Featured Post

Recommended

Politik Statistik: Otak-Atik Angka Demi Citra Publik

Inilah potret kehidupan di bawah sistem kapitalisme angka statistik bisa dipoles untuk membentuk citra _________________________ Penulis Naf...

Alt Title
Politik Statistik: Otak-Atik Angka Demi Citra Publik

Politik Statistik: Otak-Atik Angka Demi Citra Publik



Inilah potret kehidupan di bawah sistem kapitalisme

angka statistik bisa dipoles untuk membentuk citra

_________________________


Penulis Nafisusilmi

Kontributor Media Kuntum Cahaya


KUNTUMCAHAYA.com, OPINI - Badan Pusat Statistik (BPS) merilis data terbaru. Persentase kemiskinan pada 2025 turun tipis sebesar 0,1 persen dari 8,47 persen di 2024 menjadi 8,37 persen. Data tersebut menunjukkan bahwa jumlah penduduk miskin berkurang sekitar 210 ribu orang.


Namun, di balik penurunan itu masih ada 23,85 juta jiwa yang hidup dalam keterpurukan. Lebih ironis lagi, BPS justru mencatat kemiskinan di wilayah perkotaan meningkat hingga 220 ribu orang. Fakta ini disampaikan langsung oleh Kepala BPS Amalia Adininggar Widyasanti kepada Presiden Prabowo. (BBCNews.com, 25-07-2025)


Inilah potret kehidupan di bawah kapitalisme. Angka statistik bisa dipoles untuk membentuk citra, sementara realitas di lapangan tetap pahit.


Kapitalisme Membuat Jurang Kemiskinan


Kapitalisme menjadi penyebab utama karena memberi kebebasan kepemilikan yang memungkinkan korporasi dan swasta menguasai kekayaan umum. Alih-alih untuk kesejahteraan rakyat, sumber daya justru mengalir ke segelintir pihak.


Beberapa faktor yang memperburuk kemiskinan antara lain:


• Penurunan pendapatan masyarakat: Kenaikan upah minimum tidak sebanding dengan lonjakan harga kebutuhan pokok, transportasi, dan pendidikan.


• Kenaikan biaya hidup yang terus meroket: Seperti tarif air, listrik, gas, dan BBM.


• Kesulitan mencari pekerjaan: Lapangan kerja tidak mampu menyerap angkatan kerja baru.


• Kesenjangan sosial: Perbedaan tajam antara kaya dan miskin, kota dan desa, serta akses terhadap pendidikan.


Solusi Islam dalam Mengentaskan Kemiskinan


Islam menawarkan mekanisme menyeluruh untuk mengatasi kemiskinan, berlandaskan syariat yang adil dan holistik.


1. Pengaturan Kepemilikan yang Adil


Islam mengatur kepemilikan secara adil untuk memastikan agar kekayaan beredar merata dan tidak hanya terpusat pada segelintir orang. Allah Swt. berfirman dalam surat Al-Hasyr (9) ayat 7:


"Agar harta itu tidak hanya beredar di antara orang-orang kaya saja di antara kalian."


Dalam Nizhamul Iqtishadiy (sistem ekonomi Islam) karya Syekh Taqiyuddin an-Nabhani, kepemilikan dibagi menjadi tiga jenis:


Kepemilikan Umum: Meliputi seluruh kekayaan alam seperti minyak, gas, tambang, nikel, dan garam. Haram dimiliki individu atau swasta.


Kepemilikan Negara: Sumber pemasukan seperti kharaj (pajak yang dikenakan pada nonmuslim), fa’i (harta yang diperoleh umat Islam tanpa melalui peperangan), dan jizyah (harta yang dikenakan pada nonmuslim sebagai bentuk perlindungan dan keamanan).


Kepemilikan Individu: Meliputi tanah, ladang, warisan, dan aset pribadi.


Perlu ditekankan bahwa pembagian kepemilikan ini tidak boleh tercampur atau dipindahtangankan secara sewenang-wenang.


2. Syariat Zakat, Infak, dan Sedekah


Islam memiliki syariat wajib seperti zakat (baik zakat fitrah maupun zakat mal dari emas, perak, binatang ternak, perdagangan), serta infak dan sedekah. Islam mendorong orang yang mampu untuk mengeluarkan sebagian hartanya guna membantu yang tidak mampu, baik secara langsung maupun melalui Baitulmal atau pos zakat.


Dana zakat ini didistribusikan kepada delapan golongan (asnaf) yang telah ditetapkan Allah dalam QS. At-Taubah (9) ayat 60:


Fakir: Orang yang tidak memiliki harta dan pekerjaan.


Miskin: Seseorang yang memiliki uang atau pekerjaan, tetapi masih belum cukup untuk memenuhi kebutuhannya.


Amil Zakat: Petugas yang bertanggung jawab mengumpulkan dan mendistribusikan zakat.


Muallaf: Seseorang yang baru saja menjadi muslim atau diharapkan menjadi muslim.


Riqab: Seorang budak (dalam istilah modern, dapat berarti upaya membebaskan diri dari perbudakan atau ketergantungan).


Gharimin: Seseorang yang memiliki utang dan tidak mampu membayarnya.


Fisabilillah: Orang yang berjuang pada jalan Allah, sebagaimana mereka yang terlibat dalam penyebaran agama Islam, pendidikan, atau kesejahteraan masyarakat.


Ibnu Sabil: Seorang musafir yang bepergian dan kehabisan perbekalan selama perjalanannya.


3. Penyediaan Lapangan Pekerjaan oleh Negara


Negara wajib membuka peluang kerja di sektor pertanian, perdagangan, jasa, dan industri sehingga laki-laki mampu menunaikan kewajiban nafkah.


4. Jaminan Kebutuhan Dasar Rakyat oleh Negara


Negara dalam Islam memiliki kewajiban untuk menjamin kebutuhan dasar rakyatnya secara gratis tanpa diskriminasi meliputi pendidikan, kesehatan, dan keamanan.


Dengan penerapan Islam secara kafah, kemiskinan bukan hanya dapat dikurangi, tetapi diberantas habis dari akarnya. Wallahualam bissawab. [GSM/MKC]

Tantangan dan Strategi Pertahanan Negara di Era Digital

Tantangan dan Strategi Pertahanan Negara di Era Digital



Media sosial menjadi dunia baru

bagi sebagian masyarakat di era digital saat ini 

________________________


Penulis Insaniati Rahmani

Kontributor Media Kuntum Cahaya dan Aktivis Dakwah


KUNTUMCAHAYA.com, OPINI - Pemerintah Republik Indonesia memaparkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 17 Tahun 2025 tentang Tata Kelola Penyelenggaraan Sistem Elektronik dalam Perlindungan Anak atau PP TUNAS sebagai model acuan global dalam melindungi anak-anak di dunia ruang digital kepada organisasi telekomunikasi international yaitu International Telecommunications Union (ITU).


"PP TUNAS memperlihatkan tanggung jawab Indonesia yang melindungi anak-anak secara online demi kesehatan dan kesejahteraan generasi muda," ungkap Menteri Komunikasi dan Digital (Menkomdigi) Meutya.pada Rabu (09-07-2025) saat menghadiri pertemuan dengan Sekretaris Jenderal lnternasional Telecommuicationals Union (lTU) Doreen Bogdan-Martin di Jenewa, Swiss. (Infopublik.com, 10-07-2025)


Media sosial menjadi dunia baru bagi sebagian masyarakat di era digital saat ini. Bahkan, banyak  anak di bawah umur yang sudah mahir memainkan sosmed. Penyalahgunaan media sosial menjadi salah satu ancaman bagi generasi. Orang tua yang seharusnya mengawasi anak-anaknya juga turut larut berselancar di sosial media. Mereka tidak memikirkan dampak ke depan untuk anak-anaknya.


Ada banyak persoalan yang muncul akibat kemajuan dunia digital. Penggunaan gadget yang terlalu intens di usia dini menjadikan  anak-anak makin rentan terhadap ancaman siber. Bahkan banyak sekali konten bertebaran di media sosial yang menjadi penyebab adanya kekerasan pada mereka. 


Konten-konten tidak senonoh dan minim manfaat yang seharusnya tidak ditayangkan justru diloloskan. Akibatnya, tidak sedikit anak-anak yang menonton akan menjadikan konten tersebut sebagai tuntunan mereka. Di zaman yang makin canggih seperti saat ini, para orang tua memiliki PR lebih berat.


Media sosial memiliki manfaat yang siginifikan, tetapi memiliki beberapa dampak negatif pula. Misalnya, seperti penurunan produktivitas karena waktu yang seharusnya digunakan untuk hal-hal penting seperti bekerja atau belajar terbuang hanya untuk scrolling. Terganggunya interaksi sosial, pengguna media sosial cenderung lebih fokus pada interaksi online daripada bertatap muka secara langsung.


