Featured Post

Recommended

Namaku Jalan Hijrahku

Nama itu bisa jadi doa untuk anak ketika dipanggilkan oleh lisan _____________________________ Penulis Siti Aminah Kontributor Media Kuntum ...

Alt Title
Namaku Jalan Hijrahku

Namaku Jalan Hijrahku




Nama itu bisa jadi doa

untuk anak ketika dipanggilkan oleh lisan


_____________________________


Penulis Siti Aminah

Kontributor Media Kuntum Cahaya dan Aktivis Dakwah


KUNTUMCAHAYA.com, INSPIRASI - Hai guys kenalin nama aku Ami. Begitu sapaan orang-orang terdekat memanggilku. Kalau nama panjangku Siti Aminah hehe.


Pada tahu kan nama Aminah dalam agama Islam adalah nama seorang ibu mulia yang melahirkan nabi terakhir yaitu nabi Muhammad saw.. 

Okey guys aku mulai ceritanya dari sini ya...


Keluargaku


Nama aku Ami. Aku anak perempuan terakhir alias bungsu yang mempunyai dua orang kakak laki-laki. Aku terlahir dari seorang ibu dan ayah yang sangat luar biasa dalam membesarkan aku juga kedua kakakku.


Kami sekeluarga berasal dari keluarga yang sedang-sedang saja yang penting hidup bahagia eaaa... Tentunya hidup dalam rida Allah Swt. ya guys aamiin... Kalau kata orang, keluarga besar aku itu kayak paham agama banget gitu. Alhamdulillah dua paman aku seorang ustaz hihii.


Tapi kalau keluarga kecilku bukan yang paham agama banget hehe... Alhamdulillah ayahku bisa membina jadi imam yang baik bagi keluarga kecilnya eaaaa... Nah! begitulah singkatnya silsilah keluargaku guyss hihii...


Dikatain Alim


Awal cerita dimulai dari aku Sekolah Dasar guys...


Saat aku sekolah dasar, aku dikenal sama teman-temanku di sekolah kayak alim banget. Mungkin karena ada beberapa teman sepermainanku yang mengaji di tempat pamanku. Jadi kesannya aku anak yang agamis karena aku pernah mendengarkan perkataan temanku yang berkata, 


"Ami itu pintar ngaji loh!" "Ami itu anak ustaz" dan lain-lainnya yang seakan-akan mengartikan aku itu agamis, pintar agama banget huhuuu, gimana gitukan rasanya tuh...


Ada juga yang berpikir karena aku suka ikut perlombaan agama waktu SD, salah satunya pidato agama. Jadi, teman-temanku berpikir aku alim banget gitu.


Ditambah nama aku yang Siti Aminah kesannya kayak nambah banget alimnya huhuu... Awalnya aku biasa aja kalem-kalem aja eaaaa...


Tetapi saat kelas 6, mulailah aku ngerasa kayak nggak nyaman aja kalo dipandang alim, pintar agama banget. Nah! aku gak mau dipandang kayak gitu... Akhirnya aku memutuskan, "Pokoknya saat aku ke SMP nanti aku gak mau dipandang pintar agama dan lain-lainnya."


Akhirnya saat nginjak 1 SMP berubahlah aku. Berubah jadi Spiderman haha... Nggak guys sorry canda... krikk maaf kalo garing.


Tapi, kayaknya bener deh berubah jadi Spiderman hihii. Karena aku kayak mengubah diriku yang asalnya anggun eaaa jadi kayak ke tomboy-tomboy gitu guyss.


Nah! berhasillah aku mengubah diri aku dari pandangan orang-orang yang asalnya mandang aku pintar agama dan lain-lainnya, menjadi mandang ya biasa aja hehe.. Sesuai sasaran deh pokoknya. 


Tapi disclaimer dulu nih. Berubahnya aku itu kayak berubah jadi tomboy, agar orang-orang nggak mandang aku alim aja. Nggak macem-macem aku tuh karena takut dimarahin orang tua gitu kalo macam-macam hehehe.


Karena alhamdulillah dulu dan sampai sekarang aku masih diberi rasa takut kepada orang tua. Coba anak muda zaman sekarang kayaknya nggak ada takut-takutnya sama orang tua sendiri upssss... yang terjadi apa? Membantah dan lain-lainnya.


Mulai Berhijrah


Singkat cerita, naiklah aku ke kelas 2 SMP. Kayak nggak nyaman aja gitu kalo gaul sama cowok deket-deket walau hanya ngobrol. Akhirnya, aku hijrah lagi ke jalan yang benar eaaa. Tapi disini, aku banyak downnya juga guyss. Kadang tobat, kadang enggak gitu aja terus. Sekarang tobat besok lupa, tobat lagi lupa lagi wkk, Astaghfirullah tidak untuk ditiru ya guys!


Sampai pada akhirnyaa ada salah satu temanku yang berkata kayak gini, "Percuma nama Siti Aminah kayak nama ibu nabi, tapi tidak mencerminkan seperti halnya ibu Aminah."


Deg, aku bener-bener tertampar banget sama perkataan temenku yang satu ini guys, rasanya kepikiran terus, bikin aku melamun memikirkan perkataan temenku itu.


Jujur, guys aku benar-benar kerasa deg banget, malu banget, tertampar banget dengan perkataan temenku yang satu itu. Karena ya, yang dia bilang ke aku itu bener adanya gitu. Umi aku pernah berkata kalo beliau memberi nama siti Aminah karena ingin aku menjadi wanita terbaik layaknya ibunda Aminah yang baik akhlaknya, anggun perkataannya, taat akan perintah-Nya dan semoga kelak aku dapat melahirkan keturunan-keturunan yang baik, saleh salihah nantinya aamiin...


Ya, karena aku takut sama umi aku dan nggak mau buat umi aku kecewa. Aku harus buat beliau bangga dong ya kan.


Nah! Sejak saat itu akhirnya di kelas 2 SMP menginjak semester 2, aku bener-bener bertekad untuk hijrah beneran guys. Alhamdulillah, dari sana aku mulai mencari-cari temen hijrah, kajian-kajian Islam untuk men-support hijrahku.


Alhamdulillah, sampai sekarang akhirnya aku bisa menemukan temen-temen taat yang bisa saling menguatkan agar terus istikamah. Karena jujur aja guys dulu aku hijrah sendiri banyak banget downnya. Tapi saat menemukan temen satu tujuan hijrah, menemukan guru yang bener-bener bisa mendampingi, mengajarkan kita, jadinya kita gak ngerasa sendiri. Terus dikuatin disemangatin pokoknya Masya Allah, makanya yuk hijrah


Ending


Begitulah guys cerita dari namaku jalan hijrahku yang berawal dari perkataan seorang teman yang perkataannya menampar tapi membuatku sadar untuk menjadi lebih baik lagi. Nah! untuk ibu dan ayah terutama calon ibu dan ayah berikanlah nama-nama yang baik untuk anak-anaknya. Karena nama itu bisa jadi doa untuk anak ketika dipanggilkan oleh lisan. Lisan yang berkata baik akan menjadi doa yang baik pula. 


Sebaliknya, jangan sampai memberikan nama yang buruk untuk anak karena akan menjadi doa keburukan juga. Na’udzu billah... Misalnya karena ketidaktahuan kita atau ikut-ikutan nama idola yang tidak sepatutnya diidolakan oleh seorang muslim guys. Sepakat? Terima kasih sahabatku yang sudah menampar tapi membuatku sadar. Wallahualam bissawab [Dara/MKC]

Kalah Saing dengan Susu Impor, Kebijakan Pro Asing

Kalah Saing dengan Susu Impor, Kebijakan Pro Asing



Keran impor pangan semakin terbuka lebar 

dalam pengesahan UU Omnibus Law Cipta Kerja

________________________________


Penulis Lia Haryati, S.Pd.I

Kontributor Media Kuntum Cahaya, Pendidik dan Pemerhati Umat


KUNTUMCAHAYA.com, OPINI - Menteri Koperasi Budi Arie Setiadi membeberkan 80 persen pasokan susu yang dibutuhkan untuk kebutuhan domestik didapat dari susu impor. 


Menurutnya, karena produksi susu dalam negeri belum mampu memenuhi kebutuhan susu domestik.


Budi Arie mengatakan bahwa konsumsi susu nasional pada tahun 2022 dan tahun 2023 masing-masing sebesar 4,4 juta ton dan 4,6 juta ton. Sedangkan data perdagangan eksisting menunjukkan konsumsi susu nasional pada tahun 2022 dan tahun 2023 sebesar 4,44 juta ton dan 3,7 juta ton.


"Produksi susu sapi nasional diperoleh sebanyak 837.223 ton atau 20 persen, maka 80 persen sisanya dari impor," kata Budi Arie pada jumpa pers di Kantor Kementerian Koperasi Jakarta Senin, 11 November 2024. (tempo.com, 11-11-2024)


Penyataan sang menteri inilah yang memicu puluhan peternak sapi perah dan pengepul susu di Kabupaten Boyolali, Jawa Tengah, beberapa hari terakhir ini terpaksa membuang susu hasil panen mereka. Karena pabrik atau Industri Pengolahan Susu (IPS) telah membatasi kuota penerimaan pasokan susu dari para peternak dan pengepul susu tersebut.


