza. Sebagai kaum muslim, kita wajib untuk marah atas genosida yang menimpa saudara kita. Bahkan sedih ketika mengetahui penguasa negara-negara muslim diam terbungkam. 


Penguasa muslim di negeri seberang bahkan menutup rapat-rapat pintu perbatasan demi mencegah kedatangan pengungsi Gaza yang menderita. Lebih ironi lagi, para penguasa muslim membiarkan negerinya menjadi tempat kedatangan pesawat tempur AS untuk membantu Zionis Yahudi. Mereka pun membuka pelabuhan untuk masuknya kapal-kapal pembawa minyak ke negeri Yahudi. Mereka juga masih membuka kran hubungan perdagangan dengan Yahudi.


Angin Segar Fatwa IUMS


Pengkhianatan Yahudi atas gencatan senjata mengundang fatwa jihad melawan Zionis Yahudi. Dilansir dari MetroTV.com, 11 April 2025 Persatuan Ulama Muslim Internasional (IUMS) merilis fatwa resmi tepatnya pada 28 Ramadan 1446 Hijriyah atau 28 Maret 2025. Terdapat 15 poin hukum dan seruan keagamaan sebagai tanggapan agresi Israel yang melanggar gencatan senjata.


1. Wajib jihad terhadap entitas Zionis.


2. Larangan memberi dukungan dalam bentuk apa pun.


3. Haram menyuplai minyak, gas dan logistik.


4. Seruan membentuk koalisi militer Islam.


5. Revisi perjanjian dengan Israel.


6. Wajib jihad harta.


7. Haram normalisasi hubungan.


8. Delapan ulama wajib bersuara.


9. Boikot menyeluruh.


10. Seruan kepada pemerintah AS


11. Lanjutkan boikot terhadap perusahaan pendukung.


12. Dukungan bantuan kemanusiaan.


13. Persatuan adalah kewajiban.

 

14. Anjuran membaca qunut nazilah.


15.  Terima kasih kepada pendukung.


Khalifah Penyeru Jihad Sejati


Kendati telah dikeluarkan fatwa jihad oleh ulama, akankah segera direspons baik oleh penguasa negeri-negeri kaum muslim? Tampaknya masih jauh panggang dari api tersebab berbagai pertimbangan dan gejolak yang terjadi di dalam negerinya. 


Sungguh fatwa jihad tersebut akan efektif dengan sebuah komando dari seorang khalifah. Seorang khalifah dalam sistem Khilafah telah nyata memiliki ketegasan di dalam menolong saudara seiman, tidak terbatas sekat negara. Sementara dalam sistem demokrasi saat ini, para penguasa hanya menyeru namun tidak berani untuk mengirimkan kekuatan militer (pasukan dan senjatanya).


Oleh karena itu, eksistensi sistem Islam adalah vital dan wajib bagi kaum muslim karena ia akan menjadi pelindung bagi umat. Solusi terbaik pembebasan Palestina adalah dengan Khilafah. Oleh sebab itu, adalah sebuah kegentingan untuk memperjuangkan kembalinya kekhilafahan Islam demi kemuliaan Islam dan kaum muslim. Wallahualam bissawab. [GSM/MKC]


Inge Oktavia Nordiani

Jangan Lupakan Palestina

Jangan Lupakan Palestina

 



Wahai kaum muslim yang masih punya iman, bersatulah!

Jangan biarkan mereka sendirian

____________________


Penulis Nety

Kontributor Media Kuntum Cahaya 


KUNTUMCAHAYA.com, OPINI - Menyakitkan lebih dari 100 anak Palestina syahid di Gaza dalam setiap hari sejak perang Israel dimulai kembali oleh Akhmad Baihaqi Arsyad, diberitakan di Erakini Internasional, Sabtu, 5 April 2025.


Saat Amerika Serikat menggarisbawahi dukungan berkelanjutan bagi Israel. Pada 18 Maret sejak serangan dimulai, PBB menyebut bahwa 100 anak Palestina syahid di Gaza dan sedikitnya 100 anak telah terluka.


Kata Lazzarini, "Ini adalah noda pada kemanusiaan kita bersama, bahwasanya Israel mengubah wilayah yang dikepung menjadi "Tanah terlarang" bagi anak-anak yang nyawa mereka menjadi taruhannya dalam perang." Pada 18 Maret 2025, UNICEF mengatakan bahwa ada 322 anak dilaporkan syahid sejak Israel memperbarui serangannya dan Menhan Israel akan memperluas operasi militer di Gaza. (tempo.co, 12-04-2025) 


Hamas mengatakan dalam sebuah pernyataan sekitar 1100 anak telah ditahan oleh tentara Israel dan sekitar 39.000 anak telah kehilangan salah satu atau kedua orangtuanya karena kekerasan dan Israel berupaya untuk memutuskan identitas nasional dalam manipulasi kurikulum, penyebaran kejahatan dan penghancuran nilai-nilai melalui menjadikan anak sebagai target kejahatan sistematis dan Israel sejak 7 Oktober 2023 telah menahan sekitar 1.200 anak Palestina dari Tepi Barat.


Ratusan orang di Gaza mengadakan aksi protes dan meneriakkan slogan anti Hamas, ada apa? Lebih dari 9.500 warga Palestina termasuk wanita dan lebih dari 350 anak-anak saat ini ditahan dalam penjara Israel dalam kondisi yang memprihatinkan. Mereka mengalami penyiksaan, kelaparan, pengabaian medis dalam penempatan sistematis setiap hari. Biadab! Pada saat merayakan Lebaran warga Palestina terus digempur Israel di jalur Gaza.


Pada hari Anak Palestina UNRWA menyatakan bahwa sejak perang dimulai, sekitar 1,9 juta orang telah mengalamai pengungsian paksa di tengah pemboman. Sejak Oktober 2023 Israel telah membunuh kurang lebih 50.600 warga Palestina di Gaza sebagian besar anak-anak dan wanita. Perdana Menteri Benyamin Netanyahu dan Menteri Pertahanannya Yoav Gallant ditangkap atas kejahatannya terhadap kemanusiaan di Gaza oleh Pengadilan Kriminal Internasional melaui surat penangkapan November lalu.