Hal ini adalah buah dari minimnya literasi digital dan juga lemahnya iman akibat sistem pendidikan yang berbasis sekuler. Namun mirisnya, negara tidak memberikan perlindungan yang nyata. Terlebih lagi arus digitalisasi memiliki banyak keuntungan dari segi materi yang membuat aspek keselamatan luput dari perhatian selama mendapatkan keuntungan.


Ancaman siber makin canggih sehingga negara perlu terus menyesuaikan dan meningkatkan kemampuannya dalam menghadapi tantangan tersebut. Dengan adanya kerja sama yang baik antara pemerintah dan masyarakat, serta didukung oleh aturan yang kuat dan fasilitas yang aman, negara dapat menciptakan ruang siber yang aman dan bermanfaat bagi seluruh masyarakat. 


Namun sayangnya, di sistem saat ini justru keamanan dari serangan siber sangat minim. Hal ini menunjukkan bahwa negara tidak mampu memberikan sistem perlindungan yang utuh. Meskipun sudah dilakukan beberapa upaya, seperti di salah satu forum internasional (KemenPAN RB, 2025) tentang pengenalan PP TUNAS (Perlindungan Pengguna Telekomunikasi dan Siber). Namun, dalam praktiknya ruang digital masih sangat bebas dan berbahaya karena selama arus digitalisasi dapat menguntungkan secara ekonomi, maka aspek keselamatan dan moral dianggap bukan prioritas utama negara.


Negara bertanggung jawab atas keamanan data diri masyarakat. Maka negara harus membuat aturan yang jelas dan ampuh untuk keamanan siber guna melindungi data pribadi dan mencegah kejahatan ruang digital. Pemerintah juga harus memperhatikan bahwa fasilitas digital yang  dibangun aman dan juga mampu mengantisipasi ancaman siber yang makin berkembang.


Meningkatkan literasi digital di tengah-tengah masyarakat juga sangat dibutuhkan agar masyarakat mampu melindungi diri dari ancaman siber dan menggunakan ruang siber dengan bijak. Peran negara dalam ruang siber sangat penting, termasuk dalam pembuatan aturan keamanan siber, pembangunan fasilitas digital yang aman, serta kesadaran dan literasi masyarakat terkait keamanan siber.


Negara wajib membangun sistem teknologi digital yang mandiri tanpa ketergantungan pada infrastruktur teknologi asing agar negara mampu mewujudkan informasi sehat bagi masyarakat, ruang siber syar’i dan bebas pornografi. Peran negara sebagai pelindung sangat dibutuhkan dan terwujudnya negara yang memperhatikan rakyatnya hanya dengan tegaknya Khil4fah.


Sebagaimana yang disabdakan Rasulullah saw.,


"Sesungguhnya imam (pemimpin) adalah perisai, mereka berperang dari belakangnya, dan berlindung dengannya. Jika ia memerintahkan ketakwaan kepada Allah dan berlaku adil, maka ia mendapatkan pahala. Jika ia memerintahkan selain itu, maka ia menanggung dosanya." (HR. Muslim)


Negara Islam akan memberikan arahan pada pengembangan teknologi, termasuk dunia siber. Negara juga memberi panduan dalam memanfaatkan dunia digital dan semua itu untuk menjaga kemuliaan manusia dan keselamatan dunia akhirat.


Khil4fah menjadi satu-satunya solusi yang efektif untuk memberantas sistem bobrok yang masih eksis hingga saat ini, sistem yang selalu menyengsarakan rakyat, bahkan juga bisa mengancam keselamatan seseorang. Digantinya kapitalisme dengan sistem Islam merupakan solusi yang hakiki. Wallahuaalam bissawab. [Luth/MKC]

Anak Membutuhkan Perlindungan Hakiki dari Negara

Anak Membutuhkan Perlindungan Hakiki dari Negara



Kondisi kemiskinan dengan ekosistem TPPO yang kuat

membuat perempuan berada dalam pusaran kejahatan

________________________


Penulis Sri Wulandari

Kontributor Media Kuntum Cahaya 


KUNTUMCAHAYA.com, OPINI- Tepat tanggal 23 Juli 2025 kemarin diperingati sebagai Hari Anak Nasional (HAN). Hari Anak Nasional 2025 mengusung tema besar “Anak Hebat, Indonesia Kuat Menuju Indonesia Emas 2045.”


Sebuah tema yang luar biasa dapat membangkitkan harapan. Meningkatkan rasa semangat dan menyiratkan kepercayaan bahwa anak-anak hari ini adalah kunci bagi perubahan generasi bangsa di masa depan.


Namun sayangnya, fakta di lapangan jauh dari semangat tersebut. Hari Anak Nasional (HAN) tidak ada perubahan makna, malah masalah terkait anak makin bertambah. Di balik slogan optimistik itu, Indonesia masih menjadi salah satu negara dengan perlindungan anak yang buruk. Bahkan, anak-anak tidak terlindungi sejak dalam kandungan.


Sindikat Penjualan Bayi Bukti Kegagalan Sistemik


Belum lama ini, kasus perdagangan bayi kembali terjadi. Beberapa waktu lalu, publik dikejutkan dengan kasus yang berhasil diungkap oleh Direktorat Reserse Kriminal Umum (Ditreskrimum) Polda Jawa Barat mengenai sindikat penjualan bayi lintas negara yang diduga berkaitan dengan jaringan perdagangan orang (TPPO). Direktur Kriminal Umum Polda Jabar Kombes Pol Surawan juga mengatakan sindikat jual beli bayi yang telah menjual sebanyak 24 bayi ke Singapura. (beritasatu.com, 27-07-2025)


Mirisnya lagi ternyata perdagangan bayi sudah beroperasi sejak tahun 2023 dengan jumlah bayi yang makin bertambah tiap tahunnya (bbc.com, 28-07-2025). Kasus ini bukan sekadar kejahatan kemanusiaan semata, tetapi merupakan bukti nyata dari gagalnya sistem saat ini yakni kapitalisme. 


Modus penjualan bayi ini menyasar para perempuan yang memiliki kondisi yang jauh dari kata sejahtera. Dengan kondisi kemiskinan saat ini, kejahatan dan penelantaran merupakan hasil dari keputusan politik untuk mengarahkan pembangunan ekonomi Indonesia. 


Kondisi kemiskinan dengan ekosistem TPPO yang kuat membuat perempuan berada dalam pusaran kejahatan dan menghilangkan sisi kemanusiaannya, baik sebagai manusia atau pun sebagai seorang ibu. Berbagai realitas ini seharusnya menjadi bahan kritik pada sejumlah kebijakan dan program bagi perempuan sebab berbagai program yang dibuat tidak memiliki dampak bagi kesejahteraan perempuan. 


Perempuan atau seorang ibu menjual anaknya bukanlah pelaku tunggal yang harus dihukum penuh. Mereka adalah korban dari lingkungan kemiskinan yang diciptakan oleh arah pembangunan ekonomi yang cacat dan tidak berpihak.


Kemiskinan yang mencekik, sistem sosial yang abai, dan lemahnya perlindungan negara terhadap kaum perempuan menghasilkan kondisi di mana menjual bayi bukanlah hal yang buruk dan masuk akal bagi sebagian orang. Tanpa melihat lagi akibat yang akan terjadi kedepannya. 


Namun mirisnya di tengah penderitaan ini, negara justru sering abai dan tidak dapat memberikan solusi yang benar-benar mampu menuntaskan permasalahan rakyat. Bahkan dalam beberapa kasus kejahatan, justru aparat pemerintah sendiri sering ikut terlibat dalam jaringan kejahatan tersebut.


Sistem Sekuler Kapitalis Akar Masalahnya


Kasus kejahatan seperti ini tidak akan lahir dari sebuah sistem yang benar. Namun sistem hari ini, yakni sekularisme kapitalis yang menjauhkan agama dari kehidupan sehingga semua tindak kejahatan marak terjadi seolah tanpa kendali. Termasuk perdagangan anak, bahkan orang tuanya sendiri yang menjualnya.


Moral dan hukum hanya berlaku untuk kaum elite dan yang mampu menguntungkan elite ekonomi dan politik. Sampai anak-anak diperlakukan seperti komoditas dilihat dari potensi “nilai jual” atau manfaat ekonominya.


Demikianlah ketika agama tak lagi menjadi standar aturan kehidupan, ketika kekuasaan lebih penting daripada nilai nyawa, maka tidak ada lagi yang dapat menjamin keselamatan anak. Tidak ada perlindungan sejati yang ada hanyalah berupa slogan-slogan dan peringatan seremoni tahunan.


Sistem Islam Menjaga Anak Sejak dalam Kandungan


Dalam sistem Islam, anak bukan hanya sebagai aset bangsa, tetapi mereka adalah amanah dari Allah yang wajib dijaga sejak awal kehidupan karena mereka merupakan generasi penerus untuk mewujudkan dan menjaga peradaban Islam yang mulia.