Tepatnya pada hari Jumat, 08 November 2024 pukul 08.00 WIB, sejumlah peternak dan pengepul susu dengan sukarela membagi-bagikan susu secara gratis kepada warga sekitar yang ada di kawasan Simpang Lima Boyolali. Tidak butuh waktu lama sekitar 15 menit, susu sebanyak 500 liter itu telah habis dibagikan. Sebagian mereka mengadukan permasalahan yang dialami dan meminta izin untuk membuang stok susu yang tidak dapat dikirim ke pabrik atau IPS.


Regulasi yang Mematikan Usaha dalam Negeri 


Aneh, negara agraris seperti Indonesia tetapi komoditas pangan yang penting dipenuhi dari impor. Seperti jagung, gandum, susu, kopi, teh, cengkeh, kakao, dan lain sebagainya. Bahkan ada 28 jenis komoditas, termasuk beras adalah komoditas yang produksinya dipenuhi dari impor. Sebagaimana data dari Badan Pusat Statistik (BPS) 2021 menyebutkan impor beras mencapai 407,74 ribu ton.


Impor pangan ini dipastikan akan terus meningkat. Sebab, pemerintah memang menjadikannya sebagai instrumen utama dalam menghadapi kelangkaan dan meningkatnya harga bahan pangan pokok, sedangkan produksi dalam negeri dibiarkan rendah. 


Contoh kasus kedelai. Di mana setiap tahun tingkat produksi terus menurun dan luas lahan tanam pun berkurang. Ekonom Senior Rizal Ramli berpendapat, jika pemerintahan Jokowi memang tidak ada berencana untuk swasembada kedelai.


Belum lagi dilihat dari sisi regulasi, keran impor pangan semakin terbuka lebar dalam pengesahan UU Omnibus Law Cipta Kerja. Pasal 14 ayat (1) menyebutkan sumber penyediaan pangan diprioritaskan berasal dari produksi pangan dalam negeri, cadangan pangan nasional, dan impor pangan. 


Rusaknya Sistem Ekonomi Kapitalis 


Jelas regulasi ini semakin menunjukkan arah pemerintah dalam mengelola peternakan dan pangan. Bukan bertujuan pada pemenuhan kebutuhan rakyat secara berdaulat, melainkan semakin bergantung pada impor.


Ketidakseriusan negara untuk mengusahakan kedaulatan pangan juga terlihat dari minimnya perhatian terhadap para peternak dan pengepul susu. Ketimpangan kebijakan pemerintah neoliberal makin meminggirkan para peternak. Padahal, merekalah pemeran utama dalam mewujudkan ketahanan dan kedaulatan pangan.


Negara seolah tutup mata dan tutup telinga terhadap berbagai kesulitan para peternak dan pengepul susu. Begitulah ketika aturan saat ini lahir dari kebijakan zalim sistem kapitalis. 


Tuntutan para peternak dan pengepul susu agar ada kepedulian terhadap mereka yang dianggap angin lalu tanpa ada respons signifikan. Bahkan kebijakan yang lahir justru berbenturan, seperti maraknya pelonggaran impor, kenaikan PPN 11% terhadap 41 komoditas peternak dan pengepul susu, dan lain sebagainya.


Solusi dalam Islam


Kelalaian ini membuat negara menjadi tidak mandiri dan tangguh. Saat ini rakyat membutuhkan pemimpin amanah yang didukung dengan sistem yang kuat agar menjadi negara mandiri.


Untuk menjadi negara yang mandiri, maka negara harus mengambil langkah sebagai berikut:


Pertama, mengadopsi sistem politik ekonomi tepat yang tidak membebek pada negara Barat ataupun Timur. Negara harus memiliki kekuatan ideologi yang khas dan sahih. Mengadopsi sistem politik ekonomi yang akan mewujudkan negara menjadi kuat dan mampu memenuhi kebutuhan di dalam negeri secara mandiri. Alhasil, tidak bergantung pada asing dengan regulasi impor.


Kedua, membangun sistem pendidikan yang bersumber pada akidah yang sahih, yaitu akidah Islam. Sistem pendidikan yang akan mampu membawa negara menjadi mercusuar dunia. Para generasinya memiliki kepribadian Islam, yaitu memiliki pola pikir yang cerdas dan memiliki pola sikap yang sesuai dengan tuntutan syariat Islam.


Ketiga, menerapkan sistem kesehatan yang kuat dengan tenaga kesehatan yang mumpuni dan fasilitas kesehatan yang lengkap. Saat ini, masih banyak masyarakat yang belum merasakan pelayanan kesehatan yang prima dan terjamin dari negara.


Keempat, menerapkan sistem pertahanan dan keamanan yang kuat sehingga tidak mudah dikuasai negara asing dan mampu menjaga kedaulatan wilayah. Memiliki kekuatan militer, tidak impor senjata ataupun membeli senjata dan barang militer bekas dari negara lain.


Ketika Indonesia menerapkan sistem kapitalis, Indonesia menjadi sasaran penjajahan negara asing. Sekularisme yang memisahkan agama dari kehidupan menjadikan SDM negeri ini dibayangi kerusakan generasi yang kian mengkhawatirkan.


Maha Benar Allah dengan firman-Nya: "Apakah hukum jahiliyah yang mereka kehendaki, dan (hukum) siapakah yang lebih baik daripada (hukum) Allah bagi orang-orang yang yakin?" (QS. Al-Maidah: 50)


Wallahualam bissawab. [EA/MKC]

Keamanan Pangan Terkikis di Negara Kapitalis

Keamanan Pangan Terkikis di Negara Kapitalis

 


Dalam Islam, negara memiliki kewajiban untuk meriayah (mengurus) semua urusan rakyat

termasuk dalam masalah obat-obatan dan bahan pangan

____________________________


Penulis Nurul Aini Najibah

Kontributor Media Kuntum Cahaya dan Pegiat Literasi


KUNTUMCAHAYA.com, OPINI - Akhir-akhir ini di beberapa daerah, masyarakat dikejutkan dengan penemuan kasus siswa yang terindikasi keracunan produk pangan latiao dari Cina.


Untuk sementara ini, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) telah menghentikan peredaran semua produk latiao demi melindungi kesehatan masyarakat. 


Kepala BPOM Taruna Ikrar dalam konferensi pers di Jakarta, beliau menyampaikan bahwa telah menerima laporan kasus keracunan produk tersebut dari tujuh wilayah, yaitu Lampung, Sukabumi, Wonosobo, Tangerang Selatan, Bandung Barat, dan Pamekasan.


Adapun hasil pengujian laboratorium terhadap produk yang diduga memicu Kejadian Luar Biasa Keracunan Pangan (KLBKP), menunjukkan adanya indikasi kontaminasi bakteri Bacillus cereus. Menurut Cleveland Clinic, Bacillus cereus adalah bakteri yang menghasilkan racun berbahaya yang dapat menyebabkan penyakit. Bakteri ini memiliki dua jenis, masing-masing memiliki pengaruh terhadap bagian tubuh yang berbeda, yaitu di bagian usus dan bagian tubuh lain di luar usus. (kompas.com, 1-11-2024)


Kasus keracunan makanan yang menimpa banyak siswa telah mengingatkan kita pada kasus gagal ginjal akut akibat obat yang mengandung zat berbahaya beberapa tahun yang lalu. Ada ratusan anak yang menjadi korban kasus gagal ginjal akut akibat dugaan mengonsumsi obat sirup yang mengandung bahan kimia melebihi ambang batas. Hal ini menunjukkan lemahnya jaminan keamanan pangan dan obat dari pemerintah. (kompas.com, 08-11-2022)


Keracunan Bahan Pangan Akibat Negara Abai


Fenomena ini jelas mengguncang retorika tentang keamanan pangan di negara kita. Keamanan pangan adalah disiplin ilmiah yang berhubungan dengan cara menangani, menyiapkan, dan menyimpan makanan untuk mencegah terjadinya penyakit atau keracunan akibat makanan. Jika dua orang atau lebih mengalami penyakit yang serupa setelah mengonsumsi makanan yang sama, maka kejadian ini dikenal sebagai wabah keracunan makanan atau keracunan massal.


Dengan demikian, adanya makanan yang viral namun minim pengawasan di pasaran menunjukkan bahwa sistem keamanan pangan kita masih perlu banyak perbaikan. Baik dari segi riset maupun birokrasi. Hal ini penting agar masyarakat sebagai konsumen bisa mendapatkan perlindungan yang optimal dari produk-produk pangan yang beredar.


Oleh sebab itu, pemerintah seharusnya lebih proaktif untuk turun ke masyarakat, memberikan pelayanan demi tercapainya standar keamanan pangan. Selain itu, pemerintah juga harus terus mengedukasi masyarakat tentang konsep pengelolaan keamanan pangan. Terutama kepada produsen, pedagang, dan konsumen produk pangan. 


Kemudian, pemerintah juga sebaiknya melakukan langkah-langkah awal dalam penanggulangan keracunan bahan pangan daripada menunggu laporan setelah kejadian perkara apalagi sampai menimbulkan jatuh korban. Akibat dari minimnya perhatian pemerintah terhadap kreativitas masyarakat dalam produk kuliner yang lebih banyak difokuskan pada aspek pemasarannya sehingga sering kali mengabaikan aspek keamanan pangan. 


Demikian pula dengan persoalan para pengusaha kecil dan menengah. Mereka juga menghadapi berbagai hambatan birokrasi terutama terkait dengan perizinan, pengawasan, dan pelatihan. Sementara itu, untuk korporasi produsen pangan pemerintah sering kali kalah dalam argumentasi sehingga terhambat dengan berbagai kepentingan ekonomi karena banyak perusahaan besar yang tergabung dalam jejaring oligarki.