Akibat genosida Israel di Gaza, telah menciptakan krisis anak yatim terbesar dalam sejarah modern. Pada 5 April 2025 terjadi pengeboman brutal selama 500 hari sekitar 39.384 anak Palestina telah kehilangan satu atau kedua orang tua mereka. Biro Pusat Statistik Palestina mengatakan bahwa anak-anak Gaza hidup dalam kondisi yang memprihatinkan, rumah mereka hancur, tenda-tenda robek tanpa akses perawatan sosial maupun dukungan psikologis dan mereka bertahan hidup tanpa kepastian.


Sejak Oktober 2023, 1.700 anak telah menjadi yatim piatu dan hampir 18.000 ratusan bayi tewas, 17 anak mati kedinginan, 52 lainnya meninggal karena kelaparan dan gizi buruk yang sistematis. Selama serangan di Gaza, Israel telah menutup titik-titik penyeberangan perbatasan yang vital, melarang masuknya bantuan kemanusiaan yang sangat dibutuhkan.


Kantor media pemerintah Gaza mengecam tindakan tersebut yang mana pemerintah Israel menerapkan kebijakan "Kelaparan Sistematis".  Tentara Israel juga sudah membunuh 1.160 warga Palestina di Gaza pada 18 Maret dan pada Oktober 2023 setidaknya 50.523 warga Palestina telah terbunuh.


Berdasarkan fakta yang ada karena tidak adanya junnah (perisai), para penguasa zalim hendak mengabaikan penderitaan saudara muslim kita di Palestina. Adapun solusi tuntas untuk menghadapi genosida yang dilakukan oleh zionis Israel adalah dengan penerapan Islam secara kafah oleh negara serta negara meriayah semua permasalahan yang ada sehingga umat muslim akan berjaya kembali.


Wahai kaum muslim yang masih punya iman, bersatulah! Jangan biarkan mereka sendirian. Tunjukan pada Allah Swt. kepedulian dan posisimu saat ini. Wallahualam bissawab.[Dara/MKC]

Menjaga Spirit Ramadan dalam Kerangka Sekularisme

Menjaga Spirit Ramadan dalam Kerangka Sekularisme

 


Menjaga spirit Ramadan dalam kerangka sekularisme

sesungguhnya tidak akan sampai pada hakikat takwa yang sebenarnya

______________________________


KUNTUMCAHAYA.com, SURAT PEMBACA - Masih dalam suasana suka cita dalam merayakan hari kemenangan, Bapak Dadang Supriatna selaku bupati Bandung mengungkapkan harapannya kepada masyarakat untuk terus memelihara kualitas ibadah selepas Ramadan. Bersamaan dengan hal itu, masyarakat mengamalkan ibadah mahdhah maupun sosial dalam kehidupan sehari-hari selepas lebaran 2025 dan seterusnya. (pikiranrakyat.com, 31-03-2025)


Ketika bulan Ramadan ditujukan untuk membentuk ketakwaan, maka idealnya setiap mukmin pasca-Ramadan akan senantiasa takut terhadap murka Allah Swt.. Menjalankan semua perintah Allah Swt. dan menjauhi semua larangan-Nya itu harus diwujudkan dengan cara mengamalkan seluruh syariat-Nya.


Jadi, tidak bisa disebut takwa bila seseorang biasa taat dan istikamah melakukan salat, melaksanakan puasa di bulan Ramadan atau menunaikan ibadah umrah dan haji ke Baitullah. Akan tetapi, ia juga masih memakan riba, melakukan suap atau memanipulasi data dan korupsi, juga mengabaikan urusan masyarakat, menzalimi rakyat, serta menolak penerapan syariat Islam secara kafah.


Jadi, menjaga spirit Ramadan dalam kerangka sekularisme sesungguhnya tidak akan sampai pada hakikat takwa yang sebenarnya. Sistem sekuler yang saat ini sudah mendarah daging dalam diri masyarakat menjadikan bulan Ramadan yang mulia dan istimewa berlalu tanpa makna yang berarti.


Sangat dibutuhkan peran negara dalam menjaga spirit Ramadan agar terus istikamah dalam ketaatan, walaupun telah berlalu. Dalam sistem Islam yang berlandaskan akidahnya, dengan pemimpin yang amanah meri'ayah umat dengan penuh tanggung jawab, membentuk masyarakat rabbani yang berkepribadian Islam.


Dengan penerapan syariat Islam secara kafah dalam seluruh aspek menjadikan kehidupan yang lapang dan berkah sebagaimana dalam firman Allah Swt. surah Al-araf ayat 96 yang artinya,


"Dan seandainya penduduk negeri ini beriman dan bertakwa, maka pasti Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi."


Dalam naungan Daulah Islamiah spirit Ramadan akan senantiasa terjaga. Dalam lingkungan yang baik dengan penerapan syariat Islam secara kafah meminimalisir kemaksiatan, mendorong manusia senantiasa ingat dan takut kepada Allah Swt..


MasyaAllah, semakin rindu diterapkan syariat Islam secara kafah dalam naungan Daulah Khilafah Islamiah ala minhaj nubuwwah agar spirit Ramadan terus terasa dan terjaga di sebelas bulan pasca-Ramadan.


Sebagai umat Islam yang baik, mari kita perjuangan bersama, bergabung dalam partai sahih agar Islam rahmatan lil'alamiin bisa segera kita rasakan dengan terus tingkatkan dakwah, mencerdaskan umat agar pertolongan Allah Swt. segera kita dapatkan. Wallahualam bissawab. [GSM/MKC]


Ekke Ummu Khoirunisa

Transportasi Mudik yang Aman dan Nyaman Hanya Impian?

Transportasi Mudik yang Aman dan Nyaman Hanya Impian?




Ini bukan semata soal teknis maupun anggaran,

melainkan soal paradigma pengelolaan yang keliru 


_____________________


Penulis Etik Rositasari

Kontributor Media Kuntum Cahaya dan Mahasiswa Pascasarjana UGM


KUNTUMCAHAYA.com, OPINI - Tradisi mudik Lebaran setiap tahun menjadi momen yang dinanti-nantikan untuk berkumpul bersama sanak saudara. Jelang Lebaran 2025, animo masyarakat untuk pulang kampung kembali terlihat jelas.


Menurut Kementerian Perhubungan sembilan hari sebelum Lebaran pergerakan penumpang angkutan umum mulai melonjak signifikan di semua moda transportasi darat, laut, dan udara. (dephub.go.id, 31 Maret 2025)


Di Terminal Kampung Rambutan Jakarta misalnya jumlah penumpang dilaporkan meningkat hingga 30% dibanding hari biasa. Sementara itu, Bandara Soekarno-Hatta mencatat kenaikan penerbangan domestik sebesar 15% dalam sepekan menjelang puncak mudik yang menunjukkan betapa besarnya kebutuhan akan layanan transportasi di periode ini.


