Featured Post

Recommended

Mahasiswa Gelar Demonstrasi, Pemuda Harus Temukan Solusi Hakiki

Namun sangat disayangkan, banyaknya mahasiswa yang menggelar aksi di beberapa kota ternyata masih berkutat pada solusi yang semu ___________...

Alt Title
Mahasiswa Gelar Demonstrasi, Pemuda Harus Temukan Solusi Hakiki

Mahasiswa Gelar Demonstrasi, Pemuda Harus Temukan Solusi Hakiki



Namun sangat disayangkan, banyaknya mahasiswa yang menggelar aksi di beberapa kota

ternyata masih berkutat pada solusi yang semu

_________________________


KUNTUMCAHAYA.com, SURAT PEMBACA - Dalam beberapa pekan terakhir, sejumlah kota di Indonesia diguncang aksi demonstrasi yang mencuri perhatian publik. Hal tersebut mencerminkan meningkatnya keresahan masyarakat terhadap berbagai persoalan yang belum terselesaikan.


Sejak akhir Agustus lalu, rangkaian demonstrasi terus bermunculan di berbagai daerah, menandai ekskalasi ketegangan antara masyarakat dan pemerintah


Dikutip dari Detiknews.com, 09-09-2025 massa dari Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas Indonesia (BEM UI) dan BEM UIN Jakarta menggelar demonstrasi di depan gedung DPR. Mereka menagih agar pemerintah dan DPR memenuhi '17+8 Tuntutan Rakyat'.


Ratusan mahasiswa di Provinsi Banten melakukan demonstrasi terkait kebijakan-kebijakan pemerintah yang dinilai sudah menindas rakyat. Aksi mereka menunjukkan bahwa mereka memiliki ghirah pembelaan terhadap rakyat. Merupakan wujud penolakan terhadap sejumlah kebijakan pemerintah yang dinilai bermasalah serta respons aparat yang dianggap sangat merugikan rakyat.


Peneliti politik PARA Syndicate Virdika Rizky Utama menilai bahwa demonstrasi yang berlangsung sejak 25 Agustus bukan terjadi secara tiba-tiba, melainkan merupakan hasil penumpukan keresahan yang telah lama tersimpan. (diswayjateng.com, 01-09-2025) 


Belum mereda aksi memanas dari para mahasiswa, terjadi tragedi naas terhadap pengemudi gojek online, Affan yang  tewas setelah terlindas kendaraan taktis Brimob saat demonstrasi. Tentu makin membuat panas massa, memicu bertambahnya kekecewaan massa terhadap demokrasi yang sudah mati. 


Aksi tersebut menunjukan rapuhnya demokrasi dan karenanya perlu dikembalikan pada solusi yang seharusnya, yaitu solusi yang menuju pada perubahan yang sahih


Namun sangat disayangkan, banyaknya mahasiswa yang menggelar aksi di beberapa kota ternyata masih berkutat pada solusi yang semu. Mengganti oknum dan memperbaiki demokrasi dirasa adalah solusi yang tepat padahal demokrasi sendirilah yang menjadi akar permasalahannya sebab dari sistem demokrasi lahir berbagai undang-undang pesanan oligarki yang terus menindas rakyat.


Pemuda Membawa Peran Perubahan


Pemuda memiliki posisi penting bagi perubahan. Karenanya ia adalah agen perubahan yang semangatnya harus tetap berkobar, berani menyuarakan kebenaran serta harus ikut berpartisipasi dalam perubahan. 


Sejak tahun 1928 semangat sumpah pemuda sudah menjadi inspirasi untuk membangun Indonesia menjadi negara yang lebih baik. Dari banyaknya mahasiswa yang menggelar demonstrasi di beberapa kota mencerminkan bahwa Indonesia tidak pernah kekurangan semangat dari para pemuda sampai sekarang. 


Kobaran semangat dari para pemuda ternyata tidak hanya tampak di era saat ini, kisah sekelompok pemuda yang berjuang mempertahankan kebenaran juga termaktub abadi dalam Al-Qur'an (ashabul kahfi). Pun pembela keadilan dan penegak panji Islam, para sahabat nabi yang sudah mati-matian memperjuangkan kebenaran, menumpas segala kezaliman yang mencekik umat. 


Namun seperti yang telah disinggung di awal, memang masih banyak pemuda yang belum bisa melihat solusi hakiki atas persoalan di negeri yang tercinta ini. Sangat disayangkan mereka masih berkutat atas solusi yang semu, mengganti oknum atau memperbaiki demokrasi padahal mekanisme demokrasi sendirilah yang menjadi akar persoalannya. 


Solusi Hakiki


Dari awal, demokrasi sudah meletakkan kedaulatan di tangan manusia padahal Islam meletakkan kedaulatan pada Allah Swt.. Syariat menjadi sumber hukum bukan suara yang bisa dibeli. 


Dalam Islam, pemimpin menjadi periayah (pengurus) umat. Negara dalam Islam yang disebut Khil4fah, mengelola harta milik umum untuk kesejahteraan rakyat. Menjamin keamanan dan kesejahteraan tanpa melihat perbedaan ras, suku, status, atau bahkan agama. 


Dalam Khil4fah, jabatan adalah amanah yang dilandasi dengan keimanan dan takut akan pertanggungjawaban di hadapan Allah bukan untuk mencari kekayaan. 


Perubahan seperti ini tentu tidak ditapaki dengan jalan kekerasan,  melainkan dengan jalan dakwah yang istikamah, yakni penyadaran politik Islam di tengah ummat. Karenanya sangat penting menyatukan semua masyarakat mulai dari mahasiswa, rakyat, serta para tokoh, untuk menjadi satu dalam visi yang sama, yaitu politik Islam sebagai solusi, Khil4fah sebagai sistemnya bukan demokrasi. Agar rida Allah yang menjadi tujuannya bukan kekayaan dunia. Wallahualam bissawab. [GSM/MKC]


Uswatun Hasanah, S. Pd

Pejabat Berfoya-foya, Rakyat Hidup Sengsara

Pejabat Berfoya-foya, Rakyat Hidup Sengsara



Dalam sistem demokrasi yang akan melahirkan karakteristik individualisme

mereka menjadi pejabat tujuannya untuk mendapatkan jabatan dan pundi-pundi kekayaan


______________________


Penulis Tini Sitorus

Kontributor Media Kuntum Cahaya 


KUNTUMCAHAYA.com, OPINI - Aksi demo ratusan massa di depan gedung DPRD Sumatera Utara ricuh. Massa aksi terlibat bentrok dengan pihak kepolisian karena merasa kesal dengan ketidakadilan di negeri ini sehingga membuat mereka menyampaikan aspirasinya, tetapi para pejabat seakan bungkam. Beberapa massa aksi tampak ditarik oleh polisi saat memanjat untuk memasuki gerbang DPRD Sumatera Utara. (detikSumut.com, 26-08-2025)


Di saat banyak rakyat Indonesia yang kelaparan, lowongan pekerjaan tidak ada, kemiskinan meningkat dan ekonomi sulit, tetapi tunjangan DPR makin naik. Anggota DPR justru menikmati penghasilan dan tunjangan yang luar biasa. Besarnya penghasilan anggota DPR sekitar Rp100-Rp230 juta per bulan.


Beda lagi dengan tunjangan lainnya, seperti tunjangan beras, tunjangan istri, tunjangan untuk dua anak, tunjangan kehormatan, tunjangan komunikasi, biaya perjalanan harian, uang pensiun dan masih banyak lagi. Paling mengherankan adalah pajak penghasilan para pejabat yang ditanggung oleh negara seperti menteri, wakil mentri, dan komisaris juga mendaparkan penghasilan yang luar biasa. Bahkan komisaris berpenghasilan miliaran rupiah per tahun.


Mereka para pejabat bersenang-senang dan berjoget-joget ria di gedung parlemen karena  kenaikan gaji dan tunjangan yang besar. Anggota DPR mengatakan bahwa mereka saat  kampanye memiliki dana yang cukup besar agar rakyat memilih mereka sebagai pejabat negeri. Modal yang harus dikeluarkan untuk berebut kursi DPR sangat tinggi.


Sistem demokrasi dianggap mahal karena membutuhkan banyak modal politik yang sangat besar hanya untuk mendapatkan kursi kekuasaan. Ketika mereka sudah menjabat sebagai pejabat negeri, mereka akan berusaha bagaimana cara modal yang mereka keluarkan untuk kampanye bisa kembali lagi dengan cara korupsi miliaran bahkan triliunan. 


Di Indonesia, 82,4% lebih Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) bersumber dari Penerimaan Perpajakan (pajak). Pajak menjadi tulang punggung pembiayaan Negara. APBN 2025 dirancang dengan target pendapatan negara Rp3.005,1 triliun dan belanja negara Rp3.621,3 triliun.


Selama Sri Mulyani sebagai Menteri Keuangan sedang memikirkan bagaimana APBN meningkat dengan menaikkan pajak yang akan dibebani oleh rakyat. Dengan APBN meningkat akan dialokasikan untuk membayar utang Negara, menaikkan gaji pejabat setinggi-tingginya, pembangunan yang asal-asalan dan tidak bermanfaat untuk umat. 