Padahal seharusnya pemerintah dapat memastikan keamanan dan juga bertanggung jawab terhadap peredaran pangan dan obat-obatan. Termasuk dengan produk-produk yang berasal dari luar negeri. Namun, hal ini justru diabaikan oleh negara yang menerapkan sistem kapitalisme sekuler sebab dalam sistem ini peran negara bukan sebagai pengurus rakyat.


Dalam pandangan sistem kapitalisme, pelaku industri makanan merupakan prioritas utama yang akan memberikan keuntungan dan pendapatan yang besar bagi negara. Jadi, selama produk-produk ini diminati oleh masyarakat, mereka akan terus memproduksi dalam jumlah besar.


Para produsen akan terus berusaha meraih keuntungan sebanyak mungkin, tak peduli walaupun harus mengorbankan kesehatan konsumennya. Inilah sisi gelap kapitalisme, di mana demi keuntungan yang sangat besar, aspek keselamatan dan kesehatan masyarakat pun sering kali diabaikan.


Islam Menjamin Keamanan Pangan


Dalam Islam, negara memiliki kewajiban untuk meriayah (mengurus) semua urusan rakyat, termasuk dalam masalah obat-obatan dan bahan pangan. Baik dalam proses produksi maupun peredarannya.


Dalam Islam, prinsip halal dan tayib akan menjadi panduan negara dalam memastikan keamanan pangan dan obat. Islam menganjurkan setiap individu untuk mengonsumsi makanan yang halal dan tayib. Allah Taala berfirman dalam Surah Al-Baqarah ayat 168 yang artinya: “Hai sekalian manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa yang terdapat di bumi, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah setan; Karena Sesungguhnya setan itu adalah musuh yang nyata bagimu.”


Dalil atau bukti ini adalah pedoman dan panduan utama bagi seorang muslim dalam mengonsumsi bahan pangan. Islam juga memiliki berbagai mekanisme dalam memastikan keamanan pangan dan obat, di antaranya dengan adanya Qadhi Hisbah (al-muhtasib).


Qadhi Hisbah bersama para syurtah (polisi) yang berada di bawah wewenangnya akan ditunjuk oleh negara untuk melakukan inspeksi ke setiap pasar. Inspeksi ini mencakup tidak hanya pasar-pasar yang menjual bahan pangan, seperti; lauk-pauk dan sayuran, tetapi juga dalam beragam jenis produk makanan, jajanan, obat-obatan, hingga kosmetik.


Pemeriksaan akan dilakukan di pasar-pasar tradisional, pedagang kaki lima, mall, supermarket, serta pusat-pusat produksi makanan. Baik dalam skala industri rumahan maupun pabrik besar milik perusahaan.


Begitu juga dengan distribusi bahan pangan yang berkualitas dan tersebar luas di berbagai wilayah. Baik di perkotaan maupun pedesaan sehingga masyarakat dapat mengaksesnya dengan mudah dan harganya pun sangat terjangkau.


Negara juga akan aktif meningkatkan kesadaran dengan memberikan edukasi kepada masyarakat, pedagang, dan industri pangan agar selalu mengonsumsi dan memproduksi barang yang aman dan sehat. 


Jika terjadi pelanggaran, negara akan menerapkan sanksi takzir yang hukumannya akan diserahkan kepada qadhi atau hakim dalam sistem peradilan Islam. Demikianlah, wujud pelayanan negara dalam menjalankan sistem dan tata kelola keamanan pangan dalam sistem Islam. Negara Islam akan bertanggung jawab untuk melindungi keamanan pangan dari setiap penyimpangan yang dapat merugikan umat. 


Negara akan bertindak cepat dan segera dalam menangani dan menyelesaikan setiap persoalan yang muncul sehingga perintah Allah Swt. yang mewajibkan hamba-Nya untuk mengonsumsi makanan yang tayib akan terlaksana.


Perlindungan terhadap umat menjadi prioritas utama, lebih penting daripada sekadar keuntungan bisnis. Wallahualam bissawab.

Maraknya Judi Online

Maraknya Judi Online

 


Dalam Islam, jelas judi merupakan perbuatan yang haram

dan harus dihindari oleh seluruh kaum muslim

______________________________


KUNTUMCAHAYA.com, SURAT PEMBACA - Polda Metro Jaya menetapkan dua orang sebagai tersangka dalam kasus perlindungan judi online yang melibatkan pegawai hingga staf ahli Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi). Jadi, total tersangka dalam kasus ini menjadi 16 orang. (Metronews.com, 12-11-2024)


Temuan ini semakin mempertegas bahwa judi online adalah musuh bersama negara dan peradaban. Aparat negara yang seharusnya melindungi, malah ikut terlibat menghancurkan masyarakat dengan maraknya judi online.


Judi baik online ataupun offline tetap sebagai salah satu penyakit masyarakat. Sepanjang 2023, menurut catatan PPATK terdapat 168 juta transaksi judol dengan dana Rp327 triliun. 


Di Indonesia sendiri terdapat hukum yang mengatur judi. Hal ini sebagaimana dalam KUHP Baru atau UU 1/2023 menurut ketentuan Pasal 1/2023 menurut ketentuan Pasal 426 ayat (1) bahwa pelaku judi dapat dipidana dengan pidana penjara paling lama 9 tahun atau denda Rp2 miliar. 


Pada Pasal 427 bahwa orang yang menggunakan kesempatan main judi yang diadakan tanpa izin, dipidana dengan pidana penjara atau pidana denda paling banyak kategori III (Rp50 juta).


Selayaknya pemerintah sudah melakukan langkah untuk memberantas judi online, tapi tak bisa dimungkiri upaya pemerintah menyelesaikan permasalahan judi online tidak ke akar masalahnya. Praktik judi online semakin marak bahkan menjamur ke semua lini, baik kalangan bawah maupun kalangan atas mengikuti judi online.


Para pejabat pemerintah yang seharusnya memberantas judi online, justru malah menyalahgunakan wewenangnya untuk melindungi bandar judi online. Mereka lebih fokus untuk memperkaya diri sendiri. Alhasil, pemberantasan judi online hanya mimpi belaka. 


Kondisi ini tak lepas dari sistem sekuler kapitalis yang diterapkan oleh pemerintah. Negara menghalalkan segala cara untuk mendapatkan kekayaan demi memenuhi kehendak dan hawa nafsunya tanpa memedulikan halal dan haram perbuatan tersebut.


Setiap individu seakan-akan dituntut untuk memenuhi kebutuhannya sendiri dengan segala cara selama itu tidak merugikan individu lain. Negara tidak memedulikan mengapa rakyatnya banyak yang melakukan praktik judi online. Padahal jelas judi ini akan mengakibatkan  berbagai masalah baru pada kehidupannya.


Dalam Islam, jelas judi merupakan perbuatan yang haram dan harus dihindari oleh seluruh kaum muslim. Judi ini harus ditutup rapat dengan mekanisme tiga pilar yaitu pertama ketakwaan individu. Seorang muslim akan merasa takut ketika melanggar perintah Allah Swt., pemenuhan kebutuhan hidupnya akan sesuai dengan syariat Islam hanya berharap rida Allah semata.


Kedua, kontrol masyarakat. Agar tidak ada praktik judi di sekitar lingkungannya, maka peran amar makruf dari masyarakat sangat membantu untuk saling mengingatkan agar terhindar dari perbuatan yang dilarang Allah, seperti judi baik online maupun offline.


Ketiga, peran negara. Negara punya andil besar dalam memberantas dan menyelesaikan secara tuntas terkait judi ini. Negara akan menerapkan hukum yang tegas dengan memberi efek jera pada orang-orang yang terlibat dalam aktivitas judi.


Negara pun akan mewujudkan setiap individu berkepribadian Islam sehingga terwujud sumber daya manusia yang amanah dan taat pada aturan Allah Swt..


Maka seorang muslim akan berpikir ulang untuk melakukan praktik judi yang jelas akan merugikan dirinya di dunia dan akhirat kelak.


Allah Swt. berfirman, "Hai orang-orang beriman, sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi, berkurban untuk berhala, dan mengundi nasib dengan panah adalah termasuk perbuatan setan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan. Sesungguhnya setan itu bermaksud hendak menimbulkan permusuhan dan kebencian di antara kamu lantaran (meminum) khamar dan berjudi itu menghalangi kamu dari mengingat Allah dan sembahyang maka berhentilah kamu dari mengerjakan pekerjaan itu.(QS. Al-Maidah [5]: 90-9)


Wallahualam bissawab. [SJ/MKC


Siti Rahmawati

Guruku Pahlawanku

Guruku Pahlawanku



Guru adalah profesi yang sangat mulia

Keberadaan guru menjadi jembatan sampainya berbagai ilmu

_____________________________


Penulis Mardiyah Al Adnia

Kontributor Media Kuntum Cahaya dan Pendidik Sekolah Anak Tangguh (SAT) Kuningan


KUNTUMCAHAYA.com, OPINI - Akhir-akhir ini pemberitaan tentang kriminalisasi terhadap guru semakin banyak. Bahkan ada guru yang diketepel sampai matanya mengeluarkan darah dan divonis buta.


Kasus ibu guru Supriyani yang mengajar di SDN 4 Baito Kona Sulawesi Tenggara, diduga telah melakukan kekerasan fisik terhadap salah satu siswanya. Wali murid dari korban merupakan oknum aparat keamanan. Ia merasa keberatan atas tindakan guru terhadap anaknya dan membawanya ke ranah hukum. (kompas.com, 2-10-2024)


Akhirnya, guru Supriyani pun terpaksa harus merasakan kehidupan di balik jeruji. Selain itu, ibu Supriyani diperas harus membayar denda sebesar Rp50 juta. Jelas nominal yang tidak sedikit untuk ukuran guru honorer seperti ibu Supriyani.