Menanggapi fenomena tersebut, pemerintah sebetulnya telah meluncurkan tujuh kebijakan Ramadan untuk meringankan beban masyarakat, termasuk pemberian THR kepada ASN serta diskon tiket transportasi publik sebesar 20-30% untuk kereta api dan bus tertentu. (sindonews.com, 7 Maret 2025)


Langkah ini diharapkan dapat meningkatkan daya beli dan mempermudah akses transportasi resmi selama mudik. Namun, realitas di lapangan menunjukkan bahwa upaya tersebut belum cukup menjawab tantangan yang lebih luas. 


Maraknya travel gelap misalnya, menjadi problematika rutin yang belum mampu terselesaikan. Laporan dari Liputan6.com (8 April 2025), mengungkap masifnya travel gelap di wilayah seperti Jawa Tengah dan Jawa Timur. Di mana puluhan kendaraan tak berizin kedapatan mengangkut penumpang di jalur alternatif, seperti dari Brebes hingga Semarang.


Polisi lalu lintas bahkan mencatat setidaknya terdapat 50 kasus operasi travel ilegal dalam sebulan menjelang Lebaran. Sayangnya, penindakan terhadap travel ilegal tersebut masih tersendat keterbatasan personel dan lemahnya koordinasi antarinstansi. Kondisi ini diperparah oleh kemacetan yang kian menjadi pemandangan tahunan.


Data Badan Pengelola Jalan Tol pada 2024 mencatat kepadatan di Tol Cipali mencapai 1,5 juta kendaraan dalam empat hari puncak mudik, menyebabkan antrean hingga 20 kilometer di beberapa titik. Tahun ini, situasi serupa mulai terlihat dengan laporan awal menunjukkan kemacetan di gerbang tol Cikampek Utama yang membentang hingga 5 kilometer pada H-7 Lebaran. 


Tidak hanya itu, kecelakaan lalu lintas menjadi ancaman serius. Menurut Korlantas Polri, pada musim mudik 2024, terjadi 1.200 kecelakaan dalam dua minggu, di mana 70% di antaranya melibatkan bus antarkota dan truk yang melebihi muatan atau menggunakan komponen aus, seperti ban gundul. 


Akar Masalah Tata Kelola Transportasi


Jika kita cermati lebih dalam, permasalahan transportasi di Indonesia tidak terlepas dari sistem tata kelola negara yang berlandaskan pada paradigma kapitalisme-sekuler. Dalam sistem ini, transportasi dipandang sebagai sektor komersial yang menguntungkan, bukan sebagai pelayanan publik yang menjadi hak rakyat. Pengelolaan transportasi sebagian besar diserahkan kepada pihak swasta, sementara negara hanya berperan sebagai regulator.


Konsekuensinya, layanan transportasi sangat dipengaruhi oleh prinsip untung-rugi. Saat musim mudik tiba, momen ini menjadi "pasar besar" yang menggiurkan bagi pelaku industri transportasi. Lonjakan permintaan dimanfaatkan untuk menaikkan tarif semaksimal mungkin, bahkan sering kali tanpa mempedulikan aspek kenyamanan dan keselamatan penumpang.


Sistem kapitalis juga membuat pembangunan infrastruktur sangat terpusat di wilayah perkotaan dan daerah yang dinilai strategis secara ekonomi. Akibatnya, terjadi ketimpangan pembangunan antara kota dan desa. Banyak masyarakat terpaksa merantau ke kota untuk mencari nafkah karena daerah asal mereka tidak mendapatkan akses pembangunan yang memadai. Mudik menjadi sebuah "kebutuhan tahunan" akibat urbanisasi yang masif, bukan sekadar tradisi.


Selain itu, sistem ini juga gagal menciptakan sistem transportasi yang terintegrasi dan berkeadilan. Ketersediaan sarana dan prasarana yang tidak merata membuat banyak wilayah, terutama daerah terpencil, masih kesulitan mengakses transportasi umum yang layak. Ini bukan semata soal teknis maupun anggaran, melainkan soal paradigma pengelolaan yang keliru dan tidak berpihak kepada rakyat.


Menuju Reformasi Sistem Kelola Tranportasi dengan Islam


Islam sebagai sistem hidup yang sempurna memiliki pandangan yang sangat berbeda dalam memandang transportasi. Dalam Islam, haram bagi negara menyerahkan pengelolaan transportasi kepada swasta karena ini adalah tanggung jawab mutlak penguasa untuk memenuhi kebutuhan rakyat.


Negara wajib menyediakan sistem transportasi yang aman, nyaman, murah, dan tepat waktu, didukung fasilitas penunjang berbasis teknologi terkini. Meski pembangunan infrastruktur mahal dan kompleks, anggaran untuk kebutuhan publik bersifat wajib dan tidak boleh dikompromikan.


Yang menjadi pertanyaan, bagaimana sistem Islam mewujudkan visi tersebut? Terdapat beberapa hal yang akan ditempuh oleh negara sebagai pengelola urusan umat.


Pertama, melalui kekuatan finansial negara yang berasal dari sumber pendapatan beragam dan adil. Kekayaan alam seperti minyak, gas, dan mineral dikelola sebagai milik umum, bukan diserahkan kepada korporasi swasta.


Pendapatan dari pos seperti kharaj (pajak tanah), jizyah (pajak nonmuslim), dan ghanimah (harta rampasan perang yang sah) memperkuat kas negara. Dengan dana ini, negara mampu membangun infrastruktur transportasi kelas dunia seperti jalan raya, rel kereta api berkecepatan tinggi, pelabuhan modern, hingga bandara yang efisien tanpa membebani rakyat dengan tarif mahal.


Kedua, Islam memandang pembangunan sebagai hak seluruh rakyat, bukan hanya penduduk perkotaan. Negara wajib memastikan infrastruktur merata di seluruh wilayah, sehingga peluang ekonomi terbuka lebar di pedesaan dan daerah terpencil.


Contohnya, pembangunan jalur kereta api atau jalan raya di Kalimantan dan Papua akan memicu pertumbuhan ekonomi lokal, mengurangi ketergantungan pada kota besar. Ketika lapangan kerja tersedia di mana-mana, tradisi mudik tidak lagi menjadi tekanan besar bagi sistem transportasi karena migrasi ke kota akan berkurang secara alami.