Islam memiliki berbagai mekanisme, salah satunya sistem sosial yang menjamin kesejahteraan hidup ibu dan anak. Mulai dari pemenuhan kebutuhan pokok hingga perlindungan terhadap nasab. Seorang ibu tidak akan berpikir untuk menjual bayinya karena negara akan memastikan hidupnya tercukupi. Sistem Islam tidak hanya melarang dan memberikan slogan keamanan, tetapi menyediakan mekanisme preventif, kuratif, hingga represif terhadap kejahatan yang menimpa umat.


Selain itu, Islam juga akan memberikan pendidikan Islam yang berbasis akidah yang akan membentuk individu menjadi bertanggung jawab melindungi anak-anak, termasuk orang tuanya dan semua pihak termasuk aparat negara. Negara akan menjadi pelindung, bukan sekadar penonton. Bahkan, aparat negara akan diadili jika ikut terlibat dalam kejahatan seperti ini.


Dengan sanksi tegas yang mampu memberikan efek jera, kejahatan seperti perdagangan bayi tidak akan dibiarkan terjadi bahkan sampai berkembang karena dalam sistem Islam kemuliaan manusia tidak bisa digadaikan demi uang apalagi untuk keuntungan negara.


Menuju Indonesia Emas? Bukan dengan Sistem yang Sama


Jika ingin mewujudkan "Indonesia Emas 2044," kita harus lebih dari sekadar menciptakan “anak hebat”. Kita harus menciptakan sistem hebat yang dapat memastikan tidak ada satu pun anak yang lahir dalam lingkaran ancaman kemiskinan, eksploitasi, atau penelantaran.


Untuk mendapatkan generasi emas memiliki akidah yang benar itu tidak akan bisa dicapai selama kita tetap membiarkan kapitalisme dan sekularisme menjadi dasar pijakan negeri ini. Mereka hanya akan lahir jika pindah dari sistem rusak menuju sistem Islam yang adil dan menyeluruh di segala aspek kehidupan. Wallahualam bissawab. [SM/MKC]

Perempuan Malam di Sekitar IKN

Perempuan Malam di Sekitar IKN




Perdagangan itu berkaitan dengan supply and demand

Selama ada permintaan terhadap perzinaan, maka layanan prostitusi akan tetap ada

______________________________


Penulis Siska Juliana

Tim Media Kuntum Cahaya


KUNTUMCAHAYA.com, OPINI -Ibu Kota Nusantara (IKN) baru-baru ini menjadi perbincangan hangat sebab banyaknya pekerja seks komersial (PSK) di sana. Hal ini tentu menjadi perhatian dari berbagai pihak, termasuk menteri hingga DPR. Lantas, bagaimana peristiwa ini dapat terjadi? 


PSK di Sekitar IKN


Otorita IKN diminta oleh Muhammad Khozin anggota Komisi II DPR untuk menyelesaikan masalah prostitusi ini. Kepala Otorita IKN Basuki Hadimuljono merasa khawatir kabar soal PSK ini dapat mengganggu kinerja ASN. Ia menegaskan jika praktik prostitusi bukan persis terjadi di IKN, tetapi di beberapa daerah sekitarnya seperti Kecamatan Sepaku di Kabupaten Penajam Paser Utara yang berjarak 3 km dari kawasan inti IKN. 


Di wilayah Kecamatan Sepaku telah dilakukan tiga kali operasi penertiban. Hasilnya, terjaring 64 orang perempuan diduga PSK. Mereka ada yang berasal dari Bandung, Yogyakarta, Samarinda, Balikpapan, dan Makassar. Pelaku yang berasal dari luar daerah diminta meninggalkan wilayah tersebut dalam waktu dua sampai tiga hari. 


Modus yang dilakukan para pelaku ada 2, yaitu online dan offline. Secara online dengan menggunakan aplikasi MiChat, sedangkan offline terdapat di beberapa lokasi. Para pelaku menawarkan jasa dengan harga antara Rp400 ribu sampai Rp700 ribu sekali kencan. Dalam satu hari, mereka bisa melayani lima pelanggan. Hasilnya, uang yang mereka terima bisa tembus sampai Rp1,5 juta per hari. (cnnindonesia.com, 09-07-2025)


Antara PSK dan IKN 


Ibu kota negara selalu berkaitan dengan kehidupan PSK. Dahulu, sebelum Jakarta menjadi ibu kota Indonesia juga diramaikan oleh aktivitas prostitusi yang disikapi dengan membuka lokalisasi meskipun sarat kontroversi. 


Sejak 1960-an, orang-orang dari berbagai penjuru daerah berbondong-bondong datang ke Jakarta untuk mengadu nasib. Alhasil, muncul banyak permasalahan sosial, termasuk maraknya praktik prostitusi. Pada masa itu, tempat-tempat prostitusi menjamur hampir di seluruh wilayah Jakarta. Ada pula yang menjajakan diri menggunakan becak. Para PSK bekerja sama dengan tukang becak dan berkeliling untuk mencari pelanggan. Alhasil, saat itu kondisi Jakarta menjadi semrawut dan kumuh, serta menimbulkan keresahan sosial yang kompleks. 


Kala itu, Gubernur DKI Jakarta Ali Sadikin memutuskan untuk membuka lokalisasi agar ruang gerak PSK dapat dibatasi dan mudah dibina. Pembuatan lokalisasi itu terinspirasi dari Bangkok setelah kunjungannya ke Negeri Gajah Putih tersebut. 


Di tengah berbagai kontroversi yang mengiringi, kebijakan tersebut terus dilaksanakan. Akhirnya, tempat prostitusi seluas 12 hektare resmi ditutup pada tahun 1999 kemudian diubah menjadi pusat keagamaan.


IKN dalam Jebakan Sekularisme


Adanya praktik prostitusi berkaitan erat dengan kehidupan sekuler dalam masyarakat. Sekularisme menjadi penyebab maraknya kerusakan moral. Sistem sekuler telah menghasilkan individu yang tidak paham agama.


Syahwat dijadikan landasan berperilaku karena hanya berbekal akal manusia yang lemah. Perdagangan itu berkaitan dengan supply and demand. Selama ada permintaan terhadap perzinaan, maka layanan prostitusi akan tetap ada. Kapitalisme tidak peduli pada halal dan haram. Keuntungan adalah satu-satunya yang ingin diraih sehingga tidak peduli bisnisnya mengandung mudarat atau tidak bagi orang lain. 


Di sisi lain, negara sekuler tidak memiliki sanksi yang tegas dan menjerakan. Pihak yang bisa dipidana hanyalah muncikari dengan pasal Tindak Pidana Perdagangan Orang yang hukumannya maksimal 15 tahun penjara. 


Bagi PSK dan penggunanya bisa dijerat dengan pasal perzinaan. Sanksinya berupa pidana penjara maksimal 9 bulan. Itu pun hanya berlaku jika keduanya sudah memiliki suami atau istri dan diproses jika ada aduan dari pasangannya. Terdapat juga perda terkait prostitusi, hanya saja sulit terlaksana ketika yang bersangkutan memiliki uang dan jabatan, pelakunya kerap kebal hukum. 


Sistem ekonomi kapitalisme telah memiskinkan masyarakat. Seluruh urusan umat diserahkan kepada swasta oleh negara kapitalis. Penguasa dan rakyat hanya memiliki ikatan sebagai penjual dan pembeli. Alhasil, perekonomian makin terpuruk dan berimbas pada sempitnya lapangan pekerjaan. Akhirnya, banyak perempuan yang “terpaksa” berprofesi sebagai PSK demi bertahan hidup. 


Hal ini merupakan jebakan dari sistem kapitalisme. Dalam sistem ini, kemaksiatan tumbuh subur, salah satunya praktik prostitusi. Dengan demikian, mencampakkan sistem kapitalisme dan beralih pada sistem yang sahih menjadi urgen untuk dilakukan. Menerapkan sistem sahih, yaitu Islam merupakan suatu kewajiban yang telah jelas dalilnya. 


Sistem Islam Mencegah Kemungkaran 


Seluruh persoalan kehidupan mampu dijawab oleh Islam, termasuk mengenai prostitusi. Penerapan sistem Islam akan melahirkan individu-individu yang bertakwa. Halal dan haram menjadi tolok ukur perbuatannya. Begitu pun standar kebahagiaannya, yaitu rida Allah. Oleh karena itu, setiap individu senantiasa taat kepada Allah dan otomatis tidak akan ada permintaan prostitusi. 


Sistem Islam memiliki sanksi yang sangat menjerakan. Negara yang mengabaikan satu saja perintah Allah sudah merupakan kemungkaran dan setiap kemungkaran berdampak pada kerusakan masyarakat. 


