Maraknya Kejahatan Seksual pada Anak
OpiniRatusan Kasus Kejahatan Seksual pada Anak Menjadi Alarm bahwa Negeri Ini Tidak Sedang Baik-Baik Saja
Butuh Solusi Mengakar dan Komprehensif untuk Menghentikannya
Penulis : Erni Setianingsih Masrullah
(Aktivis Dakwah Kampus)
kuntumcahaya.blogspot.com -- Dilansir dari REPUBLIKA[dot]CO[dot]ID (22/01/2023) bahwa KPAI (Komisi Perlindungan Anak Indonesia) mengungkapkan sebanyak 4.683 laporan masuk ke pengaduan sepanjang 2022. Nyaris dari lima ribu laporan itu bersumber dari pengaduan langsung, dan pengaduan tidak langsung (email dan surat), daring dan media massa.
Pengaduan paling tinggi adalah klaster PKA (Perlindungan Khusus Anak) sebanyak 2.133 kasus. Dan kasus tertinggi ialah jenis kasus anak menjadi korban kejahatan seksual dengan jumlah 834 kasus.
Dari data di atas menunjukkan bahwa tidak ada satu kelompok masyarakat yang selamat dari perilaku kejahatan kekerasan. Apalagi yang rentan menjadi korban kekerasan adalah pada anak-anak. Kekerasan seksual pada anak tidak memandang agama, latar belakang dan siapa yang menjadi pelaku juga korban.
Mirisnya, peristiwa kekerasan seksual ini bahkan dilakukan oleh anak-anak sekolah di bangku SD yang menjadi pelaku. Tapi, yang menjadi pusat perhatiannya, kenapa anak di bawah umur bisa menjadi pelaku kejahatan seksual? Padahal masih seumur jagung, yang seharusnya mereka lebih fokus belajar, menghafal, dan menikmati masa bermain.
Negara Indonesia sendiri yang memiliki sistem Demokrasi, di dalamnya terdapat kebebasan yang diagung-agungkan, atas nama HAM (Hak Asasi Manusia). Manusia bebas dalam berbuat. Perbuatannya tidak lagi memandang halal-haram. Begitu pun dengan sistem ekonominya yang menganut sistem Kapitalisme. Landasannya bukan halal dan haram, tapi mencari keuntungan sebanyak-banyaknya.
Beginilah gambarannya ketika Indonesia berada dalam sistem ekonomi Kapitalisme dan sistem politik Demokrasi. Masyarakat dibebaskan memilih apa yang menjadi kehendaknya. Seperti musik, tontonan, dan idola yang jauh dari kata baik. Ditambah lagi video pornografi yang mudah untuk diakses. Apalagi musiknya tidak kalah bobroknya, dan penyimpangan-penyimpangan senantiasa difasilitasi demi mendapatkan cuan.
Apabila pemahaman yang sudah masuk dalam benak seseorang, maka akan menuntut untuk direalisasikan, jika pemahamannya benar maka efeknya baik dan apabila pemahamannya salah maka efeknya pun buruk. Misalnya, apabila orang yang senantiasa menonton video porno maka akan terpengaruh, bahkan akan melakukan hal tersebut kepada orang lain. Apalagi anak-anak yang di bawah umur yang mempunyai rasa penasaran tinggi atas segala hal, termasuk menirukan apa yang ia lihat dan ia dengar.
Media kapitalis memang inspirasi seseorang berbuat cabul. Jangankan anak kecil, orang dewasa yang sudah berakal saja banyak yang terpengaruh. Inilah akibat dari banyaknya konten-konten yang mengandung pornografi dan pornoaksi yang berseliweran di media sosial. Konten-konten itu kadang muncul tanpa diminta.
Dan konten-konten semacam itu salah satu faktor pemicu bangkitnya naluri seksual. Kalau naluri seksual sudah bangkit, pasti bakalan menuntut pemuasan. Apabila orangnya kurang iman, pasti bakalan melampiaskannya ke sembarang orang, halal haram bukan pertimbangan lagi. Parahnya konten-konten seperti itu dibiarkan oleh negara kapitalis, padahal andaikan mau diblokir negara bisa banget melakukannya. Tapi, sayangnya yang dijadikan standar oleh negara bukan bahaya tidak bahayanya tapi untung atau rugi.