Ketiga, pengelolaan transportasi dalam Islam berfokus pada pelayanan, bukan keuntungan. Armada bus, kereta, dan kapal dioperasikan oleh negara dengan standar keselamatan tertinggi. Pengawasan ketat dilakukan dengan memastikan tidak ada operator ilegal atau armada di bawah standar. Teknologi canggih seperti sistem tiket online terintegrasi, pelacakan armada real-time, dan pusat komando darurat juga diberlakukan untuk menjamin operasional yang efisien dan responsif. Dengan hal tersebut, rakyat tidak hanya mendapatkan layanan murah, tetapi pengalaman mudik yang nyaman dan aman.


Visi tersebut nyatanya bukan sekadar angan kosong dan harapan yang utopis. Sejarah Kekhalifahan telah memberikan bukti nyata. Pada masa Abbasiyah, jaringan jalan pos dan karavan dikembangkan untuk mendukung mobilitas rakyat, pedagang, dan peziarah. Stasiun-stasiun peristirahatan juga dilengkapi fasilitas dasar seperti air dan tempat istirahat, tanpa membebani pengguna dengan biaya mahal.


Realitas ini menunjukkan bahwa transportasi publik yang berkualitas bukanlah mimpi, melainkan realitas yang bisa diwujudkan dengan paradigma yang tepat. Wallahualam bissawab. [Dara/MKC]

Palestina di Ujung Nestapa, Masih Adakah Harapan Nyata?

Palestina di Ujung Nestapa, Masih Adakah Harapan Nyata?



Solusi Islam melalui kepemimpinan yang kokoh 

menawarkan harapan nyata untuk membebaskan Palestina 

_____________________


Penulis Etik Rositasari

Kontributor Media Kuntum Cahaya dan Mahasiswa Pascasarjana UGM


KUNTUMCAHAYA.com, OPINI - Konflik di Palestina terus berlangsung dengan intensitas yang kian brutal. Serangan Israel terhadap Gaza, sebagaimana dilaporkan Beritasatu.com telah memasuki fase darat dengan ancaman langsung terhadap warga sipil.


CNBC Indonesia pada 19 Maret 2025 melaporkan bahwa dalam sehari 413 orang tewas akibat serangan Israel. Ironisnya, Perdana Menteri Benjamin Netanyahu menyebut hal tersebut "baru permulaan". 


Di tengah kesucian Bulan Ramadan, ketegangan makin meningkat ketika Israel merampas pengeras suara Masjid Al-Aqsa (Aceh.Tribunnews.com, 13 Maret 2025) dan memperluas operasi darat ke Rafah untuk "membongkar infrastruktur teroris". (CNNIndonesia.com, 21 Maret 2025)


Fakta-fakta tersebut bukan sekadar berita, tetapi seruan darurat yang seharusnya mengguncang hati nurani. Namun tragisnya, perhatian umat Islam di Indonesia dan dunia tampak redup. Tenggelam dalam hiruk-pikuk persoalan domestik. Palestina menjerit, tetapi dunia seolah tuli.


Mengapa Palestina Terus Berdarah?


Konflik Palestina bukan cerita baru. Puluhan tahun berlalu, namun pola kekerasan yang sama terus terulang. Serangan brutal, korban jiwa, dan janji-janji kosong dari dunia internasional. Hal tersebut nyatanya tak lepas dari pengaruh sistem dunia saat ini. Dengan diplomasi sekuler dan organisasi dunia kebanggaannya seperti PBB yang telah menunjukkan impotensinya.


Resolusi demi resolusi dikeluarkan, tetapi tak satu pun mampu menghentikan tank Israel atau mengembalikan hak rakyat Palestina. Perjanjian Oslo, Camp David, dan berbagai mediasi lainnya hanya menjadi formalitas yang memperpanjang status quo penjajahan. Alasannya jelas, tak lain karena sistem ini tidak memiliki mekanisme penegakan hukum yang efektif. 


Negara-negara adidaya, khususnya para pendukung Israel seperti Amerika Serikat, lebih memilih kepentingan geopolitik daripada keadilan. Bantuan kemanusiaan yang dikirim hanya menutup luka sementara, tanpa menyentuh sumber pendarahan yaitu agresi zionis yang tak terkendali. Lebih jauh, negara-negara muslim yang seharusnya menjadi benteng perlawanan justru terjebak dalam sekat nasionalisme.


Meski memiliki populasi besar dan sumber daya melimpah, mereka tak mampu bersatu. Sebagian sibuk menjaga hubungan diplomatik dengan Barat, sementara yang lain tenggelam dalam konflik internal. Akibatnya, Palestina dibiarkan sendirian menghadapi musuh yang jauh lebih terorganisasi dan didukung penuh oleh kekuatan global.


Di sisi lain, umat Islam tengah menghadapi krisis kesadaran. Di Indonesia misalnya, perhatian terhadap Palestina sering kali kalah oleh isu-isu lokal seperti inflasi, korupsi, atau bencana alam. Meskipun persoalan ini memang signifikan, penderitaan saudara seiman yang dibantai tanpa henti menuntut respons yang lebih serius. Keredupan perhatian ini bukan hanya karena kurangnya informasi, tetapi karena lemahnya pemahaman akan kewajiban kolektif. 


Palestina bukan sekadar isu politik atau kemanusiaan, ia adalah ujian keimanan. Ketika Masjid Al-Aqsa salah satu tempat suci umat Islam dilecehkan, ketika anak-anak Gaza kehilangan masa depan, hal tersebut seyogyanya menjadi panggilan langsung kepada setiap muslim. Namun sayangnya, respons yang ditunjukkan sering kali terbatas pada doa dan donasi. 


Krisis kesadaran tersebut diperparah oleh absennya narasi yang kuat untuk membangkitkan umat. Media massa lebih sibuk dengan sensasi daripada edukasi ideologis. Akibatnya, banyak muslim yang tidak lagi melihat Palestina sebagai bagian dari perjuangan besar melawan kezaliman, padahal tanpa kesadaran ini, solusi apa pun akan sia-sia karena perubahan sejati membutuhkan kekuatan massa yang terjaga dan terarah.