Utang pokok pemerintahan Indonesia tercatat sebesar Rp9.105,09 triliun hingga April 2025, berdasarkan perhitungan kontan. Itu utang pokoknya saja, berbeda lagi dengan membayar bunga utang sekitar Rp599,4 triliun. Jangankan bayar utang pokok, bayar bunganya saja tidak sanggup.


Di saat keuangan defisit pemerintah malah menaikkan gaji DPR dan para menterinya. Seperti itulah gambaran pemerintah di sistem kapitalis. Tidak lagi memikirkan nasib rakyat yang sulit ekonominya tapi malah memeras rakyat dengan pajak yang tinggi. 


Dengan besarnya pajak yang ditetapkan oleh pemerintah. Banyaknya perusahaan-perusahaan dan UMKM yang tutup karena perusahaan tidak sanggup bayar pajak yang mencekik. Alhasil, di Indonesia banyak sekali pengangguran yang berefek kemiskinan.


Sistem demokrasi kapitalis adalah sistem yang aturannya berasal dari manusia. Ketika mereka diamanahi sebagai pejabat negara, bukan untuk mengurus rakyat tetapi untuk mendapatkan kekuasaan dan pundi-pundi kekayaan. Para pejabat yang bersikap hedonis hanya mementingkan diri sendiri dengan tunjangan rumah, mobil mewah, tunjangan beras yang semua aktivitas mereka, seperti rapat di hotel dengan fasilitas mewah.


Semuanya menggunakan uang negara yang efeknya mempersulit rakyat, di saat Indonesia memiliki banyak utang, tetapi para pejabat malah berfoya-foya. Dalam sistem demokrasi yang akan melahirkan karakteristik individualisme, mereka menjadi pejabat tujuannya untuk mendapatkan jabatan dan pundi-pundi kekayaan.


Solusi dalam Islam 


Dalam pandangan Islam, kekuasaan adalah amanah berat yang harus dipertanggungjawabkan di dunia dan di akhirat. Karena itu, kekuasaan tak layak untuk diperebutkan sebagaimana yang terjadi dalam sistem politik demokrasi. Mereka menyadari bahwa kehidupan ini akan dimintai pertanggungjawaban sehingga mereka sadar bahwa amanah mengurus umat adalah amanah yang besar dari Allah Swt.. 


Dalam Islam, tidak ada pajak. Kas negara dalam Islam bernama Baitulmal dengan sumber pendanaan utama adalah zakat, ghanimah, fai, dan sumber daya alam yang berlimpah yang akan dikelola oleh negara dan akan dikembalikan kepada rakyat. Harusnya kita menyadari bahwa sistem demokrasi ini adalah sistem yang rusak dan merusak sehingga kita harus kembali kepada sistem yang Rahmatan Lilalamin dengan cara menerapkan syariat-Nya secara kafah dalam seluruh aspek kehidupan.


Demikian sebagaimana yang Allah Swt. perintahkan: Allah berfiman dalam QS. Al-Baqarah ayat 208 yang artinya “Hai orang-orang yang beriman, masuklah kalian ke dalam Islam secara keseluruhan, dan janganlah kalian mengikuti langah-langkah setan. Sesungguhnya setan itu musuh yang nyata bagi kalian." Wallahualam bissawab. [Dara/MKC]

Meneladani Metode Perubahan Politik ala Rasulullah saw.

Meneladani Metode Perubahan Politik ala Rasulullah saw.



Dengan meneladani metode dakwah dan perubahan ala Rasulullah saw., yaitu menempuh tharîqah nabawiyyah

menegakkan Islam kafah dan membangun kembali sistem pemerintahan Islam


___________________________


Penulis Ambu Marni

Kontributor Media Kuntum Cahaya 


KUNTUMCAHAYA.com, OPINI - Peringatan maulid Nabi Muhammad saw. merupakan kesempatan untuk menggali hikmah agung dari kelahiran Rasulullah saw.. Salah satu hikmah terbesar yang jarang disorot adalah kelahiran beliau menandai awal perubahan besar dalam peradaban manusia dari masyarakat jahiliyah menuju masyarakat Islam yang mulia.


Saat Rasulullah saw. lahir, terpancar cahaya hingga menerangi istana Romawi di Syam, pilar istana Kisra di Madain retak dan sepuluh menaranya runtuh, api persembahan Persia padam dan danau serta sawah mengering, tetapi Wadi Samawah tiba-tiba mengalirkan air. Fenomena ini adalah isyarat politik bahwa kelahiran Nabi Muhammad saw. adalah ancaman langsung bagi imperium Persia dan Romawi saat itu. 


Di Pasar Dzil Majaz Nabi Muhammad saw. pernah berseru: "Hai manusia, ucapkanlah “Lâ ilâha illalLâh,” niscaya kalian beruntung." (HR. Ahmad)


Seruan itu bukan hanya dakwah tauhid, melainkan sebuah deklarasi visi politik bahwa perubahan sejati berawal dari pengakuan terhadap kedaulatan Allah Swt..


Lalu ketika menggali parit menjelang Perang Khandaq, Nabi saw. mendapat mukjizat melihat penaklukan Syam atau Romawi, Persia dan Yaman oleh kaum muslim saat memukul batu besar tiga kali (HR Ahmad dan an-Nasa’i).


Sejarah kemudian mencatat bahwa nubuwat itu menjadi nyata pada masa Kekhalifahan Umar bin al-Khathab ra di mana dua negara adidaya, yakni Persia dan Romawi benar-benar berhasil ditundukkan di bawah kekuasaan Islam.


Di era modern, banyak orang berharap perubahan politik melalui people power (gerakan massa) seperti sejarah Indonesia pasca-Reformasi 1998 saat Rezim Soeharto tumbang dan Orde Baru runtuh. Akan tetapi, apakah secara politik Indonesia benar-benar berubah? Ternyata tidak.  


Korupsi makin mengganas, oligarki makin kukuh, sumber daya alam milik rakyat tetap ada dalam kendali swasta dan asing. Pajak makin mencekik. Utang negara dan bunganya makin tinggi. Rakyat tetap miskin. Pengangguran makin banyak. Elite politik makin bergelimang harta. Keadilan hukum makin sulit ditegakkan. 


Mengapa demikian? Sebab yang jatuh hanya rezimnya, bukan sistem politiknya. Sistem politik demokrasi sekuler tetap dipertahankan padahal sistem inilah yang menjadi akar kerusakan yang membelit negeri ini. Dalam sistem demokrasi, kedaulatan (hak membuat hukum) ada di tangan manusia. Artinya, pembuatan hukum diserahkan pada hawa nafsu manusia. 


Allah Swt. telah berfirman: Otoritas membuat hukum itu ada pada Allah (QS. Yusuf : 40). Bahkan Allah Swt. telah menegaskan: Siapa saja yang tidak berhukum dengan wahyu yang telah Allah turunkan, mereka itulah pelaku kezaliman (QS. Al-Maidah: 45). Kemudian Allah berseru,  Apakah sistem hukum jahiliyah yang mereka kehendaki? Hukum siapakah yang lebih baik daripada hukum Allah bagi kaum yang yakin? (QS. Al-Maidah: 50). 


Jelas sudah, demokrasi yang menempatkan kedaulatan (hak membuat hukum) di tangan manusia adalah sistem hukum jahiliah. Karena itu, pergantian rezim (penguasa) tanpa pergantian sistem politiknya ke arah sistem politik Islam, tidak akan pernah menghasilkan perubahan ke arah yang lebih baik.


Islam memiliki metode perubahan politik yang jelas dan tuntas. Rasulullah saw. tidak pernah menyerukan revolusi massa untuk menggulingkan rezim Quraisy. Beliau menempuh metode dakwah yang terarah melalui tiga tahap, yaitu: Pertama, Tasqîf (Pembinaan): Beliau membina para Sahabat dengan fikrah Islam agar keimanan mereka kokoh dan mereka siap berjuang untuk perubahan.


Kedua, Tafâ‘ul ma‘a al-Ummah (Interaksi dengan Masyarakat). Rasulullah saw. mendakwahkan Islam secara terang-terangan di tengah-tengah masyarakat sekaligus membongkar kebusukan sistem kufur hingga opini umum berpihak pada Islam. Ketiga, Thalab an-Nushrah (Menggalang Dukungan). Beliau menggalang dukungan dari ahlul quwwah (para pemilik kekuasaan) untuk menegakkan sistem politik dan pemerintahan Islam.


Ketiga tahapan ini beliau tempuh tanpa kekerasan sama sekali apalagi melalui people power (gerakan massa) yang menjurus pada anarkisme (kekerasan). Pada akhirnya, melalui tahapan thalab an-nushrah, beliau berhasil meraih kekuasaan (istilâm al-hukum) secara damai dari ahlul quwwah di Madinah yang didukung oleh mayoritas penduduknya. Saat itu, mereka menyerahkan kekuasaan mereka secara sukarela kepada beliau. Sejak itu, beliau segera memproklamirkan pendirian Daulah Islam untuk pertama kalinya. 


Dengan metode ini, perubahan politik yang lahir bukan sekadar jatuhnya penguasa. Melainkan tumbangnya seluruh sistem jahiliyah, diganti dengan sistem Islam. Hasilnya adalah peradaban Islam yang bertahan berabad-abad lamanya.