“Jika zina dan riba sudah menyebar di suatu kampung, maka sesungguhnya mereka telah menghalalkan azab Allah atas diri mereka sendiri.” (HR. Al-Hakim, Al-Baihaqi, dan Ath-Thabrani)


Seluruh bentuk prostitusi hukumnya haram. Rajam dan jilid akan dijatuhkan pada PSK dan penggunanya. Hukuman cambuk 100 kali dan diasingkan selama setahun bagi yang belum menikah, sedangkan yang sudah menikah dikenai rajam. Takzir akan diberikan pada muncikari, hukumannya bisa saja lebih berat karena terkait dengan perdagangan manusia. 


Sistem ekonomi Islam mampu menjamin kesejahteraan masyarakat. Penguasa berperan untuk melayani rakyatnya. Inilah penyebab kehidupan umat terjamin, termasuk lapangan kerja. Terlebih, para perempuan mendapat jaminan nafkah dari suami dan para walinya, bahkan negara. Kehormatan perempuan senantiasa dijaga karena darinya akan lahir generasi yang siap membangun peradaban gemilang. 


Khatimah 


Demikianlah Islam menjamin kehidupan yang jauh dari kemaksiatan. Oleh karena itu, saatnya umat menyadari bahwa hanya dengan menerapkan Islam secara kafah segala kemungkaran dapat dicegah dan kemuliaan hidup akan didapat. Wallahualam bissawab.

Islam dan Tantangan Kejahatan Siber di Era Digital

Islam dan Tantangan Kejahatan Siber di Era Digital



Internet menjadi kebutuhan penting bagi masyarakat

dalam urusan pekerjaan, pendidikan, dan bersosialisasi

_________________________


Penulis Ika Fath

Kontributor Media Kuntum Cahaya 


KUNTUMCAHAYA.com, OPlNI - Akhir akhir ini kasus kekerasan anak dan perempuan marak terjadi. Menurut Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Arifah Fauzi kasus terhadap anak dan perempuan sebagian besar disebabkan oleh pengaruh dunia digital atau media sosial dan pengaruh pola asuh dari keluarga. Tercatat sejak Januari 2025 sampai 7 Juli 2025 ada 13.000 kasus terungkap. (Tempo.com, 11-07-25)


Menteri Kependudukan dan Pembangunan Keluarga (Mendukbangga)/Kepala BKKBN, Wihaji pun mengatakan bahwa penggunaan gadget pada remaja Indonesia kini kian masif dan menjadikannya rentan terkena ancaman siber. Memang betul teknologi diciptakan untuk membantu kita beraktivitas, tetapi jangan sampai teknologi yang menyetir kita dan menimbulkan masalah baru. (nusantaranews.net, 20-07-2025)

 

Internet menjadi kebutuhan penting bagi masyarakat untuk membantu urusan pekerjaan, pendidikan, dan bersosialisasi. Berkembangnya internet pun memicu makin beragamnya tantangan dan ancaman yang timbul di dunia siber. Perempuan dan anak paling rentan menjadi sasaran kejahatan siber.


Kejahatan siber seperti serangan ransomware, pedofil online, child grooming, pemerasan seksual online, love scam, penipuan online, cyberbullying, konten pelecehan, penyebaran hoaks, konten judol, pornografi, pornoaksi dan eksploitasi anak-anak di bawah umur makin tak terbendung. Mudahnya orang tua memberikan anak gadget tanpa pengawasan dan minimnya kewaspadaan orang tua dalam memberikan pemahaman batas-batas penggunaan gadget kepada anak menjadi salah satu faktor anak mudah terpapar oleh kejahatan siber. Ditambah lagi kurangnya filter dari negara terhadap konten-konten yang masuk dari Barat yang dikonsumsi oleh masyarakat.

 

Mekanisme Masuknya Kejahatan Siber


Bagai dua mata sisi koin yang tidak hanya banyak manfaat yang kita dapatkan dari penggunaannya. Teknologi digital, dunia siber juga menjadi lahan subur berbagai bentuk kejahatan siber (cybercrime) yang makin banyak dan sulit dikendalikan. Anak-anak sering menjadi ekploitasi seksual online, termasuk pembuatan dan distribusi konten pornografi anak, mereka rentan menjadi korban perundungan di dunia maya (cyberbullying) yang berdampak buruk pada kesehatan mental. 


Pelaku kejahatan siber sering menggunakan taktik grooming untuk memanipulasi anak-anak dan mendapatkan kepercayaan mereka untuk tujuan eksploitasi. Bagi perempuan dewasa maupun anak-anak sering menjadi sasaran pelecehan & pemerasan seksual online dengan ancaman peyebaran foto pribadi tanpa izin atau komentar di dunia maya yang merendahkan. Penyebaran data pribadi yang sering disalahgunakan untuk tujuan pencurian identitas dan penipuan.


Meningkatnya kasus siber terhadap anak dan perempuan dari waktu ke waktu bukan disebabkan oleh satu faktor saja, tetapi munculnya beberapa faktor yang saling berkaitan dan sistematis. Di antaranya impitan ekonomi membuat orang tua mau tidak mau harus keluar rumah untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarga. Mereka terpaksa mengabaikan pengasuhan anak-anaknya. Ditambah dengan kultur masyarakat yang sudah terpapar sekularisme, membuatnya memiliki pembenaran yang masuk akal atas hal itu.

 

Kehidupan yang menjunjung kebebasan berperilaku dari kultur sekularisme melahirkan masyarakat yang minim akidah, akhlak, dan pengetahuan terhadap digital. Mereka mudah terbawa arus pemikiran dan gaya hidup Barat tanpa memikirkan apakah itu baik untuk dirinya dan masa depannya. Abainya peran negara dalam mengedukasi literasi digital kepada masyarakat, kurangnya sosialisasi tentang pentingnya penggunaan digital dengan baik dan cara melindungi diri dari kejahatan siber menambah permasalahan masuknya kejahatan siber.

 

Lemahnya hukum terhadap penjahat siber dan negara yang tidak sepenuhnya serius menangani kejahatan siber ini, membuat para pelaku kejahatan tetap berkeliaran di tengah-tengah kita tanpa merasa terancam dan bersalah. Tidak ada efek jera atas hukuman yang diberikan penjahat siber. Mereka memanfaatkan kesempatan ini untuk terus melakukan kejahatan serupa demi tercapainya tujuan mereka. Hal ini tak akan selesai hanya dengan solusi masalah secara parsial sebab masalah kejahatan siber berdampak pada masalah-masalah berikutnya.

 

Islam Menjaga Perempuan dan Anak

 

Islam tidak hanya agama ritual saja. Islam mengatur tiga aspek, hubungan manusia dengan Sang Pencipta, hubungan manusia dengan dirinya sendiri, dan hubungan manusia dengan sesama manusia. Islam mengatur aspek hubungan manusia dengan manusia lainnya mencakup tanggung jawab sosial salah satunya penggunaan teknologi dan dunia digital.

 

Negara Islam yang menerapkan aturan Islam secara menyeluruh (kafah) yang menjadikan akidah Islam sebagai landasan hukum hadir sebagai pengurus dan penjaga umat. Negara Islam memberikan problem solving atas segala aspek manusia, aspek ekonomi, sosial, pendidikan, bahkan politik.


Penerapan Islam di aspek ekonomi misalnya, negara Islam akan memastikan ekonomi masyarakat stabil, mengelola SDA dengan baik dan diperuntukkan untuk kemaslahatan umat. Walhasil, kita tidak akan mendengar lagi kisah seorang ibu keluar dari rumah untuk mencukupi kebutuhan ekonomi keluarga hingga mengabaikan tugas utamanya. Tugas utamanya dalam membimbing dan membersamai anak, termasuk menjelajahi dunia digital.

 

Negara juga akan menerapkan sistem masyarakat yang islami. Dari lingkup terbesar ke lingkup terkecil (negara hingga keluarga). Negara akan menerapkan aturan Islam dalam mengelola informasi yang tersebar di tengah-tengah masyarakat sehingga informasi yang berkembang adalah informasi yang baik. Masyarakat akan saling mengontrol satu sama lain dengan amar makruf nahi mungkar.


Di lingkup keluarga, setiap anggota keluarga akan dibentengi oleh akidah Islam sehingga mudah untuk memfilter konten-konten yang mereka konsumsi. Melalui pemahaman Islam yang mereka miliki menjadi pegangan bagi mereka atas kejahatan yang timbul dari dunia digital.

 

Negara Islam juga akan menerapkan sistem pendidikan Islam yang berorientasi pada pembangunan peradaban dan kemaslahatan umat. Pendidikan Islam menghasilkan individu yang berkepribadian islam, inovator, problem solver dan menguasai IPTEK. Memiliki prinsip yang membentengi dirinya dari melihat dan menonton konten yang bermanfaat dan menjauhkan diri dari konten negatif, karena dia tahu Allah Swt. mengawasi semua yang dia lakukan.