Tekanan ekonomi dengan pemboikotan produk Israel sering kali juga dielukan bisa menjadi jalan keluar. Realitasnya, solusi tersebut tak mengakhiri penderitaan. Boikot memang mengganggu ekonomi Israel, namun tidak menghentikan aksi militernya. Sanksi internasional juga tak efektif karena kekuatan veto di PBB yang melindungi Israel. Sementara itu, bantuan kemanusiaan meski mulia, hanya berfungsi sebagai plester pada luka yang terus membusuk. 


Solusi parsial tersebut nyatanya gagal menyentuh inti masalah yaitu kekuatan militer dan politik. Alih-alih berharap pada solusi semu, zionis mesti dilawan dengan kekuatan serupa. Palestina tidak butuh belas kasihan, mereka butuh pembebasan. 


Islam sebagai Jalan Keluar


Di tengah kegelapan yang menyelimuti Palestina, Islam menawarkan solusi yang kokoh dan penuh harapan melalui tegaknya kepemimpinan Islam. Bagi rakyat Palestina, kepemimpinan ini menjadi jawaban nyata untuk mengakhiri penjajahan. Dengan menyatukan kekuatan militer umat Islam di bawah satu visi, pasukan dapat dikerahkan untuk melawan zionis dalam jihad, mengikuti teladan Rasulullah saw. seperti dalam Perang Badar dan Khaibar.


Sejarah mencatat bahwa ketika umat Islam memiliki kepemimpinan yang kuat, seperti masa Daulah Umayyah atau Abbasiyah, Palestina dapat terlindungi dari agresi. Saat itu, musuh tidak dapat bertindak seenaknya karena ada kekuatan yang terorganisasi sebagai penyeimbang.


Kepemimpinan Islam juga menawarkan tatanan hidup yang lebih adil, berlandaskan syariat sebagai hukum terbaik dari Allah Swt.. Sistem ini menjanjikan kehidupan yang bebas dari korupsi dan kemiskinan. Di mana kesejahteraan dirasakan oleh seluruh umat manusia, baik muslim maupun nonmuslim dalam suasana damai dan penuh berkah.

 

Tegaknya kepemimpinan Islam sejatinya bukan sebuah opsi yang bisa dipilih. Hal ini sebagaimana Allah firmankan dalam Al-Qur’an surah An-Nisa ayat 59 yang memerintahkan ketaatan kepada Allah, Rasul, dan pemimpin yang menegakkan syariat.


Sementara itu, hadis Rasulullah saw. juga menyatakan: “Barang siapa mati tanpa baiat di lehernya, maka ia mati dalam kematian jahiliah.” (HR. Muslim)


Ini menandakan bahwa terwujudnya kepemimpinan Islam merupakan kewajiban syariat, bahkan disebut sebagai “mahkota kewajiban" yang perlu diperjuangkan dengan sungguh-sungguh.


Khatimah


Fakta di Palestina menjadi cerminan kegagalan sistem dunia dan tantangan besar bagi umat Islam. Solusi Islam melalui kepemimpinan yang kokoh menawarkan harapan nyata untuk membebaskan Palestina sekaligus memulihkan martabat umat yang telah lama meredup. Kini tanggung jawab berada di tangan generasi saat ini. Sudah saatnya kita meningkatkan kesadaran, mendukung upaya persatuan, dan berkontribusi pada perjuangan yang lebih besar. Wallahualam bissawab. [Dara/MKC]

Al-Qur’an sebagai Pedoman Hidup Individu, Masyarakat dan Negara

Al-Qur’an sebagai Pedoman Hidup Individu, Masyarakat dan Negara




Al-Qur'an bukan sekadar kitab suci yang dibaca saat Ramadan

atau mengisi pengajian seminggu sekali

_________________________


Penulis Etik Rositasari

Kontributor Media Kuntum Cahaya dan Mahasiswa Pascasarjana UGM


KUNTUMCAHAYA.com, OPINI- Peringatan Nuzulul Qur’an selalu menjadi momen yang dinanti umat Islam. Tidak hanya sebagai bentuk penghormatan atas turunnya wahyu pertama, tetapi juga sebagai ajakan untuk kembali menghayati dan mengamalkan isi Al-Qur’an. 


Dari podium megah di istana negara hingga lantunan ayat suci di mesjid-mesjid kecil di pelosok desa, suasana peringatannya begitu semarak dan penuh haru. Namun, di tengah kehangatan acara, merdunya bacaan qari, dan gemerlap dekorasi islami, terselip satu pertanyaan besar yang perlu dijawab bersama. Sudahkah Al-Qur’an benar-benar dijadikan pedoman hidup? Bukan hanya dalam ranah pribadi, tetapi juga dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara.


Sebagaimana diberitakan oleh berbagai media, semangat peringatan Nuzulul Qur’an digaungkan dari berbagai penjuru negeri. Dalam wawancaranya bersama (Metrotvnews.com, 16-03-2025) Kepala Kanwil Kementerian Agama Sulawesi Selatan Ali Yafid menegaskan bahwa Nuzulul Qur’an adalah momentum untuk membaca, memahami, dan mengamalkan isi Al-Qur’an dalam kehidupan sehari-hari, agar tercipta kedamaian dan ketentraman di tengah masyarakat.


Sayangnya, semangat dalam perayaan ini sering kali masih bersifat seremonial dan simbolik, belum menyentuh penerapan Al-Qur’an secara nyata dalam tatanan kehidupan individu, masyarakat, maupun negara.


Ironi Perayaan Nuzulul Qur’an


Meski setiap tahun diperingati, Nuzulul Qur’an sering kali hanya menjadi acara seremonial. Al-Qur’an hanya dijadikan objek perlombaan, dibaca merdu, tetapi tidak dijadikan sumber hukum dan pedoman dalam menjalani kehidupan berbangsa dan bernegara. Inilah bentuk pengabaian terhadap Al-Qur’an yang justru dibungkus dalam acara-acara keagamaan yang tampak agung.


Lebih menyedihkan lagi, negara yang menggelar peringatan Nuzulul Qur’an ternyata masih menjadikan hukum sekuler sebagai dasar dalam mengatur rakyatnya. Undang-undang dibuat tanpa merujuk kepada Al-Qur’an. Pendidikan tidak diarahkan untuk membentuk kepribadian Islam. Sistem ekonomi pun masih berdasarkan riba dan kapitalisme. Akibatnya, berbagai krisis moral, sosial, dan ekonomi pun terus terjadi.