Alhasil, jika umat Islam benar-benar ingin lepas dari siklus tirani dan ketidakadilan, jawabannya bukan demokrasi atau people power (gerakan massa). Melainkan dengan meneladani metode dakwah dan perubahan ala Rasulullah saw., yaitu menempuh tharîqah nabawiyyah, menegakkan Islam kafah dan membangun kembali sistem pemerintahan Islam. Itulah sistem Khil4fah ‘alâ minhâj an-Nubuwwah sebagai pelanjut Daulah Islam yang dirintis oleh Nabi Muhammad saw..


Para ulama telah bersepakat bahwa wajib atas kaum muslim untuk mengangkat seorang khalifah (menegakkan Khil4fah). Kewajiban ini berdasarkan syariat. Bukan berdasarkan akal (An-Nawawi, Syarh an-Nawawi ‘alaa Muslim, 12/205).


Alhasil, peringatan maulid Nabi saw. sudah seharusnya diarahkan untuk memotivasi umat agar sungguh-sungguh melakukan perubahan politik ke arah Islam sebagaimana yang sudah dicontohkan oleh Rasulullah saw.. Bukan dengan tetap mempertahankan sistem demokrasi sekuler seperti saat ini. Hanya dengan itu peringatan maulid Nabi saw. akan jauh lebih bermakna. Wallahualam bissawab. [Dara/MKC]


Sumber: Tabloid Kaffah no 409

Membubarkan DPR Bukan Solusi

Membubarkan DPR Bukan Solusi




Harusnya masyarakat sadar solusinya bukan membubarkan DPR

tetapi membubarkan kapitalisme dan berganti dengan sistem Islam rahmatan lil alamin


_______________________


Penulis Rahmatul Aini

Kontributor Media Kuntum Cahaya


KUNTUMCAHAYA.com, OPINI - Demo di depan DPR makin memanas, bahkan kericuhan antar aparat dan masyarakat seperti sudah biasa terjadi. Terbaru kasus ojol terlindas mobil brimob sampai meninggal dunia. Videonya viral di media sosial, di tengah keramaian para demonstran sebuah mobil brimob jalan melewati kerumunan, pengemudi ojol terjatuh saat hendak berlari dan tepat di depan mobil brimob. Bukannya berhenti sejenak, tetapi tetap jalan dan parahnya melindas ojol sampai krisis dan akhirnya meninggal dunia. (cnnindonesia.com, 29-08-2025) 


Demonstrasi yang dilakukan bukan tanpa alasan sebab mereka merasa DPR tidak menjadi wakil rakyat. Mereka hanya dipilih selebihnya tak pernah memperhatikan kondisi masyarakat. Minimnya empati di tengah gelombang PHK juga kebutuhan hidup yang serba sulit, justru pemangku kebijakan hidup dalam kecukupan dan kemewahan yang elite. 


Tugas DPR membuat kebijakan untuk kepentingan rakyat bukan sebaliknya. Jabatan yang didapatkan adalah jalan mereka untuk memperkaya diri. Bayangkan saja untuk menetapkan besaran anggaran mereka yang menentukannya. Gaji dan tunjangan perbulan telah menembus seratus juta lebih setelah diberlakukannya tunjangan rumah senilai lima puluh juta perbulan. Hasilnya, inilah yang memancing amarah masyarakat karena dinilai tidak sejalan dengan kebijakan efensiensi anggaran negara. (cnbcindonesia.com, 23-08-2025)


Para DPR dan jajarannya tidak akan pernah paham kondisi rakyat jika mereka tidak disituasi yang sama. Sedangkan rakyat untuk membeli beras saja sulit, tetapi di saat yang sama tunjangan beras DPR mencapai dua belas juta per bulan. Sungguh angka yang fantastis bukan? 


Disfungsinya Peran DPR 


Masyarakat telah kehilangan kepercayaan mereka terhadap DPR. Seolah fungsinya telah mandul, kritikan rakyat kepada DPR justru direspons negatif. Salah satu anggota DPR, yakni Ahmad Syahroni mengatakan bahwa yang mau membubarkan DPR itu orang yang tolol dan bodoh.


Geramnya rakyat sebab melihat DPR yang tak berfungsi sebagaimana tupoksi semestinya. Bayangkan saja mereka kerja di ruang rapat, tetapi asyik berjoget, ada yang tertidur pulas di ruangan, bahkan main slot saat rapat, gaji mereka fantastis seolah kinerja mereka benar-benar demi kepentingan masyarakat.  


Kondisi ini justru berbanding terbalik dengan kinerja para guru-guru yang telah mendedikasikan kehidupan mereka. Mengabdi demi mencerdaskan anak negeri justru mendapatkan intensif tak seberapa. Ada banyak guru honorer yang harus menunggu jangka waktu tiga bulan baru dapat gaji, dan itu pun tak dapat memenuhi kebutuhan. 


Kesenjangan dalam kapitalisme adalah sebuah keniscayaan. Kepentingan materi adalah tujuan utama tak heran jika para penguasa semakin sejahtera hidup makmur, sedangkan rakyat diliputi kesengsaraan dan penderitaan. 


Kondisi pilu rakyat hari ini kian memilukan, bagaimana mungkin pasca perayaan 80 tahun kemerdekaan Indonesia masalah yang menghinggapi negeri ini makin pelik. Rakyat seolah diberi kado kejutan perihal naiknya PBB di sebagian wilayah, yang bersamaan dengan tunjangan DPR juga ikut naik. Belum lagi polemik keracunan MBG yang semakin mengkhawatirkan dan kasus kriminal lainnya. 


Kesenjangan antara penguasa dan rakyat begitu jauh sekali. Bayangkan saja para pejabat mampu membeli jam dengan harga 11 miliar tapi rakyat tak mampu untuk mencukupi kebutuhan hidup mereka. Tak sedikit dari mereka harus memilih jalan bunuh diri bersama anggota keluarga yang lain karena utang dan impitan ekonomi.


Belum lagi dengan kasus bocah Raya yang keluar cacing di seluruh anggota tubuhnya. Untuk mendapatkan bantuan medis butuh biaya besar. Di saat yang bersamaan ada tokoh pejabat yang mampu membeli ironman dengan harga ratusan juta. Benar-benar kesenjangan yang pahit untuk dialami oleh penduduk pribumi. 


Rakyat dipaksa untuk memenuhi kemewahan hidup mereka padahal sama sekali mereka tak pernah mengurus rakyat dengan serius. Jika sudah begini harusnya kita beralih kepada sistem Islam yang tak akan memeras keringat rakyat dari pajak. Kecuali, dalam kondisi tertentu pajak bisa berlaku dan itu hanya bagi sebagian orang yang mampu saja bukan diratakan kepada seluruh rakyat seperti dalam sistem hari ini. 


Komparasi Pemimpin dalam Islam dan Kapitalisme 


Pemimpin dalam sistem demokrasi saat ini hanya mementingkan masalah pribadi maupun kepentingan para pemilik modal. Mereka membuat regulasi dalam rangka untuk memakmurkan hajat hidup mereka semata. Imbas dari kebijakan mereka ialah rakyat terus menerus menjadi korban.


Sebagai contoh, anggaran negara berkurang, rakyat justru banyak yang kehilangan pekerjaan karena PHK membludak disamping pemerintah terus-menerus mencekik rakyat lewat regulasi kenaikan PBB.    


Hukum yang berjalan dalam sistem demokrasi adalah buatan manusia sehingga solusi yang ditawarkan untuk menyelesaikan masalah tak dapat menyentuh akar persoalan justru sebaliknya masalah makin bertambah. Inilah bukti hukum buatan manusia itu terbatas dan tambal sulam bisa berubah-ubah, menyesuaikan dengan kepentingan politik.


Bahkan menjamur praktik politik kotor, korupsi, suap menyuap, lobi-lobi, maraknya makelar kasus yang bahkan mereka bisa kebal terhadap undang-undang dan tak bisa tersentuh hukum yang punya uang memegang kuasa. Mereka bahkan bisa membeli hukum untuk bebas dari jeratan peradilan.


Di sisi lain, mereka yang tak punya duit justru mudah terjerat pasal dan undang-undang. Hukum makin tajam menimpa rakyat miskin. Bukti bahwa hukum dalam sistem demokrasi kapitalistik makin tumpul ke atas dan tajam ke bawah. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia hanya slogan kosong yang tak memiliki arti dan nilai sama sekali. Kemerdekaan hanya dirasakan oleh para pemangku kebijakan. 


Harusnya masyarakat sadar solusinya bukan membubarkan DPR tapi membubarkan kapitalisme dan berganti dengan sistem Islam rahmatan lil alamin sebab selama kapitalisme mencokol dalam diri umat, selama itu pula kesengsaraan dan ketidakadilan ini akan terus meningkat. Umat butuh arah perjuangan hakiki, tugas para pengemban dakwah untuk memahamkan arah perjuangan. 


Namun berbeda dengan Islam, para pemimpin umat memandang bahwa jabatan yang mereka emban adalah sebagai amanah besar dan akan dipertanggungjawabkan kelak di hadapan Allah Swt.. Mereka menjalankan tugas sesuai dengan tupoksi yang berlaku dalam syara. Khalifah akan menjadi pelayan umat dan wakil umat akan menjadi penyampai aspirasi rakyat kepada khalifah.