Kita Butuh Guru


Guru adalah profesi yang sangat mulia. Keberadaan guru menjadi jembatan sampainya berbagai ilmu. Sebuah peradaban tegak di antaranya karena jasa guru. Guru pun bisa menghantarkan masyarakat dan bangsa menjadi maju. Ilmu tersebar atas jasa guru. Pendidikan membawa kemajuan karena adanya guru. Sains dan teknologi berkembang karena ada peran guru.


Ironi Guru di Negeri Bhinneka Tunggal Ika


Sayangnya, di negeri zamrud khatulistiwa nan kaya SDA terjadi perbedaan yang sangat mencolok dilihat dari sisi salary antara guru PNS dengan honorer. Di samping itu, saat ini ada beban lain yang dihadapi guru. Yakni harus siap menghadapi risiko dan kemungkinan dikriminalisasi. 


Negeri yang dahulu terkenal sebagai negeri yang ramah dan beradab, kini mulai berjalan menjadi negeri yang meninggalkan adab, termasuk terhadap guru yang notabene sebagai pendidik anak bangsa.


Menjadi Guru dalam Iklim Kapitalis


Undang-Undang Perlindungan Anak disinyalir menjadi benih kasus kriminalisasi terhadap guru. Ketika guru memberi pengajaran dan pendisiplinan dalam bentuk fisik, bisa terkategori penyiksaan dan menjadi delik aduan penganiayaan oleh wali murid. 


Upaya mendidik siswa sering disalahartikan dengan tindak kekerasan terhadap anak sehingga bertabrakan dengan UU Perlindungan Anak. Hal ini yang menyebabkan guru rentan dikriminalisasi.


Adanya perbedaan persepsi antara guru dan wali murid, inilah yang menjadikan salah paham dan berujung kriminalisasi guru. Terlebih sistem pendidikan sekuler juga tidak menjadikan agama termasuk adab sebagai sesuatu yang penting.


Pelajaran agama dianggap tidak dibutuhkan. Makanya banyak murid yang tidak memahami adab terhadap guru. Padahal hilangnya adab merupakan bencana bagi dunia pendidikan. Tanpa adab manusia tidak ada bedanya dengan binatang.


Sekularisme dengan sistem ekonomi kapitalisnya lebih menghargai uang daripada agama. Masyarakat juga terpolusi pemikiranya dengan kapitalisme. Lihatlah kasus ibu Supriyani yang diperas harus membayar denda sebesar Rp50 juta. 


Peran Sentral Negara


Keberhasilan pembelajaran dibutuhkan sinergi antara siswa, guru, wali murid, masyarakat maupun negara. Negara memiliki peran yang paling dominan. Negara akan mendesain sistem pendidikan yang baik, mengalokasikan dana pendidikan yang cukup, menyiapkan SDM yang berkualitas, menyusun kurikulum dan tujuan pendidikan dengan tepat, termasuk menjamin keamanan guru ketika mengajar.


Sistem Pendidikan Islam Harapan Masa Depan


Landasan sistem pendidikan Islam berbeda dengan sistem pendidikan sekuler. Sistem pendidikan Islam dijamin mampu membentuk siswa memiliki syakhsiyah Islamiyah atau kepribadian Islam, yakni memiliki pola sikap dan pola pikir yang islami. Dengan pola pikir dan pola sikap Islam ini akan melahirkan generasi yang beriman dan bertakwa.


Hal di atas terjadi karena Daulah Islam adalah negara yang berideologi Islam. Undang-undangnya bersumber dari Al-Qur'an dan As-sunah. Daulah Islam pada masa lalu mampu menyejahterakan warganya ke puncak tertinggi, masa kejayaan ilmu pengetahuan, sains dan teknologi.


Alhasil, Daulah Islam mampu memuliakan ilmu dan guru. Perintah pertama dari Allah terhadap hambanya adalah perintah membaca. Perintah yang berkaitan dengan perangkat untuk mendapatkan ilmu. 


Tanda Islam memuliakan guru salah satunya diriwayatkan pada masa kekhilafahan Umar bin Khaththab, gaji seorang guru sejumlah 15 dinar (1 dinar= 4,25 gram emas). Jika dikonversikan dengan harga emas hari ini Rp1.527.000,00 maka gaji guru Rp97.346.250.


Angka yang sangat fantastis dan pasti menyejahterakan. Begitulah profesi guru masa Daulah Islam betul-betul dihormati dan dimuliakan. Adab yang seharusnya dimiliki oleh penuntut ilmu ketika menimba ilmu kepada gurunya benar benar diterapkan.


Demikian pun dalam masalah keamanan menjadi hal yang sangat diperhatikan dalam Daulah Islam. Sebab, keamanan merupakan kewajiban negara yang harus diwujudkan. Rasulullah saw. bersabda: "Imam atau pemimpin adalah raa'in, pelindung atau penanggung jawab urusan warganya." (HR. Muslim dan Ahmad)


Keamanan dalam Daulah Islam akan dirasakan oleh semua rakyat. Baik muslim maupun kafir dzimmi. Rakyat akan mendapatkan perlindungan dan keamanan dalam hal: agama, akidah, pangan, perumahan, pendidikan dan kesehatan. Rasulullah saw. memberikan teladan terbaik dalam mengurus rakyat.


Bagaimana Rasulullah saw. setiap hari mengunjungi pengemis kakek tua Yahudi di pojok pasar untuk disuapi. Demikian pun yang dilakukan Khalifah Abu Bakar. Dikisahkan beliau setiap hari membantu seorang nenek untuk memerah susu.


Dalam kepemimpinan Islam, bukan hanya manusia yang diperhatikan keamanannya, tetapi hewan pun diperhatikan keamanannya. Buktinya Khalifah Umar pernah merasa khawatir kelak pada hari penghisaban seandainya ada jalanan yang dilewati keledai rusak dan menyebabkan terjatuh. 


Perhatian Khalifah Umar terhadap rakyat pun jangan diragukan. Setiap malam beliau melakukan ronda malam untuk memastikan rakyat terpenuhi semua kebutuhannya. Dalam perjalanan malam hari itu, beliau bertemu dengan ibu yang merebus batu menandakan kondisi mereka tidak memiliki pangan dan menyebabkan anak-anaknya kelaparan. Lalu sang khalifah memanggul sendiri gandum untuk diberikan kepada sang ibu miskin, beliau memasak dan menyuapi keluarga itu dengan tangannya sendiri. 


Perhatian yang lebih pun diberikan terhadap para guru. Dalam sistem Islam guru dimuliakan dan diberikan perlakuan yang baik, dengan sistem penggajian level the best. Dengan kondisi seperti ini guru melakukan aktivitas mengajar dengan aman dan nyaman.


Hasilnya Jazirah Arab yang dikenal dengan kaum yang ummi berubah menjadi negeri yang berperadaban tinggi dengan bimbingan wahyu. Kegemilangannya menghantarkan pada penaklukan Persia dan Romawi sebagai negara adidaya saat itu.


Hanya dalam sistem Islam guru sejahtera dan terjamin keamanannya. Sudah saatnya umat Islam kembali pada tatanan yang bersumber dari Allah Swt. yang diturunkan untuk manusia. Terbukti ketika Islam diterapkan berhasil melahirkan generasi khairu ummah atau umat terbaik. Wallahualam bissawab. [EA/MKC]

Guru Dikriminalisasi, Jeruji Besi Menanti

Guru Dikriminalisasi, Jeruji Besi Menanti




Guru sering kali dikriminalisasi karena terdapat UU Perlindungan Anak

yang membuat guru dilanda kebingungan ketika mendidik muridnya

_________________________


Penulis Septiana Indah Lestari, S.Pd.

Kontributor Media Kuntum Cahaya


KUNTUMCAHAYA.com, OPINI - Merebaknya kasus guru di diskriminasi. Guru adalah pahlawan tanpa tanda jasa, julukan yang sangat mulia untuk profesi menjadi seorang pendidik.


Penuh kehormatan dan sangat disegani karena keilmuannya. Mereka mengajarkan ilmunya dengan tulus dan ikhlas tanpa pamrih. Tapi kini kondisi seperti itu kian berubah, guru yang dulu begitu dihormati setiap perintah dan larangannya ketika berada di lingkungan sekolah sekarang justru tidak begitu dihiraukan.


Tak sedikit kasus seorang murid yang tega menantang, memukul, mengintimidasi, dan bahkan mengkriminalisasi guru yang menegur atau memberi hukuman karena kesalahannya. Sungguh miris melihat krisisnya moral dan akhlak generasi saat ini.


Dikutip dari kompas.com (30-10-2024) menyebutkan bahwa banyak guru yang dituduh melakukan kejahatan hanya karena mendisiplinkan anak dalam batas wajar agar anak sesuai dengan norma dan aturan yang berlaku. Namun, akibat mendisiplinkan anak tersebut, justru berujung masuk jeruji besi. 


Banyak orang tua yang tidak terima anaknya ditegur ataupun dicubit karena melakukan kesalahan. Bahkan harus rela menghadapi panjangnya proses persidangan di meja hijau ditambah dengan pahitnya kehidupan di dalam sel. 