Al-Qur’an: Petunjuk Hidup yang Sempurna


Al-Qur’an bukan sekadar kitab suci yang dibaca saat Ramadan atau untuk mengisi pengajian seminggu sekali. Ia adalah petunjuk hidup (hudan) yang Allah turunkan sebagai pedoman sempurna untuk seluruh umat manusia. Allah Swt. berfirman:


"Bulan Ramadan adalah (bulan) yang di dalamnya diturunkan Al-Qur’an sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang benar dan yang batil)." (QS. Al-Baqarah: 185)


Dalam ayat ini, jelas bahwa Al-Qur’an bukan hanya untuk dibaca, tetapi juga dipahami, diamalkan, dan dijadikan pedoman hidup dalam segala aspek kehidupan yang meliputi akidah, ibadah, muamalah, akhlak, bahkan dalam sistem pemerintahan dan pengaturan masyarakat.


Sayangnya, hari ini banyak umat Islam yang membatasi fungsi Al-Qur’an hanya dalam aspek spiritual pribadi. Negara dan masyarakat justru menggunakan hukum buatan manusia sebagai pijakan dalam mengatur kehidupan. Ini merupakan bentuk pemisahan agama dari kehidupan yang menjadi ciri khas sistem demokrasi sekuler kapitalistik.


Demokrasi Kapitalisme: Aturan dari Akal Manusia yang Terbatas


Sistem demokrasi kapitalisme menempatkan akal manusia sebagai satu-satunya sumber hukum. Dalam kerangka ini, prinsip kedaulatan di tangan rakyat tampak menjanjikan, namun pada kenyataannya membuka ruang bagi hukum yang dibentuk berdasarkan selera mayoritas, tekanan kelompok, serta kepentingan politik dan ekonomi padahal manusia adalah makhluk yang serba terbatas, mudah terpengaruh oleh emosi, ambisi, dan hawa nafsu.


Hukum yang lahir dari manusia yang terbatas pun menjadi tidak stabil, penuh kontradiksi, serta rawan manipulasi. Benar dan salah tidak lagi didasarkan pada nilai hakiki, melainkan ditentukan oleh siapa yang memiliki kekuasaan lebih besar atau pengaruh yang lebih kuat.


Dalam sistem seperti ini, kepentingan ekonomi dan kekuasaan menjadi prioritas utama. Segala sesuatu diukur berdasarkan nilai manfaat, bukan nilai kebenaran. Agama semakin dijauhkan dari ruang publik. Nilai-nilai luhur yang bersumber dari wahyu hanya diposisikan sebagai urusan pribadi, tidak memiliki tempat dalam pengaturan kehidupan bermasyarakat dan bernegara.


Lebih menyedihkan lagi, mereka yang menyerukan penerapan Al-Qur’an secara utuh seringkali dilabeli sebagai radikal, intoleran, bahkan dianggap mengancam tatanan negara padahal merekalah yang sejatinya ingin membawa umat kembali kepada aturan yang lurus dan adil, bukan berdasarkan hawa nafsu manusia, tetapi bersumber dari wahyu Allah yang Maha Sempurna.


Al-Qur’an sebagai Asas Kehidupan


Berpegang pada Al-Qur’an bukanlah pilihan, melainkan konsekuensi keimanan. Seorang muslim yang mengucapkan dua kalimat syahadat sejatinya telah berjanji untuk tunduk sepenuhnya kepada seluruh hukum Allah. Artinya, Al-Qur’an harus menjadi asas kehidupan dalam semua aspek pribadi, sosial, ekonomi, pendidikan, budaya, hingga pemerintahan.


Jika kita ingin membangun peradaban manusia yang mulia, maka tidak ada jalan lain selain kembali kepada Al-Qur’an secara menyeluruh. Allah Swt. berfirman: "Dan hendaklah kamu memutuskan perkara di antara mereka menurut apa yang diturunkan Allah, dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka. Dan waspadalah terhadap mereka, supaya mereka tidak memalingkan kamu dari sebagian apa yang telah diturunkan Allah kepadamu." (QS. Al-Maidah: 49)


Ayat ini menegaskan bahwa siapa pun, termasuk pemimpin negara, wajib berhukum kepada Al-Qur’an dan tidak mengikuti hawa nafsu manusia.


Al-Qur’an sebagai Pedoman Praktis dalam Kehidupan


Umat Islam harus disadarkan bahwa menjadikan Al-Qur’an sebagai pedoman hidup bukan hanya dalam aspek ibadah pribadi, tetapi juga dalam tatanan sosial dan kenegaraan. Islam adalah agama yang menyeluruh (syamil) dan sempurna (kamil), mencakup seluruh aspek kehidupan.


Kesadaran ini harus dibangun melalui dakwah yang dilakukan oleh jemaah dakwah yang memiliki visi ideologis. Mereka bukan hanya menyampaikan ajaran Islam secara tekstual, tetapi juga mendorong perubahan sistemik yang menjadikan Islam sebagai dasar dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara.


Allah Swt. berfirman:


"Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang makruf dan mencegah dari yang munkar; merekalah orang-orang yang beruntung." (QS. Ali Imran: 104)


Ayat ini menunjukkan pentingnya peran kelompok dakwah untuk membangun kesadaran kolektif umat agar kembali kepada Al-Qur’an dalam seluruh aspek kehidupan.


Khatimah


Hari ini, saat dunia makin kehilangan arah, umat Islam memiliki sumber petunjuk yang pasti dan sempurna yaitu Al-Qur’an. Namun, potensi luar biasa ini tidak akan berarti apa-apa jika tidak dijadikan pedoman hidup yang nyata. 


Perayaan Nuzulul Qur’an seharusnya menjadi momentum untuk membangkitkan semangat menerapkan Al-Qur’an dalam segala lini kehidupan. Bukan hanya dibaca dan dilombakan, tapi benar-benar dijadikan sumber hukum dan solusi atas berbagai problematika hidup.


Saatnya umat Islam bangkit dan memperjuangkan tegaknya kehidupan yang berlandaskan Al-Qur’an. Dari individu yang taat, masyarakat yang sadar hukum syariat, hingga negara yang berhukum dengan wahyu Ilahi. Inilah jalan untuk meraih kemuliaan hakiki di dunia dan akhirat. Wallahualam bissawab. [SM/MKC]

Mencari Solusi Hakiki untuk Palestina

Mencari Solusi Hakiki untuk Palestina



Mengacu pada sabda Nabi Muhammad saw., 

bahwa seorang pemimpin (khalifah) adalah pelindung umat

______________________________


Penulis Dyah Pitaloka, S. Hum.