Tak hanya itu, khalifah dan jajarannya tak anti kritik. Mereka selalu senantiasa memandang kritikan adalah sebuah perbuatan amar makruf. Karena, pemimpin juga manusia biasa pasti terdapat cacat dan salah. Sebaliknya kritikan umat adalah bentuk kasih sayang mereka terhadap pemimpin. 


Disfungsi peran tak akan pernah terjadi dalam sistem Islam. Pemerintahan berjalan sesuai dengan syariat yakni mengontrol dan melayani umat serta memastikan semua rakyat mendapatkan keadilan dan kesejahteraan. Bahkan mereka bekerja bukan untuk kepentingan pribadi melainkan semata-mata demi kepentingan umat.


Hukum yang berlaku bukan didasari dari nafsu manusia tapi legalisasi hukum dari wahyu Allah Swt. pemilik alam dan seisinya sehingga wujud pelaksanaan syariat Islam sempurna ketika mampu diterapkan dalam institusi negara Daulah Islamiah. Wallahualam bissawab. [Dara/MKC]

Penderitaan Makin Bertambah, G4za Butuh Solusi Hakiki

Penderitaan Makin Bertambah, G4za Butuh Solusi Hakiki



Islam telah memberikan solusi syar’i atas persoalan penjajahan

dan pembantaian ini yaitu berupa jihad fii sabilillah

_________


Penulis Nurul Fadila Trijunianti

Kontributor Media Kuntum Cahaya dan Aktivis Dakwah Kampus


KUNTUMCAHAYA.com, OPINI- Hari demi hari derita yang dialami saudara kita di G4za kian meningkat dan menyisakan luka yang dalam bagi siapa saja yang melihatnya. Ratusan ribu lebih nyawa yang tak bersalah menjadi korban atas kebengisan tentara Zion*s. Penderitaan yang tiada henti ini memanggil dunia untuk tidak lagi berpangku tangan.


Kini, solusi yang nyata dan berkelanjutan sangat dibutuhkan untuk mengakhiri penderitaan di G4za. Solusi tersebut harus bersifat global dan menyeluruh bukan hanya solusi tambal sulam semata. Maka mari kita gaungkan solusi hakiki yang dibutuhkan untuk menghentikan derita yang dialami saudara kita di G4za saat ini.

 

Kejahatan Zion*s Makin Meningkat

 

Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu telah memerintahkan pasukan militernya untuk menyerang P4lestina, bahkan mereka diperintahkan untuk merebut kota G4za. Serangan tersebut berpotensi sebagai penggusuran ratusan ribu warga P4lestina yang sudah lama tinggal di sana. Sebelum terjadinya perang hampir separuh populasi warga P4lestina tinggal di kota G4za.

 

Juru bicara militer Israel Avichay Adraee mengatakan bahwa penduduk harus meninggalkan kota dan menuju wilayah pesisir Khan Younis di G4za selatan. Militer telah melancarkan serangan besar-besaran selama berminggu-minggu. Mereka mengeklaim bahwa sekitar 75 persen wilayah G4za telah dikuasai oleh mereka. Dikutip dari news.republika.co.id, (06-09-2025)

 

Di tengah fase gencatan senjata penyerangan masif di seluruh wilayah kota G4za oleh militer dan pemukim Zion*s terus digencarkan. Diperkirakan dua pertiga bangunan di jalur G4za telah hancur dan rusak. Atas serangan tersebut banyak warga P4lestina yang menjadi korban dari kejahatan militer Zion*s tersebut.

 

Di lain sisi, Presiden Amerika Serikat Donald Trump juga mendukung agar Zion*s segera mengambil alih G4za makin kuat. Bahkan Donald Trump menegaskan untuk mengambil alih dan memindahkan penduduk G4za ke tempat lain. Pernyataan Presiden Amerika Serikat ini akhirnya menuai banyak kritikan dari berbagai pihak.

 

Umat manusia di seluruh dunia makin tidak bisa menoleransi lagi kejahatan Zion*s dan mereka telah melakukan berbagai upaya yang bisa dilakukan. Salah satu upaya yang dilakukan adalah Global Sumud Flotilla (GSF). Gerakan GSF ini disebut sebagai yang terbesar dalam sejarah gerakan yang serupa.

 

GSF adalah sebuah armada sipil internasional yang berlayar di laut Mediterania dengan tujuan kemanusiaan dan pesan politik. Armada tersebut berlayar untuk menentang blokade Isra*l atas jalur G4za. Dalam gerakan ini 50 kapal, ratusan relawan dari berbagai negara bergabung menjadi satu dan membawa misi yang sama.

 

Para relawan tersebut terdiri dari aktivis, jurnalis, tenaga kesehatan, politisi sampai public figure turut hadir dalam aksi tersebut. Menurut penyelenggara, GSF ini sebagai manifesto moral masyarakat sipil internasional. Mereka menilai bahwa pemerintah dunia terlalu lambat untuk menyelamatkan warga Gaza dari kelaparan, penyakit, dan krisis kemanusiaan. Dikutip dari rri.co.id, Selasa (02-09-2025)

 

Bungkamnya Dunia Atas Penderitaan G4za

 

Sayangnya, dengan kondisi yang dialami saudara kita di G4za para pemimpin hanya berdiam diri, mereka diam seakan buta dengan penderitaan warga di P4lestina dan memilih mengamankan diri padahal seharusnya dengan kekuasaan yang mereka punya mampu untuk membantu menghentikan penderitaan saudara seiman kita di sana.

 

Pengkhianatan para penguasa Arab dan diamnya dunia semakin membuat Zion*s meningkatkan kejahatan mereka. Mengapa semua ini bisa terjadi? Semua ini terjadi karena mereka terbelenggu dengan sistem yang mereka anut saat ini, mereka hanya mementingkan kepentingannya sendiri dan tidak peduli dengan kondisi yang lainnya.

 

Dengan fakta yang menyakitkan ini, yaitu bungkamnya dunia terhadap penderitaan G4za menunjukkan bagaimana sistem yang diterapkan yaitu kapitalisme tidak mampu memberikan jaminan kehidupan yang aman dan damai. Alhasil, kapitalisme tidak layak untuk memimpin dunia.

 

Kapitalisme gagal dalam memberikan keadilan bagi umat manusia, dan hanya didominasi oleh hegemoni politik belaka dan hanya berlandaskan asas kepentingan. Maka selama sistem ini masih berkuasa di dunia, apa yang dirasakan oleh kaum muslim P4lestina akan selalu bernasib sama.

 

Kapitalisme adalah mabda yang hanya mengedepankan materi dari segalanya. Maka tak heran para menguasa, khususnya penguasa negeri-negeri kaum muslim seketika berubah menjadi antek kepentingan. Mereka terbungkam dengan kepentingan yang dibawa oleh pihak-pihak yang pro terhadap penjajahan Zion*s, seperti Amerika Serikat dan negeri-negeri Barat lainnya.

 

Islam Solusi Hakiki Atas Penderitaan G4za

 

Persoalan P4lestina membutuhkan kepemimpinan Islam yang mampu mengatasi penjajahan yang dilakukan atas kaum muslim saat ini di G4za. Kepemimpinan Islam di bawah naungan Daulah Islamiah yaitu Khil4fah mampu menyatukan kaum muslim untuk membentuk militer yang kuat untuk melakukan pembebasan terhadap penjajahan warga P4lestina.

 

Islam telah memberikan solusi syar’i atas persoalan penjajahan dan pembantaian ini yaitu berupa jihad fii sabilillah. Hanya dengan itu persoalan P4lestina dapat diselesaikan dengan cepat dan efektif. Seperti yang telah dilakukan oleh sultan Salahuddin Al-Ayyubi yaitu membebaskan P4lestina pada tahun 1187 di bawah kepemimpinan Khil4fah.

 

Khil4fah adalah kepemimpinan yang berlandaskan akidah Islam dan menerapkan aturan Islam secara menyeluruh. Oleh sebab itu, persoalan terhadap kehidupan termasuk pembantaian yang dilakukan Isra*l saat ini akan mampu diselesaikan dengan hukum Islam. Seperti yang telah difirmakan Allah Swt., dalam Al-Qur'an

 

"Dan bunuhlah mereka di mana kamu temui mereka dan usirlah mereka dari mana mereka telah mengusir kamu." (QS. Al-Baqarah: 191)

 

Ayat ini menerangkan untuk memerangi kaum penjajah yang memerangi kaum muslim dan mengusir mereka yang ingin merebut tanah kaum muslim secara paksa. Maka tidak heran pada masa Islam berjaya, aktivitas seperti jihad fii sabilillah selalu dilakukan untuk mengatasi negara kafir yang ingin memerangi umat Islam.

 

Oleh karena itu, kehadiran negara Islam di tengah-tengah umat sangat dibutuhkan saat ini, apalagi mengingat bagaimana kaum Zion*s Isra*l telah meningkatkan serangan mereka terhadap warga P4lestina yakni berupa menyerang dengan senjata, menghabiskan nyawa orang yang tak bersalah, menghancurkan rumah-rumah mereka, bahkan melakukan tindakan pelaparan terhadap saudara kita di P4lestina, sungguh miris. Seperti inilah kondisi kaum muslim jika tidak diatur dengan sistem Islam.


