Politik Statistik: Otak-Atik Angka Demi Citra Publik
OpiniInilah potret kehidupan di bawah sistem kapitalisme
angka statistik bisa dipoles untuk membentuk citra
_________________________
Penulis Nafisusilmi
Kontributor Media Kuntum Cahaya
KUNTUMCAHAYA.com, OPINI - Badan Pusat Statistik (BPS) merilis data terbaru. Persentase kemiskinan pada 2025 turun tipis sebesar 0,1 persen dari 8,47 persen di 2024 menjadi 8,37 persen. Data tersebut menunjukkan bahwa jumlah penduduk miskin berkurang sekitar 210 ribu orang.
Namun, di balik penurunan itu masih ada 23,85 juta jiwa yang hidup dalam keterpurukan. Lebih ironis lagi, BPS justru mencatat kemiskinan di wilayah perkotaan meningkat hingga 220 ribu orang. Fakta ini disampaikan langsung oleh Kepala BPS Amalia Adininggar Widyasanti kepada Presiden Prabowo. (BBCNews.com, 25-07-2025)
Inilah potret kehidupan di bawah kapitalisme. Angka statistik bisa dipoles untuk membentuk citra, sementara realitas di lapangan tetap pahit.
Kapitalisme Membuat Jurang Kemiskinan
Kapitalisme menjadi penyebab utama karena memberi kebebasan kepemilikan yang memungkinkan korporasi dan swasta menguasai kekayaan umum. Alih-alih untuk kesejahteraan rakyat, sumber daya justru mengalir ke segelintir pihak.
Beberapa faktor yang memperburuk kemiskinan antara lain:
• Penurunan pendapatan masyarakat: Kenaikan upah minimum tidak sebanding dengan lonjakan harga kebutuhan pokok, transportasi, dan pendidikan.
• Kenaikan biaya hidup yang terus meroket: Seperti tarif air, listrik, gas, dan BBM.
• Kesulitan mencari pekerjaan: Lapangan kerja tidak mampu menyerap angkatan kerja baru.
• Kesenjangan sosial: Perbedaan tajam antara kaya dan miskin, kota dan desa, serta akses terhadap pendidikan.
Solusi Islam dalam Mengentaskan Kemiskinan
Islam menawarkan mekanisme menyeluruh untuk mengatasi kemiskinan, berlandaskan syariat yang adil dan holistik.
1. Pengaturan Kepemilikan yang Adil
Islam mengatur kepemilikan secara adil untuk memastikan agar kekayaan beredar merata dan tidak hanya terpusat pada segelintir orang. Allah Swt. berfirman dalam surat Al-Hasyr (9) ayat 7:
"Agar harta itu tidak hanya beredar di antara orang-orang kaya saja di antara kalian."
Dalam Nizhamul Iqtishadiy (sistem ekonomi Islam) karya Syekh Taqiyuddin an-Nabhani, kepemilikan dibagi menjadi tiga jenis:
• Kepemilikan Umum: Meliputi seluruh kekayaan alam seperti minyak, gas, tambang, nikel, dan garam. Haram dimiliki individu atau swasta.
• Kepemilikan Negara: Sumber pemasukan seperti kharaj (pajak yang dikenakan pada nonmuslim), fa’i (harta yang diperoleh umat Islam tanpa melalui peperangan), dan jizyah (harta yang dikenakan pada nonmuslim sebagai bentuk perlindungan dan keamanan).
• Kepemilikan Individu: Meliputi tanah, ladang, warisan, dan aset pribadi.
Perlu ditekankan bahwa pembagian kepemilikan ini tidak boleh tercampur atau dipindahtangankan secara sewenang-wenang.
2. Syariat Zakat, Infak, dan Sedekah
Islam memiliki syariat wajib seperti zakat (baik zakat fitrah maupun zakat mal dari emas, perak, binatang ternak, perdagangan), serta infak dan sedekah. Islam mendorong orang yang mampu untuk mengeluarkan sebagian hartanya guna membantu yang tidak mampu, baik secara langsung maupun melalui Baitulmal atau pos zakat.
Dana zakat ini didistribusikan kepada delapan golongan (asnaf) yang telah ditetapkan Allah dalam QS. At-Taubah (9) ayat 60:
• Fakir: Orang yang tidak memiliki harta dan pekerjaan.
• Miskin: Seseorang yang memiliki uang atau pekerjaan, tetapi masih belum cukup untuk memenuhi kebutuhannya.
• Amil Zakat: Petugas yang bertanggung jawab mengumpulkan dan mendistribusikan zakat.
• Muallaf: Seseorang yang baru saja menjadi muslim atau diharapkan menjadi muslim.
• Riqab: Seorang budak (dalam istilah modern, dapat berarti upaya membebaskan diri dari perbudakan atau ketergantungan).
• Gharimin: Seseorang yang memiliki utang dan tidak mampu membayarnya.
• Fisabilillah: Orang yang berjuang pada jalan Allah, sebagaimana mereka yang terlibat dalam penyebaran agama Islam, pendidikan, atau kesejahteraan masyarakat.
• Ibnu Sabil: Seorang musafir yang bepergian dan kehabisan perbekalan selama perjalanannya.
3. Penyediaan Lapangan Pekerjaan oleh Negara
Negara wajib membuka peluang kerja di sektor pertanian, perdagangan, jasa, dan industri sehingga laki-laki mampu menunaikan kewajiban nafkah.
4. Jaminan Kebutuhan Dasar Rakyat oleh Negara
Negara dalam Islam memiliki kewajiban untuk menjamin kebutuhan dasar rakyatnya secara gratis tanpa diskriminasi meliputi pendidikan, kesehatan, dan keamanan.
Dengan penerapan Islam secara kafah, kemiskinan bukan hanya dapat dikurangi, tetapi diberantas habis dari akarnya. Wallahualam bissawab. [GSM/MKC]