Selain itu, seorang guru SMP Raden Rahmat, Balongrejo, Sidoarjo dilaporkan ke Polsek Balongrejo karena mencubit murid berinisial SS yang tidak melakukan kegiatan salat berjamaah di sekolah. Alih-alih tak terima, orang tua SS yang merupakan anggota TNI kemudian melaporkan Sambudi ke Polsek Balongrejo dan terjerat pasal 8 ayat (1) UU Perlindungan Anak. (viva.co.id, 1-11-2024)


Tak kalah hebohnya dan menyita perhatian publik yaitu berita tentang kriminalisasi guru yang terjadi di Konawe, Sulawesi Tenggara. Dilansir dari bbc.com (1-11-2024) Supriyani, seorang guru SD Negeri 4 Baito, dituduh melakukan penganiayaan terhadap muridnya yang merupakan anak anggota kepolisian.


Supriyani dilaporkan karena orang tua murid melihat terdapat luka memar di paha anaknya. Kini, Supriyani ditahan oleh Kejaksaan Negeri Konawe Selatan dan ditempatkan di Lapas Perempuan Kendari. Dilansir dari medcom.id (1-11-2024) Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) mengusulkan adanya UU Perlindungan Guru karena banyaknya guru dikriminalisasi ketika menjalankan tugas keprofesiannya. Adanya usulan UU ini untuk mencegah adanya kasus yang sama terulang lagi.


Kegagalan Sistem Sekularisme Kapitalisme


Kriminalitas kepada guru terjadi di berbagai daerah merupakan suatu bencana untuk peradaban. Padahal keberkahan ilmu terletak pada adab kepada guru. Namun, dengan adanya kriminalisasi tersebut menunjukkan bahwa adab kepada guru makin hari semakin luntur. Sebuah malapetaka bagi generasi, karena keberkahan ilmu tidak mereka dapatkan.


Guru sering kali dikriminalisasi karena terdapat UU Perlindungan Anak yang membuat guru dilanda kebingungan ketika mendidik muridnya. Terkadang cara mendidik murid, bisa salah penafsiran sebagai tindakan kejahatan terhadap anak.


Selain itu, persepsi antara guru, orang tua, masyarakat, dan negara terkait makna dan tujuan pendidikan juga berbeda sehingga menyebabkan perbedaan pandangan terhadap metode guru dalam mendidik anak. Akhirnya, guru pun dilema dalam melaksanakan profesinya, terutama mendidik karakter dan menasihati murid. 


Hal ini membuktikan bahwa sistem pendidikan saat ini telah gagal menciptakan generasi yang beradab. Saat ini sistem pendidikan dipengaruhi oleh ideologi kapitalisme dan berasaskan sekularisme.


Sekularisme yakni paham yang memisahkan antara agama dengan kehidupan. Agama yang dipisahkan dari kehidupan tersebut menjadi malapetaka bagi kehidupan, karena agama dijauhkan dari manusia sebagai hamba Allah. Pelajaran agama di sekolah pun hanya diajarkan sebagai ilmu belaka, bukan sebagai tsaqafah yang berpengaruh pada kehidupan.


Selain itu, moderasi agama terus diaruskan agar generasi semakin jauh dengan agamanya. Sekularisme kapitalisme semakin kuat memengaruhi generasi untuk bertindak tidak bermoral, termasuk lunturnya rasa menghormati (takzim) kepada guru.


Pendidikan dalam Naungan Sistem Islam


Hal tersebut sangat berbeda dengan sistem Islam. Islam sangat memuliakan guru, dan negara menjamin kesejahteraannya dengan sistem penggajian terbaik sehingga guru lebih semangat dan maksimal dalam melaksanakan perannya. 


Pendidikan dalam sistem Islam, memiliki akidah aqliyah yang menjadi asas ideologi Islam. Akidah ini mewajibkan semua manusia agar taat terhadap syariat dan aturan dari Allah, bukan aturan yang dibuat manusia.


Keyakinan terhadap syariat Allah membuat manusia rela diatur dengan hukum-hukum Allah, salah satunya yaitu sistem pendidikan. Akidah aqliyahlah yang menjadi landasan dalam sistem pendidikan Islam yang memiliki strategi untuk mewujudkan dan memperkuat identitas sebagai seorang muslim.


Sistem pendidikan ini menggunakan metode talaqiyan fikriyan yang mana pembelajarannya menggunakan pemikiran mendalam sehingga akan membekas dan berpengaruh pada kehidupan generasi.


Selain menggunakan metode tersebut, juga dilakukan penanaman tsaqafah Islam yang akan menciptakan generasi yang memiliki pola pikir dan pola sikap Islam dan akan membentuk kepribadian Islam.


Oleh karena itu, generasi tidak akan melakukan tindakan pelaporan dan kriminalisasi terhadap guru, serta bersikap takzim atau menghormati dan mendengarkan nasihat guru. Karena mereka meyakini bahwa sikap takzim kepada guru akan berpengaruh terhadap berkahnya ilmu yang mereka dapatkan.


Hal yang tak kalah pentingnya yaitu negara memberikan pemahaman kepada semua pihak bahwa pendidikan Islam memiliki tujuan yang gamblang dan semua pihak saling bersinergi untuk mencapai tujuan tersebut. Dengan demikian, guru dapat menjalankan perannya tanpa takut dikriminalisasi dan lebih optimal dalam mendidik murid. Wallahualam bissawab. [SM/MKC]

Berantas Judi dalam Sistem Kapitalisme Sekuler Sulit

Berantas Judi dalam Sistem Kapitalisme Sekuler Sulit



Pemberantasan judol butuh upaya serius

dengan menanggalkan aturan hidup kapitalisme sekuler

_____________________________


KUNTUMCAHAYA.com, SURAT PEMBACA - Di awal November 2024 ini, kita dibeberkan fakta bahwa petugas pemberantas judi telah melakukan aktivitas judol (judi online).


Sebanyak 16 pegawai Kementerian Komdigi (Komunikasi dan Digital) telah ditetapkan sebagai tersangka judol. (metrotvnews, 01-11-2024)


Sungguh ironi, aparatur negara yang bertugas memberantas judol justru berusaha memperkaya diri dengan judol. Jika sistem hukum negara lemah, maka pemberantasan judol hanyalah ilusi.


Sudut Pandang Materialistik


Sudah lazim bahwa standar hidup saat ini ialah memiliki harta kekayaan berlimpah. Memiliki harta diartikan sebagai keberhasilan dalam hidup. Seseorang dikatakan berhasil jika memiliki barang-barang mewah.


Itulah kiranya standar hidup kebanyakan orang agar bisa dikatakan sukses. Apalagi ditambah dengan budaya hedonisme telah memberikan pandangan bahwa hidup untuk meraih kesenangan materi semata.


Sudut pandang materialistik yang tertanam dalam benak telah mengamini segala perbuatan. Baik itu menghalalkan yang haram demi mendapatkan harta melalui jalur pintas yang cepat. Namun, tidak semua jalan pintas untung. Malah jadi buntung, judi salah satunya.


Tabiat judi adalah menang kalah membuat penasaran. Penasaran mencoba lagi dan lagi untuk untung lebih banyak jika menang. Jika pun kalah, penikmat judi akan terus mencoba mencari cara agar menang judi.


Apalagi kalau kecanduan, utang bisa melilit karena uang untuk judi berasal dari utang ke sana sini atau bahkan pinjol (pinjaman online). Makin ruwet keadaan, ketahanan keluarga rentan mengalami kehancuran.


Bermula dari Asas Aturan Hidup


Disadari atau tidak, asas aturan hidup kita adalah kapitalisme sekuler. Di mana tujuan hidup saat ini adalah mencari kesenangan materi. Derajat seseorang dilihat dari berapa banyak harta yang ia miliki.


Belum lagi kenyataan bahwa hidup dalam sistem kapitalisme ini telah membuat semua biaya kebutuhan menjadi mahal. Siapa pun yang belum memaknai tujuan hidupnya pasti terjerat dalam keharaman atau menerobos aturan yang berlaku. Termasuk petugas pemberantas judol. 


Padahal aturan sudah disepakati bahwa judol melanggar aturan negara dan agama. Namun, tetap saja sistem ini tidak mampu membentengi individu dari pelanggaran aturan judol.


Kehidupan sekuler (pemisahan agama dari kehidupan) menjadi awal individu rakyat tidak takut dengan ancaman hukum atau agama. Hukum yang ditegakkan tidak tegas dalam memberantas setiap pelanggaran aturan hingga menyentuh asas.


Islam Punya Solusi


Islam bisa diterapkan dalam negara melalui penerapan syariatnya. Individu bertakwa adalah tujuan dalam penerapan Islam. Sudut pandang akhirat sebagai kebahagiaan hakiki adalah mengerjakan amal saleh. Tolak ukur Islam adalah Al-Qur'an dan Sunah. 


Kita sudah pahami bahwa aturan Islam berasal dari Allah Yang Maha Menciptakan (Al-Khaliq). Lalu, mengapa kita juga tidak mengatakan bahwa Allah Yang Maha Mengatur (Al-Mudabbir)?


Jika iman kita telah ada dalam dada, mengapa masih ragu dengan aturan hidup-Nya? 