Khatimah

 

Oleh sebab itu, kita sebagai umat manusia harus terus meningkatkan tuntutan kita yakni dengan menuntut bantuan dan seruan militer untuk menghentikan genosida di G4za. Maka umat harus bersatu dalam membantu persoalan G4za dan menyeruka jihad fii sabilillah sebagai solusi sejati dalam menyerang para penjajah yang ingin menguasai negeri-negeri kaum muslim. Namun, solusi tersebut hanya bisa dilakukan di bawah sistem Islam yakni, Daulah Islamiyah. Wallahualam bissawab. [EA/MKC]

Matinya Nurani dan Rusaknya Sistem Hidup

Matinya Nurani dan Rusaknya Sistem Hidup



Fenomena bunuh diri seorang ibu itu tidak lahir dari kemauan pribadi

tetapi lahir dari sistem sekularisme yang tidak manusiawi dan tidak menjamin hak hidup rakyat

___________


Penulis Aisyah Abdullah

Kontributor Media Kuntum Cahaya dan Pegiat Literasi


KUNTUMCAHAYA.com, OPINI- Seorang ibu warga Bandung berinisial EN (34 tahun) ditemukan tewas bersama kedua anaknya di rumah kontrakannya. Sebelumnya aparat kepolisian menduga EN terlebih dahulu membunuh kedua anaknya, yakni AA (9 tahun) dan AAP (11 bulan). Di lokasi kejadian tersebut polisi menemukan ada surat wasiat dari korban.


Isi surat tersebut berisi jeritan pilu seorang ibu rumah tangga dalam menghadapi hidup. Lelah hidup terus-terusan karena terlilit utang, tekanan ekonomi, dan masalah rumah tangga, serta gagal menjadi istri maupun ibu. (Detik.com, 06-09-2025)


Menjadi seorang ibu bukanlah pekerjaan yang mudah apalagi hidup dalam kondisi kehidupan yang serba sulit seperti saat ini. Seorang ibu harus pintar menjaga kewarasan, mengolah emosi dan tidak memendam masalah sendiri karena bisa berdampak mental bagi dirinya.


Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) telah mengungkapkan lebih dari 1 miliar orang hidup dengan gangguan kesehatan mental. Seperti, gangguan kecemasan dan depresi menjadi yang paling umum di semua kelompok usia.


Berangkat dari kejadian tersebut maraknya fenomena bunuh diri dipicu oleh dua faktor yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Pertama, faktor internal karena lemahnya ketakwaan dan pemahaman setiap individu kepada takdir Allah sehingga ia tidak mampu menghadapi ujian hidup dari Allah dan tidak adanya pemahaman bahwa setiap ujian yang datang dari Allah tidak akan melebihi batas kemampuan hamba-Nya.


Kedua, faktor eksternal diterapkannya kapitalisme hari ini. Di mana sistem ini meniscayakan kesenjangan yakni distribusi kekayaan tidak pernah adil. Kekayaan hanya berputar di kalangan rakyat kelas atas sementara rakyat kelas bawah dipaksa bertahan dengan hidup yang kian terimpit.


Kapitalisme dengan asas sekulernya, yakni pemisahan agama dari kehidupan telah melahirkan individu-individu yang memahami Islam hanya sebatas ritual belaka. Masyarakat sebagian besar telah kehilangan pegangan hakiki yang seharusnya bisa menjadi penopang menghadapi tekanan hidup.


Terlebih lagi, para penguasa dalam sistem ini tidak hadir secara untuk melayani kepentingan dan kebutuhan rakyat, melainkan hadir untuk melayani kepentingan dan kebutuhan para koleganya. Kebijakan yang mereka buat bukan untuk menyejahterakan rakyat. Namun, untuk mempermudah akumulasi kepentingan segelintir orang. Rakyat dipaksa mandiri mengakses kesejahteraan, keadilan dan keamanan.


Contoh ibu di Bandung hanyalah satu contoh dari kasus ibu-ibu di negeri ini yang juga hidup dalam tekanan akibat ekonomi yang seret. Tak jarang beban hidup menumpuk dari segala sisi meninggalkan luka batin yang mendalam. Namun, sesungguhnya fenomena bunuh diri seorang ibu itu tidak lahir dari kemauan pribadi. Aapi lahir dari sistem hidup tidak manusiawi dan tak menjamin hak hidup rakyat. Sistem hidup yang telah menciptakan jurang kesenjangan antara kelas sosial atas dengan masyarakat miskin. Faktor inilah yang menimbulkan depresi, putus asa, dan pada akhirnya bunuh diri. 


Kedua faktor di atas adalah hal mendasar pemicu kerusakan tata kelola sistem kehidupan saat ini. Termasuk gagalnya pengelolaan sistem ekonomi yang carut marut. Penyebabnya adalah ekonomi kapitalistik yang diterapkan. Sistem ekonomi kapitalistik telah menyebabkan kesenjangan yang menganga. Nihil pemerataan dan distribusi merata. Ekonomi hanya berputar di kalangan elite sementara di masyarakat perputaran uang mandek. 


Di sisi lain, dalam pengelolaan kepemilikan, yakni kepemilikan umum yang mestinya dikelola negara dan hasilnya untuk kemaslahatan rakyat malah di ambil oleh swasta. Inilah yang menyebabkan masyarakat miskin makin miskin sebab hak mereka tak mereka dapatkan.


Inilah wajah asli sistem sekuler-kapitalis yang diadopsi oleh negeri ini, telah menyebabkan matinya naluri seorang pemimpin terhadap persoalan yang menimpa rakyatnya. Karena itu, selama ide sekuler masih menjadi cara pandang negara maka kasus-kasus ibu bunuh diri karena himpitan ekonomi sulit teratasi.


Sistem Islam Solusi Tuntas


Manusia adalah makhluk yang sangat istimewa diantara makhluk Allah yang lain. Saking istimewanya manusia Allah Swt. begitu menjaga dan melindungi setiap jiwa manusia. Tidak ada yang begitu menghargai dan melindungi setiap jiwa manusia melebihi Islam. Maka dari itu bunuh diri bukan pilihan melainkan bentuk keputusasaan yang lahir dari sistem yang gagal menyelesaikan setiap problematika kehidupan manusia.


Jalan keluar sejati hanya ada pada penerapan Islam sebagai sistem kehidupan yang menyeluruh yang tidak hanya memberikan penjagaan iman, tetapi juga menghadirkan distribusi kekayaan yang adil dan merata bagi seluruh rakyat. 


Negara Islam yang berasaskan akidah Islam akan memposisikan penguasa sebagai raa'in (pengurus) rakyat yang bertanggung jawab penuh terhadap urusan umat. 


Rasulullah saw. bersabda: "Setiap kalian adalah pemimpin (rain), dan setiap pemimpin akan dimintai pertanggungjawaban atas yang dipimpinnya". (HR. Imam Bukhari) 


Hadis ini mengajarkan pentingnya amanah di mana setiap kepemimpinan adalah sebuah kepercayaan yang harus dijalankan dengan baik. 


Negara dalam Islam akan pengurus umat dan memastikan terpenuhinya seluruh kebutuhan pokok bagi setiap individu. Termasuk jika ada seorang janda atau ibu yang tidak memiliki harta ataupun keluarga, maka mereka semua dalam pemeliharaan negara.


Negara akan menciptakan lapangan kerja yang banyak dan memadai bagi rakyatnya serta mendorong mereka untuk giat bekerja. Negara dalam sistem Islam akan mengelola SDA secara mandiri dan hasilnya untuk menjamin kebutuhan rakyat tanpa membedakan kaya atau miskin, tua atau muda sebab SDA adalah termasuk kepemilikan milik umum yang tidak boleh dimiliki atau dikuasai oleh swasta maupun asing.


Dalam bidang pendidikan pula negara Islam akan menerapkan sistem pendidikan berbasis akidah Islam yang akan melahirkan generasi beriman, berilmu, dan produktif. Dengan bekal pendidikan seperti ini seseorang tidak mudah putus asa menghadapi ujian hidup. 


Negara Islam juga akan menutup pintu utang piutang ribawi yang menjerat rakyat. Dengan begitu diharapkan kehidupan umat dapat berjalan humanis, tidak ada dikotomi kesenjangan ekonomi apalagi menciptakan bunuh diri sebab tidak mampu memenuhi kebutuhan hidupnya. Negara memiliki tanggung jawab terhadap kesejahteraan umatnya. Inilah konsep dasar Islam, semuanya bisa dilaksanakan apabila Islam ditegakkan secara kafah dalam semua lini kehidupan. Wallahualam bissawab. [EA/MKC]

Pengangguran Pemuda: Cermin Gagalnya Kapitalisme

Pengangguran Pemuda: Cermin Gagalnya Kapitalisme




Krisis tenaga kerja global ini bukan sekadar problem teknis

melainkan akibat dari sistem ekonomi yang mendominasi dunia: kapitalisme

_________________________


KUNTUMCAHAYA.com, SURAT PEMBACA - Dunia sedang menghadapi krisis tenaga kerja global. Sejumlah negara besar seperti Inggris, Prancis, Amerika Serikat, hingga Cina mengalami lonjakan pengangguran. Fenomena unik juga muncul, yakni banyak orang terpaksa berpura-pura bekerja atau menerima pekerjaan tanpa digaji, sekadar demi dianggap punya pekerjaan. Hal ini dilaporkan CNBC Indonesia yang menegaskan bahwa kelompok anak muda adalah korban paling utama dari krisis ini.