Negara Islam akan menerapkan sistem hukum Islam. Negara akan memberikan hukum dan sanksi kepada penjahat penipuan digital dan penyebar konten pornografi. Sanksi yang mampu memberi efek jera, mencegah kerusakan sosial, dan menjaga ketertiban masyarakat. Negara Islam tidak akan membatasi ruang digital, tetapi menjadikan ruang digital memiliki manfaat dan membantu manusia menjadi hamba yang lebih baik dihadapan Allah Swt.. Wallahualam bissawab. [Luth/MKC]

Ironi Perdagangan Bayi Negara Kian Tak Peduli

Ironi Perdagangan Bayi Negara Kian Tak Peduli



Ironi perdagangan bayi berulang

Sejatinya, kasus tindak pidana perdagangan orang (TPPO) ini bukti kegagalan negara dalam menjaga rakyatnya

_________________________


Penulis Ledy Ummu Zaid 

Kontributor Media Kuntum Cahaya 


KUNTUMCAHAYA.com, OPINI - Anak sejatinya adalah anugerah dari Allah Subhanahu wa taala. Kehadirannya tentu dinantikan orang tua dan keluarga. Namun, apa jadinya jika sang anak tidak diinginkan? Banyak hal yang akhirnya nekat dilakukan orang tua maupun orang-orang yang tidak bertanggung jawab. Misalnya yang baru-baru ini terjadi, yakni kasus perdagangan bayi ke Singapura.


Perdagangan Bayi Persoalan yang Sistemis


Dilansir dari laman kompas.id (18-07-2025) terungkap bahwa tidak hanya 25 bayi yang dijual ke Singapura, melainkan berjumlah 35 bayi. Sejauh ini, lima bayi yang berhasil diselamatkan tengah dirawat di Panti Asuhan Bayi Sehat Muhammadiyah di Kota Bandung. Kemudian, satu bayi lainnya dirawat di Panti Sosial Kementerian Sosial. 


Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mendata 155 kasus pengaduan terkait penculikan, perdagangan, dan penjualan bayi. Hal ini terjadi dalam kurun waktu tahun 2021-2024. Adapun latar belakangnya beragam, mulai dari ekonomi, ketimpangan gender, kesengajaan orang tua sendiri hingga korban kekerasan seksual. 


Pada mulanya, sindikat perdagangan bayi melihat kondisi ibu hamil yang putus asa dan akhirnya memanfaatkan situasi ini. Walhasil, banyak korban yang terjebak pada tawaran di media sosial. Lebih lagi, masih banyak yang memandang anak sebagai objek yang bisa menguntungkan. Mereka tidak dianggap sebagai subjek yang berhak mendapat kasih sayang.


Di sisi lain, ternyata sistem kependudukan juga terlibat dalam perdagangan bayi ini. Ada bayi yang dibuatkan paspor hingga orang tua palsu yang memasukkan korban dalam kartu keluarganya.


Anggota Komisi II DPR RI Muhammad Khozin memandang lemahnya sistem keamanan di Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dispendukcapil) berpeluang adanya pemalsuan dokumen kembali, seperti yang dilansir dari laman mediaindonesia.com (18-07-2025). Oleh karenanya, ia mendesak Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) untuk meningkatkan pengawasan di berbagai tingkatan Dispendukcapil dan mengusut tuntas pemalsuan dokumen ini.


Ia menyayangkan sudah ada digitalisasi data pada Dispendukcapil, tetapi mengapa pemalsuan dokumen tetap tidak dapat terhindarkan. Hal Ini seharusnya menjadi reminder bagi Kemendagri mengingat persoalan ini terus berulang. Khususnya, setelah pegawai Dispendukcapil berhasil ditangkap dan bergabung dengan 12 tersangka lainnya. Memang benar perdagangan bayi ini merupakan persoalan yang sistemis.


Perdagangan Bayi Tak Terelakkan


Ironi perdagangan bayi berulang. Sejatinya, kasus tindak pidana perdagangan orang (TPPO) ini bukti kegagalan negara dalam menjaga rakyatnya. Dalam sistem kapitalisme sekuler, kasus semacam ini tentu tak terelakkan.


Kemiskinan yang membelenggu perempuan menjebak mereka dalam pengasuhan yang berat padahal kemiskinan sendiri adalah hasil dari keputusan politik dan arah pembangunan ekonomi Indonesia. Seperti yang kita ketahui, kemiskinan rentan menimbulkan kejahatan.


Dalam hal ini, perempuan dipaksa terlibat dalam kejahatan, khususnya untuk menghilangkan naluri keibuannya. Banyak anak tidak berdosa dijual sejak dalam kandungan. Inilah gambaran kapitalisme sekuler yang mencengkeram negeri ini. Nilai dan norma agama sengaja dipinggirkan dari kehidupan sehingga semua seolah tidak ada yang mengendalikan.


Banyak orang tua tak lagi melindungi anak-anaknya. Tatanan keluarga telah rusak dimakan zaman. Kemudian, negara juga tidak sungguh-sungguh mengatur kebutuhan dan kehidupan rakyat. Maka tak heran, tindak kriminal meningkat karena banyak orang terdesak menghalalkan berbagai cara untuk mendapatkan uang. 


Tak ayal, pegawai pemerintahan juga terlibat dalam kasus perdagangan bayi ini. Sindikat penjualan bayi jaringan internasional pun tentu berperan penting dalam kasus TPPO ini. Inilah bukti kapitalisme menyengsarakan.


Hanya Islam yang Melindungi Umat


Ketika aturan Sang Pencipta, Allah Subhanahu wa taala tidak dijalankan, maka fitrah dan akal manusia akan hilang perlahan. Akhirnya, anak-anak yang tidak berdosa itu dijadikan objek bagi orang tuanya sendiri untuk meraup keuntungan yang besar padahal di dalam Al-Qur’an Allah Subhanahu wa taala jelas mengatakan:


“Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka…” (TQS. At-Tahrim: 6).


Dalam sistem Islam, anak dijadikan sebagai aset negara yang strategis karena disiapkan untuk menjadi generasi penerus peradaban yang mulia, sedangkan bagi orang tuanya, anak menjadi titipan Sang Pencipta yang berharga. Dengan demikian, anak akan dilindungi dengan penuh tanggung jawab untuk kebahagiaan dunia dan akhiratnya.


Keluarga muslim akan senantiasa menjaga anak-anak mereka, bahkan sejak dalam kandungan. Dalam hal ini, penjagaan terhadap nasab anak sangat penting karena Islam melarang mendekati perbuatan zina, maka bayi-bayi tidak akan lahir dari pernikahan yang tidak sah.


Di sisi lain, negara menjamin kesejahteraan dan memenuhi semua kebutuhan rakyat dengan baik. Sebagai contoh, sistem pendidikan harus berbasis akidah Islamiah dan dapat dijangkau seluruh rakyat. Sistem ekonomi yang mengatur sumber daya alam (SDA) dengan benar sesuai syariat Islam, tentu dapat menyerap banyak tenaga kerja.


Sistem sanksi dalam Daulah (negara) sudah pasti tegas dan menjerakan, yakni bersifat jawabir (penebus dosa) dan zawajir (pencegahan). Segala aturan kehidupan harus disandarkan pada Al-Quran dan As-Sunah. Dengan demikian, setiap individu rakyat hingga khalifah (penguasa) akan berhati-hati dalam berperilaku karena semua akan dimintai pertanggungjawaban oleh Allah subhanahu wa taala.


“Imam atau khalifah itu laksana penggembala, dan hanya dialah yang bertanggungjawab terhadap gembalanya.” (HR. Bukhari dan Muslim)


Khatimah


Sistem Islam akan membentuk syakhsiyah islamiah (kepribadian Islam) bagi setiap individu rakyat. Oleh karenanya, umat akan bertanggung jawab melindungi diri, keluarga, masyarakat hingga negara. Tidak seperti hari ini, ketika syariat Islam tidak diterapkan secara kafah (menyeluruh) dalam kepemimpinan Islam, yakni Khil4fah Islamiah, maka kerusakan moral terus terjadi. Ironi perdagangan bayi berulang, bukti negara kian tak peduli. Wallahualam bissawab. [GSM/MKC]

Di Balik Penolakan Konser: Liberalisme dan Dekadensi Moral

Di Balik Penolakan Konser: Liberalisme dan Dekadensi Moral




Fenomena antusiasme generasi muda terhadap konser musik semacam ini sungguh memprihatinkan

Hal ini mencerminkan kondisi kritis generasi muda kita saat ini


______________________


Penulis Namirah Nasir

Kontributor Media Kuntum Cahaya 


KUNTUMCAHAYA.com, SURAT PEMBACA - Sikap tegas yang ditunjukkan oleh kelompok dan organisasi masyarakat (ormas) Islam di Tasikmalaya menjadi sorotan publik. Mereka sepakat menolak pagelaran konser musik oleh grup band Hindia yang disinyalir kuat sering menggunakan simbol-simbol bernuansa satanisme dalam penampilannya di panggung. 