Bukankah kita membaca firman-Nya, "Dan Kami telah menurunkan Kitab (Al-Qur'an) kepadamu (Muhammad) dengan membawa kebenaran, yang membenarkan kitab-kitab yang diturunkan sebelumnya dan menjaganya, maka putuskanlah perkara mereka menurut apa yang diturunkan Allah dan janganlah engkau mengikuti keinginan mereka dengan meninggalkan kebenaran yang telah datang kepadamu. Untuk setiap umat di antara kamu, Kami berikan aturan dan jalan yang terang." (QS. Al-Ma'idah: 48)


Penerapan aturan kapitalisme sekuler yang berkali-kali mengecewakan kita seharusnya menjadi alasan untuk lebih mendalami kitab Allah, yakni Al-Qur'an. Apa yang terkandung di dalamnya adalah pedoman kita dalam berbuat, termasuk dalam aturan bernegara.


"Wahai orang-orang yang beriman! Taatilah Allah dan taatilah Rasul (Muhammad), dan Ulil Amri (pemegang kekuasaan) di antara kamu. Kemudian, jika kamu berbeda pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah kepada Allah (Al-Qur'an) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu beriman kepada Allah dan hari kemudian" (QS. An-Nisa: 59)


Pemberantasan judol butuh upaya serius dengan menanggalkan aturan hidup kapitalisme sekuler. Sebab, sistem ini tidak mampu mengatasi persoalan hidup kita dengan tuntas hingga ke akar.


Islam mampu mengatasi itu, karena Islam tegas dalam perkara halal haram. Halal ya halal, haram ya haram, tidak ada kompromi jika dalil telah jelas. Juga tidak ada pilah pilih hukum tertentu karena kepentingan tertentu. Semua standar kembali pada Allah Swt.. Wallahualam bissawab. [Dara/MKC]


Yeni Marpurwaningsih, S.Hum

Keran Impor Susu Dibuka, Peternak Sapi Berduka

Keran Impor Susu Dibuka, Peternak Sapi Berduka



Kebijakan membuka keran impor susu membuat para peternak frustasi

mereka tak tahu harus ke mana menyalurkan hasil produksi yang tinggi

________________________________


Penulis Rida Ummu Zananby

Kontributor Media Kuntum Cahaya 


KUNTUMCAHAYA.com, OPINI - Ibarat petir di siang bolong. Itulah yang dirasakan para peternak dan pengepul susu di Pasuruan Jawa Timur, ketika pemerintah mengeluarkan kebijakan membuka keran impor susu.


Pada 8 November 2024, sejumlah peternak dan pengepul susu sapi membagi-bagikan 500 liter susu sapi di kawasan Simpang Lima Boyolali Kota. Bahkan mereka juga membuang stok susu yang tidak bisa dikirim ke pabrik atau IPS pada dua pekan terkahir. Jumlahnya cukup fantastis, yakni sekitar 33 ton atau 33 ribu liter susu. 


Nilai kerugian yang harus ditanggung pun mencapai ratusan juta rupiah. Hal ini sebagaimana yang diungkap oleh Sugianto. Beliau mengatakan penyebabnya adalah adanya pembatasan kuota sejak awal September 2024. Juga terindikasi karena adanya kebijakan keran impor susu oleh menteri perdagangan. (www.tempo.com, 13-11-2024)


Kebijakan membuka keran impor susu membuat para peternak frustasi, mereka tak tahu harus ke mana menyalurkan hasil produksi yang tinggi, sebab kini mereka harus bersaing dengan para importir dalam memasarkan produknya.


Sebagaimana yang terjadi pada koperasi susu di bawah tanggung jawab Sugianto. Ada 800 peternak yang mampu memproduksi 10 ton atau setara dengan 10 ribu liter susu.


Hal yang sama dirasakan oleh Wartono, pengepul dan peternak susu di Kecamatan Tamansari yang membuang susu selama 5 hari terakhir ini. Alasannya pun sama yakni karena adanya pembatasan kuota kiriman ke Salatiga.


Dari 1000 liter per hari menjadi 250 liter per hari. Juga adanya pembatasan kiriman ke KPMS dari kuota 1400 liter menjadi 900 liter sehingga nilai kerugian yang dialami pun mencapai ratusan juta rupiah.


Aksi protes pun dilakukan oleh ratusan peternak, pelopor, dan pengepul susu sapi di Boyolali Jawa Timur, pada 9 November 2024. Mereka membuang susu sapi dan dijadikannya untuk mandi, tidak tangung nilainya berkisar Rp400 juta.(www.kumparan.com, 13-11-2024)


Ironis memang ketika pemerintah membuka keran impor susu dengan dalih untuk menjamin kebutuhan gizi masyarakat, tetapi di sisi lain masyarakat terzalimi. Dipastikan nasib para peternak dan pengepul susu sapi akan gulung tikar serta berdampak semakin banyak jumlah pengangguran dan kemiskinan. Di sisi yang lain, angka kriminalitas akan meningkat dan beban negara akan bertambah.


Kapitalisme Biang Masalah 


Inilah konsekuensi ketika negara menerapkan sistem sekularisme kapitalis. Asas yang mendasari dalam membangun dan mengatur sebuah negara.


Maka siapa pun yang menjadi pejabat pemerintahan, selama kebijakannya berasas pada paham kapitalisme sekularisme akan dipastikan kebijakan yang diambil akan sejalan dengan ideologi kapitalisme, yakni asas manfaat untuk mendapatkan keuntungan sebesar-besarnya. 


Keuntungan yang besar ini bukan untuk rakyat, akan tetapi bermuara kepada para elite kapitalis yang mengendalikan negara dalam mengesahkan kebijakan impor. Negara tidak berdaya dan memenuhi keinginan para kapitalis walaupun harus menyengsarakan rakyatnya.


Narasi kemandirian pangan tanpa impor atau tanpa adanya campur tangan asing yang selalu digembor-gemborkan saat kampaye, akan sulit terealisasi. Sebab, setelah menjabat balas budi kepada para kapitas yang telah memberikan modal kampanye pun harus dikembalikan. Salah satunya dengan kebijakan yang akan menguntungkan mereka. Sementara nasib rakyat terus terlantar dan tertindas, rakyat bukanlah prioritas.


Kemandirian Pangan Negeri Agraris Hanya Mimpi


Indonesia adalah negara yang kaya sumber daya alamnya. Ketika dikelola dengan kebijakan yang benar, bisa menghantarkan Indonesia menjadi negara yang mandiri dalam hal pangan dan tidak butuh bergantung kepada asing.


Namun sayang, mewujudkan negara yang mandiri dan tangguh tidak cukup memiliki pemimpin yang baik dan amanah, tetapi harus disokong oleh sistem yang kuat. 


Dipastikan selama negara ini masih mengadopsi sistem pemerintahan demokrasi dan sistem ekonomi kapitalis, kemandirian pangan termasuk susu sapi akan sulit terwujud. Sebab, kebijakan pemerintah akan dipengaruhi para pemilik modal atau kapitalis.


Jika melihat potensi yang dimiliki oleh negeri kita Indonesia, sebetulnya Indonesia sudah memiliki potensi untuk menjadi negara maju, mandiri, bahkan berpotensi menjadi negara adidaya. Hanya saja saat ini sistem kepemimpinannya masih mengekor pada kapitalisme global. Inilah yang menghambat Indonesia tidak bisa tumbuh menjadi negara yang tangguh dan mandiri. 


Islam Mampu Mewujudkan Kemandirian Pangan


Islam memiliki pandangan yang khas dalam mengatur negara. Dalam sistem Islam, landasannya adalah akidah Islam. Aturan Islam bersumber dari Allah Swt., berpijak pada hukum syarak yaitu halal dan haram. Bukan berpijak pada keuntungan, sebagaimana sistem sekularisme kapitalis.


Dalam pandangan Islam seorang pemimpin bertanggung jawab mengurus urusan negara dengan landasan akidah Islam bukan yang lain.


Begitu pun ketika seorang pemimpin akan mengeluarkan kebijakan atau aturan, diharamkan menimbulkan kezaliman atau menyusahkan rakyat.


Rasulullah saw. sudah memperingatkan para pemimpin jauh-jauh hari. Sebagaimana dalam sabda Nabi saw., "Wahai Allah, barangsiapa yang memimpin suatu urusan umatku, lalu dia menyusahkan mereka, maka susahkanlah dia." (HR. Muttafaq alaih)


Pemimpin yang memiliki tanggung jawab dan ideal hanya terwujud dalam sistem politik Islam yakni Daulah Islam. Kepemimpinan yang diwariskan oleh Rasulullah saw. bukan kepemimpinan yang lahir dari rahim sekularisme kapitalis saat ini.


Khatimah


Hanya dengan sistem Islam sajalah nasib para peternak susu dan masyarakat lainnya akan terjamin. Karena pemimpin atau khalifah berfungsi sebagai junnah atau pelindung.  


Termasuk melindungi rakyat dari rusaknya dominasi para pemilik modal yang menyetir setiap kebijakan. Sudah saatnya rakyat sadar dan bergerak bersama untuk memperbaiki kerusakan dengan kembali kepada aturan Allah Swt. secara kafah atau sempurna. Wallahualam bissawab. [EA/MKC]

Food Estate: Harapan atau Kesengsaraan?

Food Estate: Harapan atau Kesengsaraan?

 



Pengembangan kebijakan food estate ini seakan menjadi harapan

untuk masyarakat dengan terpenuhinya pangan dalam negeri

___________________________________


Penulis Lailatul Hidayah

Kontributor Media Kuntum Cahaya


KUNTUMCAHAYA.com, ANALISIS - Pemerintah memandang bahwa perlunya pengembangan food estate sebagai cadangan logistik atau lumbung pangan nasional untuk menjaga berlangsungnya ketahanan pangan di Indonesia. 