Di Indonesia, meski Badan Pusat Statistik mencatat penurunan angka pengangguran secara nasional, realitanya generasi muda masih mendominasi. Separuh dari total pengangguran adalah anak muda. Artinya, kaum muda yang seharusnya menjadi motor pembangunan bangsa justru paling banyak tersisih dari dunia kerja. Kondisi ini jelas menunjukkan ada masalah serius dalam sistem ekonomi global maupun nasional.


Kapitalisme dan Akar Krisis Lapangan Kerja


Krisis tenaga kerja global ini bukan sekadar problem teknis, melainkan akibat dari sistem ekonomi yang mendominasi dunia: kapitalisme. Sistem ini menjadikan ekonomi hanya menguntungkan segelintir orang, sementara mayoritas rakyat dibiarkan berjuang sendiri. Data dari Celios menegaskan ketimpangan ini. Kekayaan 50 orang terkaya di Indonesia setara dengan kekayaan 50 juta orang Indonesia. Ketimpangan ekstrem seperti ini menunjukkan kegagalan negara dalam mendistribusikan sumber daya secara adil.


Kapitalisme membuat negara bersikap lepas tangan dari tugasnya menyediakan pekerjaan. Negara lebih sibuk memberi karpet merah bagi investor, sementara rakyat dibiarkan berdesak-desakan mencari kerja. Program-program seperti job fair yang kerap digembar-gemborkan pemerintah sejatinya tidak menyentuh akar masalah. Bagaimana mungkin job fair bisa jadi solusi, jika pada saat yang sama industri sedang diguncang badai PHK massal?


Begitu pula dengan pembukaan sekolah vokasi. Faktanya, banyak lulusan vokasi tetap menganggur. Ini menandakan bahwa sistem pendidikan kapitalis tidak sinkron dengan kebutuhan nyata rakyat. Pendidikan hanya diarahkan memenuhi pasar kerja, sementara pasar kerjanya sendiri hancur diterpa badai kapitalisme.


Dampak bagi Generasi Muda: Antara Hilang Arah dan Terlunta


Generasi muda yang seharusnya produktif justru menghadapi masa depan yang suram. Mereka menganggur, tersisih, bahkan rela bekerja tanpa digaji hanya untuk dianggap “beraktivitas”. Krisis ini bukan hanya soal angka, tetapi juga menghancurkan martabat manusia.


Rasulullah ï·º pernah mengingatkan bahwa salah satu nikmat terbesar yang sering dilupakan adalah “waktu luang dan kesehatan” (HR. Bukhari). Ketika anak muda menganggur, dua nikmat ini menjadi sia-sia, bahkan bisa mendorong mereka pada kriminalitas, narkoba, atau putus asa.


Selama kapitalisme masih menjadi sistem yang mengatur dunia, pengangguran akan terus menjadi masalah utama. Kapitalisme bukan hanya gagal menyediakan lapangan kerja, tetapi juga gagal memberikan kesejahteraan.


Islam Menawarkan Solusi Fundamental

 

Berbeda dengan kapitalisme, Islam memiliki solusi yang menyeluruh dan sistematis.


1. Negara sebagai Raa’in (Pengurus Rakyat)

Dalam Islam, penguasa adalah raa’in (pengurus rakyat), bukan regulator pasar. Rasulullah ï·º bersabda: “Imam (pemimpin) adalah pengurus rakyat, dan ia akan dimintai pertanggungjawaban atas rakyatnya.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Negara wajib memastikan setiap rakyat memiliki akses pekerjaan. Caranya melalui penyediaan lahan, modal, industrialisasi, dan pendidikan berbasis kebutuhan umat.


2. Distribusi Kekayaan yang Adil

Sistem ekonomi Islam mengatur agar kekayaan tidak menumpuk pada segelintir orang. Allah Swt. berfirman: “…agar harta itu tidak hanya beredar di antara orang-orang kaya saja di antara kamu.” (QS. Al-Hasyr: 7)

Dengan pengelolaan kepemilikan umum (seperti sumber daya alam) oleh negara, hasilnya dikembalikan kepada rakyat. Ini mencegah terjadinya ketimpangan ekstrem seperti yang ada di Indonesia saat ini.


3. Pendidikan Islam Mencetak SDM Berkualitas

Sistem pendidikan Islam tidak hanya menyiapkan tenaga kerja, tetapi melahirkan manusia berkepribadian Islam, ahli di bidangnya, serta siap berkontribusi bagi umat. Pendidikan diarahkan bukan untuk memenuhi pasar kapitalis, tapi untuk membangun peradaban Islam.

 

Sejarah mencatat, di masa Khil4fah Islam, rakyat tidak dibiarkan menganggur. Negara menyediakan lapangan kerja melalui pembangunan industri, pertanian, serta pengelolaan tanah dan tambang. Bahkan, jika ada yang tetap tidak mampu bekerja, negara memberikan jaminan hidup. Inilah wujud nyata negara sebagai raa’in.


Krisis tenaga kerja global dengan anak muda sebagai korban utama menyingkap satu hal: kapitalisme gagal. Ia gagal membuka lapangan kerja, gagal mendistribusikan kekayaan, dan gagal mewujudkan kesejahteraan. Program tambal sulam seperti job fair atau sekolah vokasi hanyalah ilusi yang tidak menyentuh akar masalah.


Islam hadir dengan paradigma berbeda. Negara Islam (Khil4fah) menjadikan pemimpin sebagai pengurus rakyat, memastikan distribusi kekayaan adil, serta menyiapkan SDM unggul dengan pendidikan berbasis akidah Islam. Inilah solusi sejati untuk mengatasi pengangguran dan membangun kesejahteraan.


Saatnya anak muda memahami bahwa masa depan mereka tidak bisa diserahkan pada kapitalisme yang rapuh, tetapi hanya bisa terjamin dalam sistem Islam yang diterapkan secara kafah.  Wallahualam bissawab. [GSM/MKC]


Manna Salwa

Krisis Tenaga Kerja Global, Kapitalisme Telah Gagal

Krisis Tenaga Kerja Global, Kapitalisme Telah Gagal




Minimnya lapangan pekerjaan menjadikan kesenjangan sosial makin dalam

karena harta hanya berputar pada kalangan orang kaya saja

________________________

Penulis Ledy Ummu Zaid

Kontributor Media Kuntum Cahaya 


KUNTUMCAHAYA.com, OPlNl- Dewasa ini, tak dapat dimungkiri mencari uang itu bukan perkara yang mudah. Mendapatkan pekerjaan yang ideal nyatanya menjadi hal yang sangat langka hari ini. Seperti yang kita ketahui, negara seolah tak peduli terhadap kesejahteraan rakyatnya, khususnya kepada para pencari kerja.


Krisis Tenaga Kerja Dialami Banyak Negara


Dilansir dari laman cnbc.com (06-09-2025), krisis tenaga kerja tengah dialami banyak negara. Sejumlah negara besar pun mengalami kenaikan angka pengangguran. Sebagai contoh, Amerika Serikat (AS) dengan ekonominya yang maju tetap saja tidak dapat menghindari krisis ketenagakerjaan. 


Menurut data, sekitar tahun 1990-an hingga 2010-an, tingkat pengangguran tidak banyak didominasi lulusan perguruan tinggi (PT). Namun, ketika dunia dilanda pandemi COVID-19, lulusan PT sempat mengungguli tingkat pengangguran di AS.


Saat ini, meski kemajuan teknologi seperti Artificial Intelligence (AI) tengah berkembang pesat, tetapi faktanya malah memperburuk krisis ketenagakerjaan ini. Bahkan, di negara besar lainnya seperti Cina, muncul fenomena pura-pura kerja, seperti yang dilansir dari laman beritasatu.com. Generasi muda rela membayar 30 yuan hingga 50 yuan untuk dapat menggunakan fasilitas seperti di kantor. 


Lantas, bagaimana realita ketenagakerjaan di Indonesia? Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), tingkat pengangguran mengalami lonjakan besar saat pandemi COVID-19, yakni sebesar 981.203 orang pada tahun 2020.


Tak dapat dimungkiri, saat itu dunia kerja Indonesia hampir lumpuh. Persoalan seperti rekrutmen dihentikan sementara dan ribuan lulusan nekat bekerja seadanya demi menyambung hidup menjadi titik terendah dalam sistem ketenagakerjaan Indonesia.


Konon katanya, akar masalahnya jauh lebih rumit dari krisis akibat pandemi. Sejauh ini, lulusan Sekolah Menengah Atas (SMA) tampak lebih beruntung daripada lulusan PT. Hal ini dikarenakan industri dan sektor informal dapat menyerap lebih banyak tenaga kerja di bidang teknis. Ijazah tinggi pun tidak terlalu dibutuhkan.