Tim Media Kuntum Cahaya


KUNTUMCAHAYA.com, OPINI - Penderitaan warga muslim di Gaza terus menganga akibat serangan militer Israel. Selama bulan Ramadan, bahkan hingga Hari Raya Idulfitri, masyarakat Gaza masih hidup dalam bayang-bayang kekerasan dan ancaman pembunuhan massal. 


Sejak Israel melanjutkan operasi militernya di Gaza pada 18 Maret 2025, tercatat sekitar 1.309 warga Palestina telah kehilangan nyawa. Korban tidak hanya berasal dari kalangan sipil, tetapi juga termasuk tenaga medis, jurnalis, dan relawan kemanusiaan.


Selain itu, pasukan Israel juga menghalangi masuknya bantuan kemanusiaan ke Gaza. Akibatnya, sekitar 2,4 juta penduduk terancam mengalami kelaparan serta kekurangan obat-obatan. Sebelumnya, serangan militer telah merusak banyak fasilitas kesehatan dan rumah sakit di wilayah tersebut sehingga warga Gaza kesulitan mendapatkan layanan medis yang memadai.


Niat “Baik” Indonesia


Presiden Indonesia Prabowo Subianto mengumumkan bahwa Indonesia siap memberikan perlindungan sementara bagi sekitar 1.000 warga Palestina dari Gaza yang terluka, mengalami trauma, atau kehilangan orang tua akibat konflik yang sedang berlangsung. Langkah ini bertujuan untuk memberikan perawatan dan pemulihan kepada para korban sebelum mereka kembali ke Gaza setelah situasi membaik. 


Prabowo menegaskan bahwa inisiatif ini bersifat kemanusiaan dan tidak dimaksudkan sebagai relokasi permanen atau perubahan demografis di wilayah Palestina. Inisiatif Prabowo ini mencerminkan komitmen Indonesia dalam mendukung perjuangan rakyat Palestina dan menegaskan posisi negara dalam mendukung penyelesaian damai melalui solusi dua negara. (tempo.co, 12-04-2025)


Gelombang Penolakan Evakuasi 1000 Warga Gaza


Rencana Presiden Prabowo Subianto untuk mengevakuasi 1.000 warga Gaza ke Indonesia mendapat penolakan keras dari tiga organisasi Islam terbesar di Indonesia: Nahdlatul Ulama (NU), Muhammadiyah, dan Majelis Ulama Indonesia (MUI). Ketiganya menilai bahwa langkah tersebut dapat dianggap mendukung upaya Israel dan Amerika Serikat untuk mengosongkan Gaza dari penduduk Palestina.


NU melalui pernyataan KH Ulil Abshar Abdalla menyebut rencana ini sebagai kesalahan besar atau blunder politik. Ia menyatakan bahwa relokasi warga Gaza justru membantu ambisi Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu untuk menghapus kehadiran Palestina dari wilayah tersebut. Ia juga mengkhawatirkan Gaza akan disulap menjadi kawasan wisata oleh pihak asing.


Muhammadiyah lewat Anwar Abbas memperingatkan bahwa memindahkan warga Gaza keluar hanya akan memperkuat pendudukan Israel. Ia menegaskan bahwa bantuan medis seharusnya dilakukan di Gaza, bukan di luar negeri karena tidak ada jaminan Israel akan mengizinkan mereka kembali.


MUI juga melalui Anwar Abbas menilai Indonesia seharusnya tidak terlibat dalam strategi politik Israel dan Amerika. Ia menyoroti relasi diplomatik lima negara yang dikunjungi Prabowo dengan Israel dan mengingatkan agar Indonesia tidak terjebak dalam manipulasi geopolitik global.


Dengan meningkatnya tekanan internasional dan kompleksitas konflik di Timur Tengah, para tokoh ini menyerukan agar pemerintah mempertimbangkan kembali kebijakan evakuasi tersebut secara bijak. (metrotvnews.com, 10-04-2025)


Kritik Rencana Relokasi Sementara Warga Gaza


Setiap orang yang mengaku beragama Islam memiliki kewajiban untuk membela dan peduli terhadap penderitaan yang dialami oleh sesama muslim, termasuk umat Islam di Gaza. 


Rasulullah saw. pernah bersabda, “Tidaklah sempurna iman seseorang hingga ia mencintai saudaranya seperti mencintai dirinya sendiri.” (HR. Bukhari dan Muslim)


Hadis ini menegaskan betapa pentingnya menumbuhkan kasih sayang dan solidaritas di antara sesama umat Islam.


Rencana relokasi atau evakuasi sementara warga Gaza sekilas pandang memang terlihat baik dan meyakinkan. Namun, pandangan ketiga lembaga Islam di atas ada benarnya. Kita wajib sebagai muslim untuk mencintai sesama muslim di Gaza seperti kita mencintai diri kita sendiri. Akan tetapi, kita tidak boleh melupakan langkah politik yang sejatinya dibutuhkan warga Gaza sebagai solusi tuntas.


Khilafah dan Jihad Solusi Hakiki


Penderitaan yang dialami warga Gaza memperlihatkan kelemahan umat Islam global akibat tidak adanya kekuatan besar yang mampu melindungi mereka. Lembaga-lembaga internasional seperti PBB, Liga Arab, maupun OKI dinilai gagal menghentikan kekejaman Israel yang mendapat dukungan penuh dari Amerika Serikat dan beberapa negara Eropa. Dukungan finansial dan militer dari negara-negara besar membuat Israel merasa leluasa dan tak tersentuh. 


Niat “baik” Indonesia untuk menampung dan mengevakuasi sementara warga Gaza tentu bukan solusi, melainkan bisa menjadi bumerang yang akan merugikan warga Gaza sendiri dan sikap politik Indonesia di masa depan. Oleh karena itu, menurut pandangan penulis, penting sekali peranan pemimpin atau institusi kuat yang mampu melindungi umat Islam secara menyeluruh.


Mengacu pada sabda Nabi Muhammad saw., bahwa seorang pemimpin (khalifah) adalah pelindung umat sehingga satu-satunya solusi menyeluruh atas krisis seperti di Gaza, Myanmar, dan Xinjiang adalah hanya dengan hadirnya sistem pemerintahan Islam atau Khilafah. 


