MUI Kabupaten Bandung Membentuk LBH, Mampukah Menciptakan Keadilan?
OpiniJika berharap dengan adanya LBH di Kabupaten Bandung akan mewujudkan keadilan bagi masyarakat miskin
itu hanya mimpi besar karena tidak akan terwujud
__________________________
Penulis Ummu Bagja Mekalhaq
Kontributor Media Kuntum Cahaya
KUNTUMCAHAYA.com, OPINI - Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kabupaten Bandung melakukan gebrakan dengan membentuk Lembaga Bantuan Hukum (LBH) diawali grand launching, Jumat 17 Oktober 2025.
Grand Launching dihadiri Wamendikdasmen Prof. H. Atip Latipulhayat Bupati Bandung HM Dadang Supriatna atau Kang DS, Ketua Pengadilan Agama Soreang H. Abu Jahid Darso Atmojo, Ketua LBH MUI Ustaz H. Yudi Wildan Latief, Ketua Umum MUI Kabupaten Bandung KH. Yayan Hasuna Hudaya dan para pengurus MUI kecamatan. (sekitarbandung.com)
Pembentukan LBH ini dimaksudkan untuk membantu masyarakat miskin agar mudah mendapatkan layanan bantuan hukum bagi yang membutuhkan. Karena, saat ini beragam masalah hukum sering menimpa mereka dan sulit dipecahkan kecuali dengan bantuan hukum. Untuk itu, MUI dengan penuh kesadaran membentuk LBH dan launching tanggal 17 Oktober 2025.
Namun sayang, jika dilihat dari fakta yang ada pelanggaran hukum ini terjadi masif dan signifikan dipicu oleh kasus perebutan hak milik harta, misal sengketa tanah, rumah dan lain-lain. Salah satu kasus penyerobotan tanah masif terjadi di Kabupaten yang menimpa para petani yang lahannya dibeli paksa untuk pengembangan infrastruktur, misal pembangunan jalan tol.
Kasus lain penyerobotan rumah warga Kabupaten Bandung yang diambil paksa oleh pemberi utang terutama rentenir. Biasanya, kasus ini sulit diselesaikan di pengadilan karena tidak ada bukti yang kuat baik perjanjian tertulis atau perjanjian tidak tertulis antara pemberi utang atau rentenir dan yang utang. Artinya, terbentur oleh masalah administrasi yang buruk.
Ditambah lagi, banyaknya masyarakat yang buta akan hukum, baik hukum pidana atau hukum perdata. Alhasil, saat ada pelanggaran terhadap hukum sulit untuk membuat laporan dan bagaimana proses yang harus ditempuh? Untuk itu, ide yang dibentuk oleh MUI berupa LBH (Lembaga Bantuan Hukum) Kabupaten Bandung merupakan angin segar dan patut diapresiasi.
Namun, perlu dikritisi pula bahwa LBH yang dibentuk oleh MUI bukan satu-satunya wadah bagi masyarakat Kabupaten Bandung untuk mendapatkan keadilan. Mengingat aturan yang diterapkan saat ini demokrasi kapitalis. Pesimis jika Kehadiran LBH MUI Kabupaten Bandung mampu membela masyarakat lemah yang membutuhkan keadilan.
Karena aturannya dibangun atas asas manfaat yang dikejarnya adalah materi. Jadi, kasus hukum yang masuk via LBH akan diproses jika yang mengajukan siap memenuhi syarat administrasi. Pada akhirnya seseorang akan dibela saat biaya administrasinya lancar.
Lebih jelasnya biaya operasional untuk tuntasnya satu kasus butuh biaya dan proses administrasi yang sulit ditempuh oleh orang miskin. Kondisi inilah yang mustahil bagi LBH yang dibentuk MUI bisa membantu masyarakat miskin. Karena faktanya setiap kasus yang akan ditangani harus ada uang atau biaya.
Keadilan itu tidak mungkin didapatkan dalam sistem demokrasi kapitalis. Sistem demokrasi kapitalis ini sudah jelas bobroknya. Bahkan, sistem demokrasi kapitalis ini membentuk manusia rakus sehingga setiap ada kasus terjerat hukum, ada orang-orang yang memanfaatkan situasi dan kondisi.
Bagi orang yang paham terhadap hukum pasti mampu bermain-main di dalamnya. Mereka akan pura-pura membantu memberi solusi masalah, tetapi penuh intrik haus uang sehingga mata rantai buruk ini perlu diputus agar kezaliman sosial, ekonomi kapitalis enyah dari negeri muslim terbesar ini.
Sistem demokrasi kapitalis telah menghantarkan ke jurang kehancuran. Di mana kezaliman merajalela dengan cepat dan masif serta makin bertambah parah. Banyak masyarakat tidak mendapatkan keadilan. Untuk hidup layak saja sekadar bisa makan itu pun sulit terwujud.
Karena dalam sistem demokrasi kapitalis kekayaan itu berpusat pada segelintir orang. Di mana orang kaya makin kaya, orang miskin makin miskin. Lebih parah lagi, efek dari kemiskinan itu banyak masyarakat mati karena kelaparan.
Jika berharap dengan adanya LBH di Kabupaten Bandung akan mewujudkan keadilan bagi masyarakat miskin, itu hanya mimpi besar karena tidak akan terwujud. Dalam sistem demokrasi kapitalis, keadilan berpihak pada pemilik modal besar atau orang-orang kaya yang bisa membeli hukum. Artinya, hukum tumpul ke atas dan tajam ke bawah.
Keadilan itu Hanya ada dalam Islam Kafah
Berbeda dengan sistem Islam. Dalam Islam, keadilan itu hak bagi setiap warga masyarakat. Ketika seseorang terbentur hukum, maka harus tegak di dalamnya hukum Islam. Jika seseorang melakukan pelanggaran hukum akan ditindak sesuai dengan bentuk pelanggaran.
Dalam Islam, proses hukum itu teliti dan hati-hati, ada klarifikasi sebelum ditindak. Terlebih dahulu harus ada fakta dan bukti yang kuat juga jelas agar dapat diproses dengan benar sesuai Al-Qur'an, sunah sehingga hasilnya berupa keadilan.
Keadilan hukum dalam Islam itu mutlak harus ada. Agar umat manusia selamat di dunia hingga di akhirat kelak. Keadilan hukum dalam Islam tidak pandang bulu, baik untuk orang kaya atau orang miskin, kedudukannya sama di hadapan hukum.
Misalnya, jika seorang pencuri mengambil hak orang lain, mengambil dari melebihi kebutuhan makan, maka harus dipotong tangannya. Artinya, siapa yang melanggar hukum harus mempertanggungjawabkannya di hadapan hukum Allah. Sesuai yang dicontohkan oleh baginda tercinta Rasulullah saw. berkata: "Jika Fatimah putriku yang mencuri, maka akulah yang akan memotong tangannya."
Wallahualam bissawab. [Dara/MKC]