Kebebasan yang digaungkan oleh dunia Barat dan digaungkan di Indonesia, yang menjadi sebab atas semua permasalahan yang terjadi. Sebagai manusia yang normal, ketika melihat sebuah kesalahan, pastilah ingin memperbaikinya. Namun, jika ia masih saja menggunakan solusi sistem Kapitalisme Demokrasi maka tidak akan menemukan solusinya. Yang ada hanya permasalahan baru yang timbul terus-menerus.
Dalam sistem Islam, Islam bukan sekadar agama spritual saja tapi lebih dari itu. Islam merupakan way of life (jalan kehidupan), yang membahas tentang hubungannya dengan Rabb-nya, tentang bagaimana hubungan dengan dirinya sendiri, dan bagaimana manusia dengan manusia lain berhubungan. Bukan kebebasan yang menjadi asas kehidupan, melainkan akidah Islam yaitu rida Allah Swt..
Adapun cara yang dilakukan dalam sistem Islam untuk menjaga generasi dari pengaruh media dengan mekanisme sebagai berikut:
Pertama, dalam sistem Islam pasti akan memastikan media yang masuk ke tengah-tengah masyarakat adalah media yang memberi edukasi, bukan sekadar media yang mengejar rating atau sebatas menyuguhkan penghiburan diri.
Kedua, media dalam sistem Islam yaitu sebagai sarana menebar kebaikan, alat kontrol, dan sarana syiar dakwah Islam baik di dalam muaupun di luar negeri. Media menjadi benteng penjaga umat dan negara, sehingga suasana taat terus tercipta.
Ketiga, dalam sistem Islam memastikan kerja media tidak keluar dari koridor hukum syarak. Artinya konten-konten yang mengandung pemikiran dan budaya asing tidak akan boleh tayang.
Keempat, dalam sistem Islam akan memberikan sanksi untuk pelaku pelanggaran. Sanksi ini ditujukan untuk menimbulkan efek jera bagi pelaku, sehingga tidak bakalan ada yang berani melanggar.
Kelima, kerja media adalah bagian dari berlomba-lomba dalam kebaikan dan ikhtiar menguatkan ketaatan, bukan sebagai alat untuk menyebarkan keburukan atau pun kebohongan.
Dengan mekanisme seperti di atas, tidak bakalan ada konten-konten pornografi maupun pornoaksi yang mencemari media kita. Untuk mencegah naluri seksual gampang bangkit, sistem Islam juga akan menerapkan sistem pergaulan Islam. Laki-laki dan perempuan wajib infishal (hidup secara terpisah). Sebelum balig, anak laki-laki akan dipahamkan bahwa teman bermain mereka adalah laki-laki, begitu pun sebaliknya.
Selain itu, sebelum balig, mereka juga akan dibiasakan untuk menutup aurat dengan sempurna ketika keluar rumah. Karena kalau sudah balig wajib hukumnya menutup aurat dengan sempurna. Mereka juga akan diajari untuk ghadul bashar (menundukkan pandangan). Karena dalam Islam, menundukkan pandangan di depan lawan jenis yang bukan mahram itu wajib. Dengan begitu, naluri seksual tidak akan gampang bangkit. Kalau masih ada yang melakukan pencabulan itu sangat kebangetan.
Maka negara akan memberikan sanksi yang tegas. Menurut Abdurrahman Al-Maliki dalam kitab Nizhamul Uqubat halaman 108, "Tindakan kriminal yang dilakukan oleh anak yang belum balig, tidak bisa dikenai sanksi. Namun, jika perbuatan kriminal yang dilakukan oleh anak tersebut adalah karena kelalaian walinya, maka wali itu yang dijatuhi sanksi."
Maka keluarga dalam Islam akan terdorong untuk mendidik anak-anakya sebaik mungkin. Itu karena mereka paham betul bahwa anak adalah amanah yang akan dimintai pertanggungjawaban baik di dunia maupun di akhirat. Alhasil generasi yang terbentuk adalah generasi saleh-salehah yang jauh dari kemaksiatan. Semenjak kecil mereka sudah dipahamkan bahwa dirinya adalah hamba Allah yang diciptakan untuk beribadah kepada-Nya. Sehingga tidak boleh melanggar aturan-Nya. Anak pun jadi memiliki self control untuk menjadi anak yang bertakwa. Wallahu a'lam bi ash-shawwab.