Program dari food estate tersebut yaitu budidaya tanaman dengan luas lebih dari 25 ha pada tahun 2021, 2022, dan tahun 2023 dikembangkannya food estate ini masing-masing seluas 400 ha.


Mengutip dari (cnn.indonesia.com, 16-08-2023), food estate masuk proyek prioritas strategis mengacu pada Perpres Nomor 108 Tahun 2022 tentang Rencana Kerja Pemerintah Tahun 2023. 


Dalam Perpres tersebut pemerintah menganggarkan Rp235,46 miliar untuk food estate. Sejak pemerintahan Jokowi, food estate telah dilaksanakan di beberapa provinsi di antaranya yaitu Sumatra Utara, Jawa Tengah, Jawa Barat, Jawa Timur, Kalimantan Tengah, NTT, Papua dan Papua Selatan.


Masing-masing wilayah memiliki tanaman-tanaman tertentu yang telah ditentukan oleh pemerintah. Misalnya di Kalimantan Tengah difokuskan tanaman padi, kelapa genjah, dan peternakan bebek.


Sumatra Utara dikembangkan tanaman hortikultura terutama bawang, di Jawa Tengah difokuskan tanaman hortikultura dan seterusnya. Lantas benarkah program ini dapat dijadikan harapan untuk mewujudkan ketahanan pangan yang akan menyejahterakan rakyat atau justru menyengsarakan?


Harapan atau Justru Kesengsaraan?


Pengembangan kebijakan food estate ini seakan menjadi harapan untuk masyarakat dengan terpenuhinya pangan dalam negeri dengan program budidaya setiap wilayah dengan luas lahan yang fantastis dan dana yang tidak sedikit. 


Nyatanya, program ini banyak mengalami kegagalan, bahkan justru membuat rakyat makin sengsara. Dalam berjalannya program ini telah terjadi pembukaan hutan secara besar-besaran untuk ditanami tanaman pangan seperti padi.


Akibatnya terjadi kerusakan lingkungan seperti banjir dan longsor di wilayah tersebut, karena padi bukanlah tanaman yang dapat menyerap banyak air seperti halnya tanaman-tanaman keras di hutan. Selain itu, padi yang ditanam pun tidak tumbuh.


Hal ini telah membuat bencana terjadi dan membuang tenaga, waktu, dan anggaran yang dikeluarkan. Beberapa wilayah lainnya program ini juga tidak berjalan dikarenakan tanaman yang ditentukan pemerintah tidak sesuai dengan jenis tanah dan masyarakat pun seperti dipaksa untuk menanam tanaman yang menurut warga sekitar bukanlah yang menjadi kebutuhan masyarakatnya.


Seperti contoh kasusnya di Desa Ria-Ria Sumatra Utara yang masyarakat setempat keberatan dengan ketentuan pemerintah untuk memfokuskan menanam bawang merah, yang sebelumnya petani lebih memfokuskan untuk menanam padi.


Tak cukup sampai di situ, tanah milik masyarakat di desa tersebut juga dirampas paksa, dikutip dari (bbc.com, 04-10-2024). Para perempuan adat di Desa Ria-Ria berjuang di garda terdepan untuk mempertahankan tanah milik mereka yang dirampas untuk program food estate.


Namun, mengapa pemerintah tetap ingin melanjutkan program food esate ini setelah diketahui banyaknya kegagalan yang terjadi? 



Food Estate untuk Siapa?


Adanya kebijakan program food estate pada nyatanya mangkrak dan lahan-lahan hutan yang seharusnya rimbun dengan pepohonan. Akibat dari kebijakan ini hutan menjadi gundul dengan adanya pembabatan hutan skala besar.


Misalnya saja kasus di Kalimantan Tengah, proyek Indonesia Cina telah mengembangkan lahan 1 juta hektar sawah untuk ditanami padi di lahan hutan. Cina sebagai penyedia alat dan teknologi pertaniannya, sedangkan para pengusahalah yang akan melaksanakan teknis pertaniannya.


Akhirnya padi pun tidak tumbuh dan yang ada hanyalah efek lingkungan disisakan yang akan berimbas pada masyarakat setempat berupa banjir dan tanah longsor. Padahal, para petani tersebut telah berulang kali menyampaikan bahwa tanaman padi tidak cocok untuk di lahan tersebut.


Jadi, bukan sebuah rahasia lagi bahwa program ini diciptakan bukan demi kesejahteraan rakyat. Berkedok kepentingan rakyat namun sejatinya agar masih ada rakyat yang menganggap pemerintah telah berusaha bekerja dan berupaya dalam menyejahterakan rakyat dengan penyediaan lumbung pangan untuk mencukupi kebutuhannya. 


Politik demokrasi kapitalisme-lah yang menjadi akar masalah dari ketidaktersediaan pangan yang cukup untuk masyarakat. Karena siapa pun pemimpinnya, tidak akan bisa lepas dari jeratan oligarki atau para pemilik modal.


Karena mereka telah membiayai kampanye para pemimpin yang akan mencalonkan diri sehingga wajar jika tidak ada penguasa atau pemimpin dalam sistem kapitalisme yang serius melayani dan bertanggung jawab untuk kepentingan rakyatnya. 


Justru kebijakan dibuat hanya untuk kepentingan dan kesejahteraan oligarki atau pemilik modal tersebut. Lantas, sistem seperti apakah yang akan menjamin kesejahteraan rakyat? Dan bagaimana cara Islam menyolusi masalah ketahanan pangan bagi rakyat tanpa harus menyengsarakan rakyat?


Cara Islam Mewujudkan Kedaulatan Pangan


Sistem Islam tidak akan mendahului kepentingan oligarki di atas kepentingan rakyat. Karena pemimpin dalam Islam wajib menjadi pelayan bagi rakyat dan menjadikan kedaulatan berada di tangan syarak.


Kebijakan yang dikeluarkan haruslah sesuai dengan aturan yang telah ditetapkan oleh hukum syarak dan tidak akan pernah diputuskan berdasarkan hawa nafsu manusia yang rakus dan tamak. Aturan dari Allah adalah yang paling sempurna yang cocok untuk mengatur kehidupan manusia seluruhnya.


Tidak ada biaya politik dalam sistem Islam sehingga pemimpin dalam Islam adalah pemimpin yang bebas dari keterikatan dengan oligarki dan para pemilik modal. Hanya akan tunduk pada perintah Allah dan Rasul-Nya dalam membuat sebuah kebijakan.


Berikut mekanisme negara dengan sistem Islam dalam mewujudkan kedaulatan pangan:


1. Penyediaan lahan pertanian oleh negara. Negara akan menyediakan lahan pertanian dengan tetap menjaga agar tidak terjadi alih fungsi lahan. Negara tidak membiarkan tanah yang menganggur, karena Islam juga telah mengatur terkait hukum pertanahan. Distribusi tanah hanya untuk orang yang mampu mengelolanya dan ada larangan untuk menelantarkan tanahnya lebih dari 3 tahun.


2. Penyediaan alat-alat dan faktor produksi oleh negara. Negara wajib memiliki kemandirian dalam penyediaan alat-alat dan faktor produksi untuk menunjang kebutuhan para petani sehingga dalam mengelola lahannya dapat menggunakan alat dan tekonologi yang mumpuni bisa terjangkau oleh petani. Hasil pertanian pun akan lebih maksimal dalam pengadaan produksi. 


3. Penyediaan anggaran oleh negara. Negara memiliki tempat penyimpanan harta yang disebut Baitulmal. Baitulmal memiliki sumber-sumber pemasukan di antaranya yaitu pos fai, kharaj, pos kepemilikan umum, dan pos zakat. Baitulmal inilah yang akan menunjang kebutuhan masyarakat khususnya para petani untuk menyediakan pangan yang cukup untuk kebutuhan seluruh rakyat dalam negara tersebut.


Sangat berbeda dengan apa yang dilakukan oleh penguasa hari ini, yang menggunakan anggaran yang berasal dari pajak rakyat, bahkan merampas lahan rakyat yang diakui sebagai tanah milik pemerintah. Selain itu hasilnya nihil, bahkan yang tersisa hanyalah kerusakan lingkungan. 


4. Negara wajib memperhatikan aspek lingkungan. Negara tidak akan menyerahkan pada swasta maupun asing untuk mengelola lahan dalam negara. Namun, mengelolanya sendiri atau diserahkan kepada rakyat dengan luas lahan yang ditentukan oleh negara dan diberlakukan kebijakan yang ketat terhadap amdal serta memastikan terjaganya kelestarian lingkungan. 


Demikian pengaturan sistem Islam yang diterapkan dalam skala negara, yang akan menjadi harapan sebenarnya untuk rakyat, Islam akan menjadi rahmat bagi seluruh alam. 


Terlihat dari bagaimana negara menerapkan aturan Islam yang dapat menyejahterakan semua masyarakatnya baik muslim maupun nonmuslim selama berada dalam naungannya. Serta hewan-hewan dan tumbuhan pun merasakan kerahmatan dari penerapan Islam, dengan terjaganya kelestarian lingkungan dan alamnya. Wallahualam bissawab. [SM/MKC]

Menggugat Tanggung Jawab Negara dalam Menjamin Keamanan Obat dan Pangan

Menggugat Tanggung Jawab Negara dalam Menjamin Keamanan Obat dan Pangan




Tanggung jawab negara

dalam mengurusi rakyat patut dipertanyakan

_____________________________


Penulis Fatimah Al Fihri

Kontributor Media Kuntum Cahaya dan Apoteker Alumni UGM


KUNTUMCAHAYA.com, OPINI - Sejumlah wilayah di Indonesia tengah digegerkan oleh kasus Kejadian Luar Biasa Keracunan Pangan (KLBKP) akibat konsumsi jajanan la tiao asal Cina.