Penolakan ini bukan sekadar bentuk ketidaksetujuan terhadap musik, melainkan wujud keprihatinan yang mendalam terhadap bahaya yang mengancam masa depan generasi muda. (tiktok.com)


Simbol-simbol bernuansa satanik dalam konser tersebut bukan hanya bentuk hiburan yang kosong makna. Akan tetapi, menjadi alat penyebaran ideologi liberalisme yang mengabaikan nilai-nilai tauhid dan akhlak mulia. Ketika umat membiarkan hal-hal seperti ini tanpa sikap kritis, kerusakan moral dan spiritual akan menjadi keniscayaan.


Cermin Buram Kondisi Generasi


Fenomena antusiasme generasi muda terhadap konser musik semacam ini sungguh memprihatinkan. Hal ini mencerminkan kondisi kritis generasi muda kita saat ini. Hilangnya arah hidup, rendahnya prioritas amal, dan ketidaktahuan terhadap tujuan hidup seorang muslim di dunia.


Bagaimana tidak? Konser atau acara sejenis berbahaya karena menampilkan gaya hidup Barat dengan kebebasan tanpa batas. Aturan agama diabaikan atas nama kesenangan sesaat padahal ini adalah racun hedonisme yang merusak akidah dan akhlak.


Abainya Negara dan Standar Ganda


Kemunduran moral dan pemikiran yang terjadi pada generasi muda bukanlah terjadi tanpa sebab. Realitas ini bukan semata-mata karena generasi muda salah memilih jalan, melainkan negara kita dengan sistem sekuler (memisahkan agama dari kehidupan) yang diterapkan saat ini secara sadar maupun tidak, memfasilitasi terjadinya serangan budaya dan gaya hidup dari Barat yang merusak.


Bahkan dana, tempat, izin, dan keamanan diberikan dengan mudah hanya demi keuntungan. Meski kegiatan tersebut jelas-jelas bertentangan dengan ajaran Islam. Ironisnya, sikap yang sangat berbeda ditunjukkan terhadap para pemuda muslim yang berusaha mengkaji Islam secara mendalam. Aktivitas dakwah dan kajian keislaman yang bertujuan membentengi generasi muda justru dicurigai, diawasi dengan ketat, dicap radikal, intoleran, anti-NKRI, dan diberi aneka stigma negatif lainnya.


Kebijakan standar ganda ini membuat masyarakat bertanya-tanya, mengapa konser yang jelas-jelas berpotensi membahayakan masa depan generasi muda difasilitasi? Sedangkan kegiatan kajian Islam dan aktivitas dakwah yang bertujuan membentuk karakter generasi tangguh malah dianggap sebagai ancaman. Apakah negara benar-benar peduli terhadap masa depan generasi muda?


Realitas ini menunjukkan kegagalan negara dalam membentuk sistem pendidikan yang berlandaskan akidah Islam. Tanpa landasan akidah yang kokoh, kebijakan negara cenderung memprioritaskan hiburan daripada pembinaan moral dan intelektual. Alhasil, generasi muda menjadi sasaran empuk gaya hidup Barat yang menjauhkan mereka dari ajaran Islam.


Islam Membentengi Generasi dari Serangan Budaya


Islam menawarkan solusi menyeluruh melalui sistem pendidikan berbasis akidah dan peran negara sebagai pelindung nilai-nilai luhur masyarakat. Dalam pandangan Islam, negara tidak hanya sebagai pengatur urusan duniawi, tetapi sebagai penjaga akidah dan akhlak rakyat. Pendidikan bukan sekadar proses transfer ilmu, melainkan pembentukan karakter dan spiritualitas berdasarkan tauhid.


Negara yang berlandaskan Islam akan menempatkan pembinaan generasi sebagai prioritas utama. Sistem pendidikan Islam menanamkan kesadaran akan tujuan hidup sebagai hamba Allah, mendorong amal saleh, dan memupuk kepekaan terhadap kemungkaran. Dengan kurikulum yang menanamkan adab dan pemahaman akidah sejak dini, generasi muda tidak mudah terjebak oleh gemerlap hiburan dunia yang menyesatkan.


Lebih dari itu, negara Islam akan tegas dalam menyaring budaya asing. Tidak semua bentuk ekspresi budaya layak untuk diadopsi. Prinsip amar makruf nahi mungkar harus menjadi landasan kebijakan publik, termasuk dalam bidang seni dan hiburan. Hal ini demi melindungi masyarakat dari pengaruh ideologi liberalisme dan hedonisme yang semakin merajalela.


Penolakan terhadap konser-konser yang sarat dengan simbolisme destruktif bukanlah tindakan emosional, melainkan bentuk tanggung jawab intelektual dan spiritual. Umat Islam harus bangkit menuntut perubahan sistemik menuju sistem yang berlandaskan wahyu, bukan hawa nafsu.


Hanya dengan tegaknya sistem Islam, generasi muda dapat terselamatkan dari jurang kehancuran moral, dan bangsa ini kembali kepada fitrahnya sebagai masyarakat yang beradab dan beriman. Wallahualam bissawab. [Dara/MKC]


Namirah Nasir

Tarif Impor Turun: Angin Segar atau Bencana Besar

Tarif Impor Turun: Angin Segar atau Bencana Besar



Dengan ditetapkannya bea masuk nol persen bagi produk AS sangat merugikan Indonesia

Sebaliknya, Amerikalah yang paling diuntungkan dengan keuntungan ganda

___________________________


Penulis Mia Annisa

Kontributor Media Kuntum Cahaya dan Pegiat Literasi


KUNTUMCAHAYA.com, OPINI- Dalam negosiasi antara Presiden AS Donald Trump dan Prabowo, Indonesia mendapatkan kelonggaran tarif impor 19% lebih rendah dari yang sebelumnya sebesar 32%. Menariknya dari kesepakatan turunnya tarif impor menjadi 19 % ini, sebagai gantinya Indonesia harus membeli produk pertanian sebesar 4,5 miliar US dollar, energi sebesar 15 miliar US dollar serta 50 pesawat Boeing 777 yang diangkut oleh perusahaan pelat merah yaitu Garuda Indonesia. (tempo.co, 22-07-2025)


Masih dirilis dari tempo.co, bahkan kabarnya untuk membeli 50 pesawat Boeing tersebut Garuda Indonesia meminjam dana dari Badan Pengelola Investasi Daya Anangata (Danantara) sebesar 6,65 triliun rupiah. 


Mirisnya, Amerika tidak akan membayar apa pun sebagai imbalan tarif 19%. Amerika meminta akses penuh terhadap pasar domestik di Indonesia, termasuk sektor pertambangan unggulan seperti tembaga produk mineral kristis, yaitu tanah jarang. Sebagaimana yang disampaikan oleh Trump kepada wartawan di gedung putih, "Kami memiliki akses penuh ke Indonesia, semuanya. Indonesia sangat kuat dalam tembaga berkualitas tinggi yang akan kami gunakan." (bloombergtechnoz.com, 16-07-2025)


Disadari atau tidak bahwa apa yang disampaikan oleh Trump 'full acces' dengan ditetapkannya bea masuk nol persen sangatlah tidak sebanding keuntungan yang didapat. Justru Amerikalah yang paling diuntungkan dengan keuntungan ganda. Dengan bea masuk nol persen mereka bisa mengakses kekayaan tambang (tembaga) Indonesia untuk dijarah dan dirampok, sementara Indonesia harus membeli produk energi dari mereka. Lalu apakah ada alasan yang lain? Jika sesungguhnya ini adalah bentuk baru dari pemerasan perdagangan.


Adanya pemerasan perdagangan, tentu ini sangat membahayakan. Pertama, Barat yaitu Amerika makin leluasa masuk mengobok-obok kekayaan tambang Indonesia. Mengambil alih kepengelolaan. Kali ini menunjukkan Indonesia kembali tak berkutik di bawah tekanan politik dagang Amerika. Turunnya tarif 19% harus dibayar mahal dengan menggadaikan sumber daya alam Indonesia untuk dieksploitasi besar-besaran dan keuntungannya dinikmati oleh para penjajah sementara rakyat dibiarkan dalam kemiskinan. 


Kedua, Indonesia menghadapi bahaya, yakni harus siap dengan banjir impor dari Amerika. Bukan tidak mungkin banyak mematikan pelaku industri/UMKM, kebangkrutan dan gulung tikar karena kalah bersaing dalam masalah harga dengan produk dari luar yang lebih murah, apabila kebijakan ini tidak diimbangi dengan upaya peningkatan daya saing industri dalam negeri. Berikutnya, Indonesia yang selalu mengandalkan impor untuk memenuhi kebutuhan domestik, pertanian misalnya akan mengancam ketahanan pangan nasional. 