Banyak pengamat ekonomi yang akhirnya mendesak agar PT mendesain ulang kurikulum pendidikannya. Besar harapan, keterampilan praktik dan teknologi serta kemitraan dengan industri dapat memberi jalan untuk para lulusan PT. Tak hanya itu, mahasiswa juga seharusnya dibekali ilmu kewirausahaan yang mumpuni.


Kapitalisme Gagal Menyerap Tenaga Kerja


Harus diingat, dunia masih menganut kapitalisme padahal itu terbukti tidak menyejahterahkan. Negara seolah hanya tunduk dengan para kapitalis, yakni pemilik modal, baik swasta maupun asing. Jadi, kebijakan yang dibuat acapkali hanya menguntungkan kalangan elite. Sedangkan, hidup rakyat makin terjepit.


Minimnya lapangan pekerjaan masih selalu menjadi momok menakutkan bagi lulusan sekolah maupun PT. Walhasil, banyak yang tidak bekerja alias menjadi pengangguran. Hal ini tentu menyebabkan daya beli menurun dan tingkat kemiskinan meningkat.


Di satu sisi, persoalan ketimpangan sosial juga kian menonjol. Menurut data Center of Economic and Law Studies (CELIOS), kekayaan 50 orang terkaya di Indonesia setara dengan kekayaan 50 juta warga Indonesia. Penguasa dan pejabat seharusnya memberikan kesejahteraan, tetapi nyatanya rakyat selalu dimanfaatkan.


Hingga kini, upaya pemerintah dalam menciptakan lapangan pekerjaan melalui job fair dan kerja sama industri belum mampu menyerap tenaga kerja seluas-luasnya. Dunia industri pun juga ketar-ketir karena badai pemutusan hubungan kerja (PHK) mulai membayangi. 


Jika terjadi PHK besar-besaran, maka sudah seharusnya pemerintah siap siaga membuka lapangan pekerjaan lain. Sejauh ini, fakta lain yang mencengangkan. Sebagai contoh, banyak tenaga kerja asing (TKA) menyasar lapangan pekerjaan di industri dalam negeri. Sedangkan, warga lokal harus rela meninggalkan tanah air lantaran menjadi pekerja imigran Indonesia (PMI). 


Ketenagakerjaan dalam Islam


Sungguh ironi menyaksikan ketidakadilan akibat penerapan sistem kufur ala Barat, yakni kapitalisme sekuler. Ideologi ini meniscayakan kehidupan tidak boleh diatur oleh aturan agama. Dengan kata lain, muslim tidak leluasa memperhatikan perkara halal-haram karena negara tidak mendukung itu.


Berbeda dengan Islam yang mana hadir sebagai rahmatan lil alamin (rahmat bagi seluruh alam). Islam akan selalu menomorsatukan akidah lslam dalam pengurusan rakyat. Seorang khalifah (pemimpin) tentu akan bertanggung jawab terhadap kehidupan dunia dan akhirat setiap individu rakyatnya.


Rasulullah sallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,


“Imam (kepala negara) adalah pengurus rakyat. Dia akan diminta pertanggungjawaban tentang rakyatnya.” (HR. Bukhari Muslim)


Dengan demikian, dalam ekonomi Islam, kebutuhan hidup rakyat, seperti kesehatan, pendidikan, hukum, bantuan modal, dan industrialisasi hingga pemberian tanah juga menjadi tanggung jawab negara yang harus dipenuhi.


Kemudian, tidak ada pula kasus terkait harta yang tidak terdistribusi dengan baik. Dalam hal ini, daulah (negara) tidak akan membiarkan harta hanya beredar di kalangan orang kaya saja. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman, ”... supaya harta itu jangan beredar di antara orang-orang kaya saja di antara kamu. Apa yang diberikan Rasul kepadamu, ...” (TQS. Al-Hasyr: 7)


Dalam bidang ketenagakerjaan, daulah akan mencetak sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas melalui sistem pendidikan Islam. Mereka tidak hanya siap bekerja dan memiliki keahlian di bidangnya, tetapi juga wajib dibekali akidah lslam yang kuat. Oleh karenanya, mereka dapat bekerja dengan penuh ketekunan dan kejujuran dalam menjalankan amanahnya masing-masing.


Lebih lagi, daulah akan membuka lapangan pekerjaan seluas-luasnya melalui pengelolaan SDA milik umat. Ketika dikelola dengan baik, khususnya tidak diberikan kepada swasta dan asing, industri tentu dapat menyerap banyak tenaga kerja. Terkait upah, Islam juga sangat menganjurkan majikan memberi upah sebelum keringat pekerja mengering.


Khatimah


Oleh karena itu, kaum muslim seharusnya merindukan penerapan syariat Islam secara kafah (menyeluruh) untuk mengatur kehidupan. Dengan hadirnya kepemimpinan Islam seperti pada zaman Khulafur Rasyidin, yakni Khil4fah lslamiah ‘ala minhajin nubuwwah, umat akan kembali pada peradaban yang gemilang. Tidak seperti hari ini, kemuliaan kaum muslim sebagai khairu ummah (umat terbaik) telah hilang. Tak ayal, persoalan ekonomi seperti krisis tenaga kerja global terjadi akibat kapitalisme telah gagal. Wallahualam bissawwab. [Luth/MKC]

MBG Bermasalah: Ompreng Makanan Mengandung Minyak Babi?

MBG Bermasalah: Ompreng Makanan Mengandung Minyak Babi?



Cina adalah negara kufur yang tidak akan memperhatikan halal dan haram dalam setiap produknya

baik itu makanan atau produk barang lainnya termasuk produk ompreng untuk program MBG

_________________________


Penulis Tinah Asri 

Kontributor Media Kuntum Cahaya, Aktivis Dakwah, dan Pegiat Literasi


KUNTUMCAHAYA.com, OPlNl- Isu ompreng atau wadah makanan dalam program "Makan Bergizi Gratis" (MBG), yang diduga mengandung minyak babi semakin membuat masyarakat resah. Sementara sampai hari ini program MBG masih terus saja bermasalah, mulai dari keracunan, makanan basi, wadah kurang bersih, dll. Sekarang ditambah lagi ompreng tempat makanan mengandung minyak babi. Jika isu itu benar, berarti kesehatan anak bangsa sedang dipertaruhkan. 


Dikutip dari  detikhikmah.com, (28-08-2025), berawal dari laporan Indonesia Business Post (BIP) yang melakukan investigasi di wilayah Chaoshan bagian timur Provinsi Guangdong China, menyebutkan bahwa di sana ada sekitar 30-40 pabrik yang memproduksi ompreng makanan untuk pasar global dan salah satunya untuk program MBG di Indonesia, lengkap dengan label Made In Indonesia dan logo SNI nya.


Menanggapi hal tersebut Kepala Badan Gizi Nasional (BGN), Dadan Hindayana menjelaskan, pihaknya akan bekerja sama dengan Kementrian Perdagangan, Perindustrian, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), untuk melakukan pengecekan. Dadan berjanji akan mengganti wadah tersebut jika benar terbukti mengandung minyak babi.


Siapa yang Diuntungkan?


Namun sayang, hasil dari pengecekan tempat makanan tersebut hingga saat ini belum juga terpublikasi. Padahal, dalam laporannya BIP juga menyebutkan bahwa ompreng makanan yang diproduksi China tersebut berbahan tipe 201, yang artinya mengandung logam mangan dan tidak aman untuk jenis makanan bersifat asam. 


Dalam ompreng juga tertulis untuk "Program Makan Gratis." Made In Indonesia, tetapi diproduksi di Cina. Cina adalah negara kufur yang tidak akan memperhatikan halal dan haram dalam setiap produknya, baik itu makanan atau produk barang lainnya. Dan, lagi-lagi Cina yang diuntungkan. 


Kenyataannya ini merupakan bentuk pengkhianatan pemerintah atau pemangku kebijakan terhadap pelaku industri dalam negeri. Mereka menutup mata terhadap para pelaku industri dalam negeri. Masih banyak para pelaku usaha negeri ini yang mampu untuk memproduksi wadah makan semacam itu. Masih banyak industri yang gulung tikar akibat daya beli masyarakat semakin turun. Banyak para pekerja yang harus di-PHK karena kebijakan segelintir orang pejabat yang lebih memihak kepada pengusaha Cina.  


Sementaran itu, babi juga merupakan hewan yang diharamkan oleh syariat Islam baik untuk dikonsumsi maupun dimanfaatkan menjadi produk lain. Dalam Al-Qur'an surah Al-Baqarah ayat 173, Allah Swt. berfirman:


"Sesungguhnya Allah mengharamkan atasmu bangkai, darah, daging babi, dan (daging) hewan yang disembelih (dengan menyebut) nama selain Allah..." 


Para ulama pun telah bersepakat bahwa pengharaman atas babi bukan hanya sebatas dagingnya, tetapi semua anggota tubuhnya termasuk minyak gajih atau lemaknya. Jadi penggunaan minyak babi, meskipun hanya sebatas sebagai pelumas mesin hukumnya tetap haram. 