Indonesia dan seluruh negeri kaum muslim yang berada dalam cengkeraman Barat baik secara fisik atau finansial, bisa bangkit dan mandiri dalam naungan sistem Khilafah. Dalam sistem ini, umat akan dilindungi, tanah Palestina dibebaskan melalui jihad, dan seluruh urusan umat diatur berdasarkan syariat Islam yang bersumber dari Al-Qur'an dan As Sunnah.


Mari hempaskan sistem kapitalis yang saat ini sudah mendekati garis finish-nya. Saatnya umat kembali pada sistem rahmatan lil alamin, Khilafah Islam. Wallahualam bissawab.

Dokter Spesialis Sang Predator Seks

Dokter Spesialis Sang Predator Seks




Keahliannya dalam mengetahui obat-obatan sebagai dokter spesialis

disalahgunakan untuk melakukan tindak kejahatan

___________________________


Penulis Harnita Sari Lubis S.Pd.I

Kontributor Media Kuntum Cahaya dan Aktivis Dakwah


KUNTUMCAHAYA.com, OPINI- Viral dokter residen anestesi dari Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Fakultas Universitas Padjajaran (FK Unpad) berinisial PAP (31) sudah ditetapkan polisi sebagai tersangka kasus dugaan pemerkosaan terhadap penunggu pasien di RSHS Bandung. Pelaku terancam hukuman maksimal 12 tahun penjara, dilansir detikJabar, Kamis (10-04-2025).


Ancaman hukuman bagi pelaku yaitu penjara paling lama 12 tahun. Undang-undang yang dipakai dan Pasal yang akan ditetapkan yaitu Pasal 6C dan Undang-undang Nomor 12 Tahun 2022 yaitu, tentang tindak pidana kekerasan seksual. Sebagaimana pernyataan Kabid Humas Polda Jabar Kombes Hendra Rochmawan. (DetikJabar.com, 10-04-2025)


Semenjak kasus pemerkosaan dilakukan oknum dokter PPDS di Rumah Sakit Hasan Sadikin Bandung ini menjadi viral di medsos telah mencoreng institusi kedokteran, banyak yang menyayangkan perilaku dokter tersebut. Keahliannya dalam mengetahui obat-obatan sebagai dokter spesialis disalahgunakan untuk melakukan tindak kejahatan. Seorang gadis yang tidak mengerti apa-apa dengan mudahnya mengikuti saran dokter tersebut agar orang tuanya bisa sembuh. Akan tetapi, semua hanya akal busuk belaka seorang dokter, modus agar si korban bisa dengan mudah diperkosa pelaku. 


Begitu mudahnya di zaman sekarang ini melakukan kejahatan, seolah pelaku tidak memiliki rasa takut risiko hukuman pidana. Sekarang ini kejahatan makin marak dilakukan oleh oknum-oknum tidak bertanggung jawab, karena sistem kapitalis sekuler ini yang membentuk masyarakat sudah tidak takut hukum lagi.


Masyarakat luas sudah banyak mengetahui bahwasanya hukum di zaman sekarang tidak dapat membuat efek jera bagi si pelaku. Malah pelaku makin berani untuk melakukan kejahatan tanpa rasa malu dan rasa bersalah dikarenakan hukum hanya dipenjara dan bahkan bisa lebih ringan lagi hukumnya selama memiliki uang hukum pun bisa diperjualbelikan. 


Begitulah sistem hukum buatan manusia ketika hukumnya tidak bersumber dari Sang Pencipta. Hukum berdasarkan buatan manusia hanya menjadi alat untuk menguntungkan sebagian saja. Hukumnya tumpul ke atas dan tajam ke bawah. Hukumnya pun tidak berlaku adil kepada rakyat.


Di dalam Islam, hukum bersumber dari Sang Khalik yaitu Allah Swt. sehingga hukuman kepada pelaku tidak melihat apakah kaya atau miskin, selama pelaku melakukan kejahatan maka akan dihukumi sesuai dengan kejahatannya. Salah satu firman Allah Swt.:


 بِالْاَنْفِ وَالْاُذُنَ بِالْاُذُنِ وَالسِّنَّ بِالسِّنِّۙ وَالْجُرُوْحَ قِصَاصٌۗ فَمَنْ تَصَدَّقَ بِهٖ فَهُوَ كَفَّارَةٌ لَّهٗ ۗوَمَنْ لَّمْ يَحْكُمْ بِمَآ اَنْزَلَ اللّٰهُ فَاُولٰۤىِٕكَ هُمُ الظّٰلِمُوْنَ


“Kami telah menetapkan bagi mereka di dalamnya (Taurat) bahwa nyawa dibalas dengan nyawa, mata dengan mata, hidung dengan hidung, telinga dengan telinga, gigi dengan gigi, dan luka-luka pun ada qishas-nya (balasan yang sama). Barangsiapa yang melepaskan hak qishasnya maka itu menjadi penebus dosa baginya. Barangsiapa tidak memutuskan perkara menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itulah orang-orang yang zalim.” (QS. Al-Maidah [5]: 45)


Di dalam Islam sangat jelas sekali hukum bagi para pelaku kejahatan. Hukum dalam Islam memiliki fungsi sebagai jawabir (menjadi efek jera) sekaligus sebagai zawajir (penebus dosa) bagi si pelaku ketika hukum Islam ditegakkan. Hukum Islam yang agung ini hanya bisa ditegakkan dengan Khilafah yaitu institusi negara yang dinaungi oleh Daulah Islam yang memberlakukan semua hukum Islam secara kafah di muka bumi sehingga masyarakat aman sentosa dan sejahtera. 


Sejarah telah mencatat ketika hukum Islam tegak di dalam naungan Khilafah selama 13 abad hanya menemukan 200 kasus tindak kejahatan di negeri kaum muslim. Berbeda ketika negara menerapkan sistem kapitalis seperti saat ini. Kita menyaksikan di belahan bumi mana pun setiap 5 detik sekali terjadi kejahatan baik itu perkosaan, pembunuhan, pencurian, dan berbagai kejahatan lainnya yang meresahkan rakyat banyak.

 

Maka dari itu sudah saatnya untuk kembali kepada sistem Islam dalam naungan Khilafah, agar dunia tidak mengalami problem kejahatan dan hidup manusia aman sentosa nan sejahtera. Wallahualam bissawab. [EA/MKC]