Ketiga, penetapan bea masuk nol persen akan mengurangi pendapatan negara dari sektor kepabeanan yang bisa berdampak pada kemampuan pemerintah dalam membiayai berbagai program pembangunan. Bukan tidak mungkin, seperti yang sudah-sudah untuk menutupinya pemerintah akan menaikan pungutan pajak yang dibebankan kepada rakyat. Lagi-lagi masyarakat menengah ke bawah yang paling merasakan dampaknya. 


Berbeda dengan Cina dan Prancis, dua negara yang menolak negosiasi tarif Trump. Bahkan Cina mengenakan tarif balasan ke Amerika sebesar 34 persen serta dengan berani Cina membatasi ekspor logam tanah jarang ke Amerika tujuannya adalah untuk melindungi keamanan dan kepentingan nasional. 


Tentu Indonesia tidak akan seberani Cina dan Prancis. Mengingat pascaekonomi pasar bebas dibuka, Indonesia sampai hari ini benar-benar tidak memiliki posisi tawar di kancah perpolitikan internasional. Indonesia memang didesign untuk market pasar dunia. 


Inilah kapitalisme sebagaimana yang disampaikan oleh Syekh Taqiyuddin An-Nabhani faktor pendorong persaingan antarnegara menjadikan tarif perdagangan global sebagai persaingan antarnegara dengan membatasi pertumbuhan kekuatan negara lain. Motif yang paling berbahaya dalam persaingan global ini adalah perebutan sumber-sumber daya alam, pengaruh, dan menguasai pihak lain dalam segala bentuk dan jenisnya dengan wujud penjajahan atau imperialisme.


Berbeda dengan Islam, negara sebagai pengurus dan perisai bagi rakyatnya, termasuk dalam perdagangan luar negeri negara akan mengaturnya sesuai dasar syariat dan kemaslahatan umat sehingga negara akan memperhatikan dari mana asal barang, bukan melihat komoditasnya. Jika asal komoditi berasal dari dari negara kafir harbi fi'lan seperti AS, Zionis, Cina, Prancis, dan lainnya maka Daulah Islam tidak akan melakukan perdagangan sebab hubungan Daulah dengan mereka adalah hubungan perang bukan hubungan dagang. 


Kondisi ini akan melahirkan perbedaan sikap kepada kafir muahid yang terikat perjanjian damai selama waktu tertentu. Tidak selamanya perdagangan luar negeri itu dilakukan dan komoditi ekspor impor sesuai perjanjian. Tujuannya menghindari Daulah dari ketergantungan dan kekhawatiran di kemudian hari justru memperkuat mereka untuk memerangi kaum muslim serta ekspor-impor dari komoditi yang diharamkan, seperti daging babi, khamr, narkoba, dan sebagainya.


Kebijakan ini tidak serta merta dilakukan Daulah. Daulah juga harus memperhatikan ketersediaan rantai pasok di dalam negeri sebelum melakukan ekspor. Seyogianya inilah yang dilakukan negara Khil4fah tidak hanya menjaga pelaku bisnis dan industri, terlebih lagi adalah menjaga rakyat dan kedaulatan negara. Wallahualam bissawab. [EA/MKC]

Lindungi Generasi dari Kejahatan Siber

Lindungi Generasi dari Kejahatan Siber




Perkembangan teknologi digital memunculkan kejahatan baru

Mirisnya, generasi dan anak sebagai pengguna internet ikut terpapar

__________________________________


Penulis N' Aenirahmah 

Tim Media Kuntum Cahaya dan Pemerhati Generasi 


KUNTUMCAHAYA.com, OPINI- Era digitalisasi tidak terelakkan. Penggunaan gadget berbasis internet mulai dari ibu kota hingga pelosok desa. Orang tua, dewasa, remaja, hingga anak-anak menjadi penggunanya. Bahkan, ketika ada remaja di hari ini yang tidak memiliki gadget bisa dicap kuno dan terbelakang.


Menteri Kependudukan dan Pembangunan Keluarga/Kepala BKKBN Dr.Wihaji telah memberikan peringatan bahwa kondisi remaja Indonesia saat ini, mereka memiliki ketergantungan berlebih pada handphone atau gawai. Menurutnya, penggunaan gawai yang terlalu masif di usia remaja dapat menjadikan generasi muda semakin rentan terhadap ancaman siber. (Tempo.co, 09-07-2025)


Berdasarkan data yang dirilis BPS tahun 2022 pengguna gawai di Indonesia didominasi oleh anak-anak dengan persentase, anak usia dini 5-6 tahun mencapai 52,76%. Bahkan, balita 0-4 tahun pun sudah menjadi pengguna yakni 25,5%. (Kemendikbud, September 2024).


Data di atas diperkuat dengan hasil survey yang dilakukan pada tahun 2024 oleh Sigi Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia terhadap 8.700 responden. Hasilnya ditemukan anak usia 12 tahun memiliki akses internet hingga 48% mereka sudah terbiasa berselancar di Facebook, Instagram, dan Tiktok.


Gadget Bagai Dua Mata Pisau 


Tidak dimungkiri, perkembangan dan kemajuan teknologi telah membantu manusia dalam kinerja, informasi, dan transaksi. Namun, ada sisi lain yang harus diwaspadai dan tidak boleh disepelekan seperti ketergantungan, kecanduan, bergesernya nilai-nilai masyarakat dalam interaksi, bahkan aplikasi dan konten negatif yang menjerumuskan. 


Telah banyak bukti jika gadget berdampak pada aspek psikologis dan perilaku anak dalam memicu stres dan depresi. Ketergantungan anak pada internet membuat mereka lebih agresif dan mudah tersinggung apabila aksesnya tiba-tiba dibatasi. Penelitian dari Kristiana Siste Kurniasanti dkk yang terbit dalam Medical Journal of Indonesia (2019) mengungkap bahwa perilaku penggunaan internet berlebihan mirip dengan pola kecanduan zat tertentu. Penelitian lainnya mengatakan kecanduan internet bisa memengaruhi perkembangan sel otak atau pre frontal cortex.


Perkembangan konten dan informasi di media sosial nyaris tidak ada filter dan pengawasan. Berbagai konten negatif seperti judol, pornografi, kekerasan, bulliying ikut berseliweran mudah diakses, termasuk oleh anak-anak. Alhasil, generasi mulai terpapar konten dan pemikiran negatif. 


Perkembangan teknologi digital pun kini memunculkan kejahatan baru. Mirisnya, generasi dan anak sebagai pengguna internet ikut terpapar. Pornografi anak di ruang digital, perundungan, pelecehan online, pemalsuan akun, pemerasan online, dan lainnya telah menyeret generasi menjadi korban atau menjadi pelakunya.


Butuh Solusi Komprehensif 


Dalam mengantisipasi kejahatan siber, pemerintah telah mengeluarkan regulasi Peraturan Pemerintah (PP) 17/2025 yang mengatur Tata Kelola Penyelenggaraan Sistem Elektronik dalam Perlindungan Anak atau PP TUNAS. Namun, sampai saat ini belum terlihat hasilnya secara signifikan. Buktinya kasus kejahatan dan kekerasan siber angkanya terus meningkat dan modusnya makin variatif. 


Dilihat dari penyebab ternyata kejahatan siber tidak berdiri sendiri. Namun, sangat dipengaruhi oleh cara pandang negara dan masyarakat dalam sistem kehidupan. Saat ini sistem sekuler yang dipakai dalam mengatur sistem pendidikan, pergaulan, ekonomi, dan pemerintah.


Sistem sekuler menjauhkan peran agama dalam kehidupan dan mengagungkan kebebasan sehingga hasilnya kehidupan berjalan tanpa kendali agama, lahirnya aturan yang rusak dan merusak. Buktinya kejahatan berbasis siber makin tak terkendali walaupun sudah ada regulasi UU ITE belum bisa menjerat pelaku konten menyimpang dan melanggar atau asusila, pasal dalam UU ITE sering menimbulkan multitafsir. Pelaku pun lolos dari jeratan hukum dan kasusnya menguap tertelan waktu.


Islam Harapan Masa Depan


Islam sebagai agama yang lahir dari Pencipta Tuhan semesta alam memiliki aturan yang bersifat sebagai problem solving bagi problematika kehidupan manusia. Aturan Islam akan membawa rahmat bagi seluruh alam. Untuk menegakkan hukum syariat membutuhkan institusi sebagai pelaksana dan pelindungnya.


Negara Islamiah berdiri atas landasan akidah Islam, termasuk dalam sistem penerangan. Departemen penerangan berfungsi untuk memberikan informasi demi kemaslahatan Islam dan kaum muslim. Informasi yang disajikan akan memperkuat dan memperkokoh bangunan masyarakat islami, menghilangkan keburukan dan menonjolkan kebaikan.   