Beberapa daerah yang melaporkan adanya keracunan massal yaitu Lampung, Sukabumi, Wonosobo, Tangerang Selatan, Bandung Barat dan Pamekasan. Adapun korban keracunan mayoritas anak-anak yang duduk di bangku sekolah dasar (SD). (cnbcindonesia.com, 02-11-2024)


Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) merespons kejadian ini dengan melakukan penarikan terhadap 73 produk la tiao yang terdaftar di BPOM hingga dipastikan aman beredar.


Kepala BPOM Taruna Ikrar mengatakan hasil uji laboratorium dari produk la tiao ditemukan adanya indikasi kontaminasi bakteri Bacillus cereus. Bakteri ini dapat menghasilkan senyawa yang bersifat racun untuk tubuh. Gejala keracunan yang dialami dapat berupa sakit perut, pusing, mual dan muntah. (kompas.com, 02-11-2024)


Potret Buram Keamanan Pangan


Sebelum kasus keracunan la tiao ini menyeruak, Indonesia pernah mengalami kasus keracunan yang serupa yakni keracunan obat sirup pada anak-anak. Kasus ini terjadi pada tahun 2022, diawali dengan munculnya lonjakan kasus Gagal Ginjal Akut (GGA) yang dialami oleh anak pada bulan Agustus hingga Oktober.


Kasus ini diduga kuat disebabkan oleh tingginya cemaran zat kimia berbahaya yaitu Etilen Glikol (EG) dan Dietilen Glikol (DEG) pada pelarut obat sirup yang beredar. Cemaran ini diduga muncul karena penggunaan pelarut Propilen Glikol (PG) dan Poli Etilen Glikol (PEG) melebihi ambang batas aman.


Etilen Glikol dan Dietilen Glikol adalah senyawa yang berbahaya jika dikonsumsi oleh tubuh. Karakteristiknya yang manis, menjadikan EG dan DEG kerap disalahgunakan sebagai bahan pelarut obat. 


Etilen Glikol apabila masuk ke tubuh akan mengalami proses metabolisme oleh enzim kemudian menghasilkan asam glikolat dan asam oksalat. Asam oksalat yang membentuk kristal inilah yang mengakibatkan kerusakan pada ginjal.


Sampai dengan tanggal 5 Februari 2023, kasus gagal ginjal anak telah mencapai angka 326 kasus yang tersebar di seluruh provinsi di Indonesia. Sebanyak 204 anak dilaporkan meninggal dunia, sedangkan sisanya telah sembuh dan 6 orang masih menjalani perawatan.


Meskipun sebelumnya telah ditetapkan tersangka atas kasus ini yaitu PT Afi Farma, PT Tirta Buana Kemindo, PT Fari Jaya, CV Anugrah Perdana Gemilang, dan CV Samudera Chemical. Dengan adanya penambahan dua kasus baru pada tahun 2023 ini menimbulkan pertanyaan besar, “Apakah obat-obatan sirup yang telah terverifikasi aman menurut BPOM itu benar-benar aman?’’


Kala itu BPOM dan jajaran kementerian lainnya (kementerian kesehatan dan kementerian perdagangan) bersikap defensif seolah-olah tidak mau disalahkan. Hal ini juga diungkapkan oleh anggota komisi VI DPR Andre Rosiade dalam rapat dengar pendapat di BKN (03-11-2022). Ia menuturkan bahwa kepala BPOM Penny Lukito seolah-olah melempar tanggung jawab dengan menyalahkan kemendag. 


BPOM berdalih pihaknya tidak dapat melakukan pengawasan terhadap produk pelarut PG dan PEG yang diimpor oleh industri farmasi karena kedua produk tersebut masuk ke Indonesia tanpa melalui Surat Keterangan Impor (SKI) yang dikeluarkan oleh BPOM.


Dalam arti lain, kedua produk tersebut tidak tergolong kategori pharmaceutical grade yang memiliki tingkat kemurnian tinggi. BPOM menegaskan PG dan PEG tidak masuk ke Indonesia melalui SKI melainkan melalui kemendag karena tergolong non pharmaceutical grade (produk non farmasi).


Di sisi lain, kemendag berdalih obat impor yang masuk ke Indonesia sudah merupakan rekomendasi dari kemenkes. Kemendag tidak dapat mengeluarkan izin impor jika belum ada rekomendasi dari kemenkes.


Adapun terkait impor bahan baku PG dan PEG, komoditas tersebut tidak termasuk ke dalam komoditas larangan terbatas (lartas) sehingga kemendag tidak mengatur importasi komoditas tersebut.


Pada akhirnya, meskipun telah ditetapkan tersangka atas kasus ini, publik bisa menilai sikap para lembaga negara ini sangat tidak pantas dipertontonkan. Kasus ini telah merenggut ratusan nyawa anak-anak tetapi lembaga negara alih-alih menampilkan sikap tanggung jawabnya, justru mengedepankan sikap saling tuduh dan menyalahkan. 


Padahal keamanan obat dan pangan sepenuhnya menjadi tanggung jawab negara karena menyangkut hajat hidup seluruh warga negara. Sayangnya, harapan tersebut masih sangat jauh karena kasus serupa kembali terulang dengan maraknya keracunan produk la tiao asal Cina. 


Harus seberapa banyak korban berjatuhan agar negara benar-benar serius menjamin keamanan pangan warga negaranya?



Tanggung Jawab Negara


Dengan adanya kasus KLB keracunan pangan untuk kedua kalinya, hal ini membuktikan bahwa negara tidak melakukan introspeksi atas kejadian sebelumnya.


Negara seharusnya menjalankan fungsi pengawasan pangan dengan sebaik-baiknya terutama untuk bahan pangan impor. Misalnya dengan melakukan uji kelayakan secara menyeluruh sehingga dapat dipastikan aman sebelum beredar ke masyarakat. Jika negara tidak menjalankan fungsi pengawasan ini dengan baik dan benar, maka tanggung jawab negara dalam mengurusi rakyat patut dipertanyakan.


Inilah bukti ketika negara dalam sistem sekularisme hanya berperan sebagai regulator, bukan pengurus rakyat. Paham sekuler yang diadopsi oleh negara telah memisahkan agama dari kehidupan bernegara sehingga negara hanya berperan mengawasi saja, tidak benar-benar turun tangan mengatasi problematik rakyatnya. 


Acapkali negara berlepas tangan terhadap kepengurusan rakyat ini. Dalam kasus gagal ginjal anak, lembaga negara saling tuduh dan lempar tanggung jawab.


Penjatuhan sanksi hanya dibebankan kepada pelaku usaha atau perusahaan farmasi saja. Sementara pejabat negara tidak turut bertanggung jawab atas kelalaian mereka dalam meloloskan produk obat impor. 


Hal yang sama terjadi dalam kasus keracunan la tiao. Alih-alih berbenah untuk melakukan uji kelayakan produk pangan impor, negara justru ‘kecolongan’ untuk kedua kalinya.


Polanya selalu sama yaitu ada kejadian dulu atau ada korban dulu barulah dilakukan pengujian kelayakan. Setelah itu barulah dilakukan pencabutan izin edar. Jika pola seperti ini terus diulang-ulang, rakyatlah pihak yang paling dirugikan. Seharusnya negara menjalankan peran preventif, selain peran kuratif.


Sistem Islam Mengurus Umat


Dalam Islam, negara berkewajiban melakukan kepengurusan rakyatnya termasuk menjamin keamanan obat dan pangan yang dikonsumsi oleh rakyatnya. 


Negara Islam akan menetapkan kebijakan keamanan pangan dengan mekanisme berikut:


Pertama, mengeluarkan kebijakan yang mengatur regulasi industri makanan, minuman, dan obat-obatan agar memenuhi standar halal dan tayyib (baik) serta aman. Termasuk di dalamnya pengaturan terkait uji kelayakan bahan baku impor, uji cemaran toksin dan mikroba, dan standar proses pembuatan pangan yang baik.


Kedua, melakukan pengawasan secara detail terhadap produk pangan dan obat-obatan baik sebelum beredar di masyarakat maupun setelah beredar di masyarakat. Sebelum beredar, harus dipastikan produk pangan dan obat-obatan lolos uji kelayakan. Setelah beredar, harus dipastikan tidak ada oknum-oknum nakal yang mengoplos produk dengan menambahkan senyawa kimia berbahaya. 


Ketiga, melakukan edukasi secara berkala melalui fasilitas layanan kesehatan, media sosial, dan penyebaran pamflet/leaflet. Informasi mengenai pangan dan obat-obatan yang halal dan tayyib harus dipastikan sampai ke seluruh lapisan masyarakat.


Keempat, menjatuhkan sanksi yang tegas kepada pelaku yang menyalahi aturan tanpa pandang bulu. Hukum harus ditegakkan secara adil, tidak boleh tumpul ke atas namun tajam ke bawah. Pejabat negara apabila terbukti bersalah maka akan dihukum sesuai aturan yang berlaku.


Demikian cara Islam menyelesaikan permasalahan KLBKP. Islam mewajibkan negara hadir sebagai pelayan rakyat, tidak hanya sebagai regulator. Wallahualam bissawab. [EA/MKC]