Pelaksanaan program MBG yang diberikan ke sekolah-sekolah hanya demi menepati janji kampanye semata, bukan wujud perhatian yang tulus demi keberlangsungan kehidupan berbangsa dan bernegara. Tujuan awal dari program MBG baik, yakni untuk mencegah stunting dengan memberikan asupan gizi seimbang kepada anak bangsa. Namun miris, dalam praktiknya program MBG malah mengabaikan kesehatan anak-anak, dengan berbagai permasalahannya.


Hal ini membuktikan bahwa dalam negara yang menerapkan sistem kufur kapitalisme pemerintah tidak pernah serius memperhatikan rakyatnya. Kapitalisme justru menjadikan rakyat sebagai objek. Rakyat dibebani dengan pajak tinggi, ujung-ujungnya penguasa dan para pejabat yang menikmati. Selain itu, kapitalisme hanya melihat segala sesuatu dari segi manfaat materi, untung atau rugi dalam setiap transaksi, termasuk dalam urusan mengurusi rakyat. Maka wajar saja program MBG, sekali pun awalnya merupakan gagasan dari Presidennya tetapi dalam pelaksanaan selalu mengabaikan kesehatan anak-anak.


Islam Mengatur Kesehatan Masyarakat


Kondisi ini berbanding terbalik dengan sistem Islam sebab Islam memandang bahwa kesehatan merupakan kebutuhan pokok masyarakat sama seperti halnya pangan, papan, sandang, pendidikan dan keamanan. Negara khilafah wajib memastikan seluruh individu masyarakat terpenuhi kebutuhan makanan dan kesehatan. Negara akan memberi kemudahan bagi para suami dan ayah untuk bekerja mencari nafkah, menyediakan lapangan kerja, sehingga mereka  bisa melaksanakan kewajibannya memberi nafkah keluarga, tidak butuh lagi makan bergizi gratis dari pemerintah.


Dalam hal kesehatan, selain wajib memberikan layanan kesehatan secara gratis, menyediakann semua fasilitas kesehatan, seperti gedung rumah sakit, dokter, obat-obatan, badan riset untuk layanan kesehatan, negara khilafah juga wajib menjamin produk yang beredar di tengah masyarakat halal. Melalui departemen terkait negara khilafah akan membuat aturan untuk mengatur makanan dan minuman yang layak edar dan dikonsumsi oleh masyarakat. Kalau ada yang melanggar maka negara akan memberikan sanksi tegas bagi pelakunya. Karena mengedarkan makanan atau minuman yang haram termasuk ke dalam kategori kriminal (jarrimah).


Namun, untuk mewujudkan terpenuhinya jaminan ekonomi dan kesehatan bagi masyarakat perlu adanya institusi yang menegakkan syari'at Islam. Aturan yang berasal dari Allah Swt. Sang Maha Pencipta dan Pengatur, yang mengetahui segala sesuatu yang dibutuhkan oleh manusia. Dan, Syariat Islam hanya bisa tegak dengan adanya institusi Daulah, yakni Daulah Khil4fah Islamiah. Wallahualam bissawab. [Luth/MKC]

Zakat Bukan Pajak Membongkar Kekeliruan Kapitalisme

Zakat Bukan Pajak Membongkar Kekeliruan Kapitalisme



Dalam sistem Islam, pajak hanya dipungut sementara ketika kas negara (Baitulmal) kosong. 

Sementara zakat adalah pos tetap pemasukan negara yang telah diatur syariat


______________________


Penulis Ani Yunita

Kontributor Media Kuntum Cahaya 


KUNTUMCAHAYA.com, OPINI - Belakangan ini, masyarakat kembali dibuat gusar dengan kebijakan pemerintah yang semakin memperluas penarikan pajak. Mulai dari kenaikan PPN, PPh, lonjakan PBB yang bahkan bisa mencapai 1000 persen, hingga beban pajak bagi pedagang kecil. Semua ini muncul sebagai dampak dari Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2026 yang menargetkan pemasukan pajak sebesar Rp388 triliun.


Menurut laporan tempo.co (24-08-2025), RAPBN 2026 menargetkan penerimaan pajak naik 13,4 persen dari Rp2.076,9 triliun di tahun 2025 menjadi Rp2.357,7 triliun di 2026. Anggaran belanja negara sendiri dipatok Rp3.786,5 triliun, di mana sekitar Rp3.136,5 triliun (82,8 persen) akan dialokasikan untuk belanja pemerintah pusat. Adapun total penerimaan negara diperkirakan Rp3.147,7 triliun, dengan 85 persennya bersumber dari pajak.


Dari angka-angka tersebut jelas terlihat bahwa tulang punggung keuangan negara sepenuhnya bertumpu pada pajak rakyat. Sayangnya, pajak tidak hanya dikenakan pada kelompok kaya, tetapi membebani masyarakat miskin. Pertanyaan pun muncul, di mana hasil nyata dari pengelolaan sumber daya alam Indonesia yang begitu melimpah? Alih-alih meringankan beban rakyat, pemerintah justru menekan dengan pajak yang kian luas dan tinggi, sementara ekonomi masyarakat sedang sulit.


Sebagai alternatif, Center of Economic and Law Studies (Chelios) menawarkan opsi lain untuk menutupi target Rp388 triliun tanpa membebani rakyat kecil. Beberapa usulan antara lain pajak kekayaan bagi 50 orang terkaya Indonesia, pajak karbon, pajak produksi batu bara, pungutan sektor ekstraktif, pencabutan pajak kekayaan hayati, pajak digital, pajak warisan (sekitar Rp20 triliun), pajak atas kepemilikan rumah ketiga (sekitar Rp4,7 triliun), serta bea cukai minuman berpemanis dalam kemasan (MBDK) yang diharapkan menekan potensi diabetes (cnnindonesia.com, 12-08-2025)


Namun, di tengah gelombang protes di berbagai kota akibat kebijakan kenaikan pajak ini, Menteri Keuangan Sri Mulyani justru menimbulkan kontroversi baru. Dalam pidatonya di acara Sarasehan Nasional Ekonomi Syariah Refleksi Kemerdekaan RI 2025 (13-08-2025), ia menyamakan kewajiban membayar pajak dengan kewajiban zakat dan wakaf.


Dalam Islam, zakat dan pajak adalah dua hal yang berbeda, tidak bisa disamakan. Dalam sistem Islam, pajak hanya dipungut sementara ketika kas negara (Baitulmal) kosong. Itu pun hanya dari laki-laki muslim yang kaya, bukan dari yang miskin maupun non-Muslim dzimmi. Pajak juga ditarik hanya untuk kebutuhan mendesak, misalnya bencana besar atau layanan dasar publik yang krusial.


Sementara zakat adalah pos tetap pemasukan negara yang telah diatur syariat, baik persentase maupun batas nisabnya. Kaum miskin sama sekali tidak dibebani kewajiban zakat (kecuali zakat fitrah). Distribusinya pun terbatas hanya pada delapan asnaf sebagaimana ditegaskan Allah Subhanahu wa taala dalam QS. At-Taubah ayat 60 yang artinya: “Sesungguhnya zakat-zakat itu hanyalah untuk orang-orang fakir, orang miskin, para amil zakat, orang yang dilunakkan hatinya (muallaf), untuk (memerdekakan) hamba sahaya, orang yang berhutang, untuk jalan Allah, dan untuk orang yang sedang dalam perjalanan, sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan Allah. Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.” 


Dengan demikian, dana zakat tidak bisa dialihkan sesuka hati, apalagi untuk pembangunan infrastruktur negara. Berbeda dengan itu, dalam sistem kapitalisme, pajak dikenakan ke semua lini tanpa pandang bulu, bahkan rakyat miskin yang sudah kesulitan hidup sekalipun. Ironisnya, para pejabat kaya justru kerap mendapat keringanan hingga tax amnesty, sementara rakyat biasa dipaksa patuh membayar.


Pajak di negeri kapitalis dijadikan sumber utama kas negara dengan dalih pembangunan dan kesejahteraan. Akan tetapi, kenyataan di lapangan justru sebaliknya rakyat makin terimpit sebab kapitalisme membiarkan kekayaan alam dikuasai swasta dan asing, sehingga hasilnya lebih banyak dinikmati pemilik modal ketimbang rakyat. Tak heran kesenjangan sosial-ekonomi semakin lebar.


Dalam Islam, keuangan negara tidak bergantung pada pajak. Sumber utamanya berasal dari pengelolaan penuh terhadap sumber daya alam tambang, hutan, laut, minyak, gas, batu bara, dan lainnya yang wajib dikuasai negara. Keuntungan dari pengelolaan SDA itu langsung masuk kas negara dan digunakan untuk kepentingan rakyat, seperti pendidikan, kesehatan, dan infrastruktur.


Oleh karena itu, untuk benar-benar menjamin kesejahteraan rakyat, dibutuhkan penerapan sistem ekonomi Islam secara menyeluruh. Sistem ini menegaskan bahwa negara berkewajiban memenuhi kebutuhan pokok setiap individu, memberikan pendidikan dan layanan kesehatan gratis, serta melarang kebijakan yang menzalimi rakyat dengan beban pajak. Hanya dengan cara ini rakyat dapat merasakan keamanan, keadilan, dan kesejahteraan yang sesungguhnya. Wallahualam bissawab. [Dara/MKC]