Setiap rakyat diperbolehkan memiliki dan mendirikan media informasi. Pemilik dan pemimpin redaksi bertanggung jawab terhadap semua isi informasi yang disebarkan. Mereka akan dimintai pertanggungjawaban terhadap setiap bentuk penyimpangan yang bertentangan dengan syariat. 


Negara Islamiah telah mempersiapkan berbagai regulasi hukum bagi para pelanggar atas dasar keadilan yang bersumber dari hukum syariat. Para individu rakyat dibekali pemahaman yang cukup tentang syariat Islam. Sistem pendidikan Islam akan melahirkan individu yang berkepribadian Islam. Dengan bekal pendidikan Islam, mereka akan bertindak sesuai aturan dan norma yang berlaku. Alhasil, rakyat menjadi benteng penegak hukum lapis pertama. 


Kekondusifan kehidupan pun dijaga oleh budaya amar makruf nahi mungkar masyarakat. Mereka akan menjadi penegak hukum lapis kedua, yakni kontrol masyarakat. 


Pemimpin dalam Islam tidak akan membiarkan rakyatnya teracuni serangan pemikiran selain Islam dan konten-konten beracun. Semuanya akan terpantau oleh pantauan dari negara. Dalam hal lain, negara akan menerapkan sistem penerangan Islam. Di mana informasi yang beredar di media sosial adalah sebagai sarana dakwah dan informasi yang benar, tidak ada penggiringan opini negatif dan pembodohan.


Di saat yang sama, negara juga akan menerapkan sistem pergaulan dan sistem ekonomi Islam sehingga setiap interaksi dan transaksi, baik di dunia nyata maupun di dunia maya akan selaras dengan tuntunan syariat.


Dengan demikian, hadirnya negara Islamiah menjadi kebutuhan mendesak di tengah rusaknya kehidupan dengan landasan sekularisme. Wallahualam bissawab. [EA/MKC]

Sekolah Rakyat Akankah Mampu Menuntaskan Kemiskinan?

Sekolah Rakyat Akankah Mampu Menuntaskan Kemiskinan?



Sekolah Rakyat sejatinya bukan jalan mengentaskan kemiskinan

sebab kemiskinan hari ini adalah problem yang sistemik dan struktural


____________________________


Penulis Rahmatul Aini

Kontributor Media Kuntum Cahaya 


KUNTUMCAHAYA.com, OPINI - Persoalan demi persoalan terus menghinggapi negeri ini tak terkecuali masalah ekonomi. Dengan status negara berkembang menjadi fakta bahwa Indonesia mengalami peningkatan populasi penduduk paling banyak. Sementara kesulitan akan kebutuhan hidup terus dirasakan oleh pribumi, bukan karena negeri ini miskin, tetapi sumber daya alam dikuasasi oleh segelintir elite korporasi. 


Maraknya kemiskinan menjadi acuan pemerintah untuk membuat program Sekolah Rakyat. Fakta di lapangan bisa kita saksikan bahwa sekolah menjadi isu besar bagi anak negeri.


Presiden RI Prabowo Subianto mengadakan program Sekolah Rakyat sebagai upaya untuk memutus rantai kemiskinan yang telah berlangsung dalam beberapa generasi. Diharapkan program tersebut menjadi langkah strategis untuk memberikan akses pendidikan berkualitas kepada anak dari keluarga yang kurang mampu atau miskin ekstrem. (kompas.com, 21-07-2025)


Adapun dengan adanya pembangunan Sekolah Rakyat memiliki 3 tujuan, percepatan kemiskinan, memuliakan wong cilik, dan memberikan harapan kepada warga miskin yang tidak bisa mengenyam pendidikan setara dengan anak yang lain. (detiknews.com, 20-07-2025)


Sekolah Rakyat Harapan Baru? 


Adanya program Sekolah Rakyat menjadi angin segar bagi sebagian orang terutama masyarakat yang miskin tak mampu menyekolahkan anak-anak mereka sebab biaya. Namun ironisnya, di saat program Sekolah Rakyat berjalan ada banyak kasus yang justru mencuat di permukaan masalah pendidikan, seperti Sekolah Luar Biasa Negeri di Bandung, ruang belajar mereka berkurang akibat digunakan oleh Sekolah Rakyat. Apalagi mengingat dampak kualitas pengajaran bagi pelajar SLB yang butuh fokus dan mengandalkan pendengaran. 


Ditambah lagi dengan akses pendidikan yang kurang memadai, anak-anak yang tidak kompeten di bidang maupun jurusan karena sarana dan prasarana, keluhan dengan jarak tempuh juga masih menjadi masalah yang belum terselesaikan, anak-anak yang jauh dari kota mereka harus menempuh jalan berkilo meter bahkan menyeberang sungai demi memperjuangkan pendidikan. 


Tak hanya itu, uang saku hanya cukup untuk biaya transportasi dari rumah ke sekolah. Mereka bahkan menangis mengeluhkan seragam sekolah yang tak kunjung berganti dan buku-buku bekas menjadi sarana belajar ke sekolah. Namun begitu, tidak dilirik sama sekali oleh pemerintah daerah maupun setempat. 


Sekolah Rakyat Tak Menyentuh Akar Persoalan


Dalih mengentaskan kemiskinan lewat Sekolah Rakyat hanya omong kosong. Faktanya bahwa masih banyak PR negara, terutama dalam hal pendidikan yang harus diseriuskan penyelesaiannya. 


Sekolah Rakyat sejatinya bukan jalan mengentaskan kemiskinan sebab kemiskinan hari ini adalah problem yang sistemik dan struktural. Negara tidak mengizinkan rakyat untuk bebas finansial. Salah satu contoh negara memalak pajak rakyat, tidak perduli kaya maupun miskin karena pendapatan negara 80% lewat pajak.


Tak hanya itu, problem pengangguran masih menghantui, PHK marak, dan lapangan pekerjaan tidak memadai. Adanya Sekolah Rakyat tidak lantas terselesaikan dengan anak-anak miskin masuk ke Sekolah Rakyat.


Justru dengan adanya Sekolah Rakyat sebagi lip servis untuk penguasa lebih menjajah rakyat. Seolah-olah pemerintah begitu prihatin terhadap persoalan anak bangsa padahal nyatanya kemiskinan adalah hasil dari kebijakan yang mereka buat. Penguasa masih menerapkan regulasi BBM naik, kesehatan mahal, pendidikan mahal, kebutuhan hidup serba mahal. 


Sebab Sistem Kapitalisme 


Sekolah Rakyat memang gratis, tetapi ini menunjukkan bahwa negara hanya mengurusi rakyat miskin yang tak mampu sekolah padahal hari ini masih banyak problem sekolah terutama dari segi kualitas dan sarana serta prasarana yang belum memadai. Nampak bahwa Sekolah Rakyat hanya sekadar solusi tambal sulam yang tak menyentuh akar persoalan, seperti adanya program MBG yang sampai saat ini belum menyentuh akar masalah. 


Sangat sulit menemukan titik solusi dalam kapitalisme sebab tumpuannya hanya pada asas materi semata. Tak heran setiap kebijakan atau regulasi dari pemerintah bukan menyelesaikan masalah, tetapi menambah masalah. 


Negara dalam hal ini penguasa hanya sebatas regulator semata. Mereka tidak pernah hadir seutuhnya kepada rakyat, mengurus dengan baik, menyediakan layanan publik dan menjamin kesejahteraan. Semua diserahkan kepada pihak swasta yang menyebabkan fungsi negara hilang sebagai pelayan rakyat.


Akan tetapi, jika sudah mendekati masa kampanye mereka berbondong-bondong mendatangi rakyat memelas demi satu suara. Namun, giliran mendapatkan tampu kekuasaan melirik rakyat pun tak pernah. Inilah wajah asli pemangku kebijakan dalam sistem demokrasi kapitalisme yang hanya bertumpu pada keuntungan pribadi. 


Solusi Pendidikan dalam Sistem Islam 


Islam memberikan pelayanan terbaik bagi umat, termasuk pendidikan dengan kualitas terbaik karena ini menjadi tanggung jawab negara kepada umat. Negara tidak pandang bulu, semua mendapatkan hak yang sama kaya maupun miskin dan tentunya dengan pembiayaan ditanggung oleh negara dengan sistem Islam.


Penguasa akan terus mengupayakan kualitas pendidikan mulai dari pendidikan tsaqafah maupun IPTEK, dan bisa bersaing di kancah dunia. Tak hanya itu, Islam akan membuka peluang pekerjaan bagi umat agar senantiasa kesejahteraan mereka dapat rasakan. Sebagai bentuk tanggung jawab penguasa dan semua keadilan serta keberkahan tersebut hanya didapatkan dalam penerapan syariat Islam secara kafah. Wallahualam bissawab. [Dara/MKC