INFRASTRUKTUR YANG MERESAHKAN WARGA
OpiniItulah paradigma kapitalisme, yang menjadi tolok ukur dalam mengurus rakyat adalah untung rugi
Kadang dalam proses pembangunan, ada oknum pejabat memangkas anggaran pusat, memilih bahan baku yang murah dan menekan biaya produksi. Dampaknya, ketahanan infrastruktur tak bertahan lama, mudah roboh dan ambruk
Penulis Suryani
Kontributor Media Kuntum Cahaya
KUNTUMCAHAYA.com-Jembatan merupakan sarana umum yang sangat penting. Keberadaannya menjadi penghubung antara satu daerah dengan daerah lainnya. Infrastruktur ini akan memudahkan warga dalam beraktivitas. Namun apa jadinya kalau jembatan yang vital ini mengalami kerusakan, tentu sangat berbahaya bagi warga sekitar ataupun bagi orang yang melintasinya. Saat ini kerusakan jembatan tersebut mulai meresahkan warga.
Hal itu pula yang kini dirasakan Fahrulrazi (22), salah satu
warga yang berada di sekitar jembatan penghubung Dayeuhkolot dan Baleendah yang
melintasi sungai Citarum dan berada di wilayah Kabupaten Bandung. Di salah satu
sisi kiri bawah jembatan mengalami kerusakan dan keretakan, sehingga ketika
kendaraan melintas di atasnya sangat terasa getarannya. Dia dan warga sekitar
khawatir jembatan ambruk karena tidak kuat menopang beban berat apalagi ketika
terjadi kemacetan. Walaupun telah dibangun jembatan sementara namun warga tetap
khawatir dan berharap pemerintah terkait segera memperbaikinya secara permanen.
(Detik Jabar, 11/02/2023)
Setelah diresmikannya pada tahun 1951 lalu, jembatan ini
belum direnovasi sehingga wajar kalau terjadi kerusakan. Bahkan keretakan itu sudah diketahui dari 2
tahun lalu. Namun sampai sekarang belum ada tanda-tanda akan diperbaiki.
Keresahan warga hanya ditanggapi dingin oleh pejabat terkait, dan melemparkan
tanggung jawab itu ke Pemprov Jabar, tetapi tak membuahkan respon ataupun
action.
Seharusnya, pemerintah pusat dan daerah bersinergi dalam
membangun ataupun memperbaiki jembatan yang rusak. Karena betapa sangat
pentingnya fungsi dan manfaat infrastruktur tersebut untuk akses publik.
Pemerintah bisa segera menyiapkan anggaran yang cukup dari APBN/APBD serta
pengawasan ketat dalam pengerjaan agar bangunan yang dibuat kokoh dan tahan
guncangan. Tentu hal tersebut akan membuat masyarakat yang melintas atau pun
warga di sekitarnya merasa lebih aman dan nyaman.
Lantas apa yang menyebabkan pejabat terkait begitu lamban
dalam merespon permasalahan ini? Salah satu penyebabnya karena kurangnya rasa
tanggung jawab para pejabat negeri ini terhadap rakyatnya, sehingga kurang
tanggap ketika rakyat mengeluh dan meminta perhatian. Sikap pemimpin seperti
ini disebabkan pula oleh ideologi yang melandasi pemikiran dan pemerintahan,
yakni ideologi kapitalis sekuler yang diterapkan negara. Alhasil, peran
pemimpin kian tergerus, tanggung jawab mengurus makin pupus.
Maka tak heran jika infrastruktur rusak, pemerintah (negara)
lamban bertindak. Bahkan saling lempar tanggung jawab antar pejabat kerap
terjadi, mungkin dikarenakan besarnya
biaya perbaikan atau pun risiko yang
timbul dari pembangunan tak mau mereka ambil.
Itulah paradigma kapitalisme yang dipakai saat ini, yang
menjadi tolok ukur dalam meriayah (mengurus) rakyat adalah untung rugi.
Terkadang dalam proses pembangunan, banyak oknum pejabat memangkas sendiri
anggaran dari pusat, memilih bahan baku yang murah dan menekan biaya produksi
sekecil mungkin. Dampaknya, ketahanan infrastruktur tak bertahan lama, mudah
roboh dan ambruk diterpa hujan deras. Dan yang lebih menyedihkan kurangnya
perhatian atas keamanan dan keselamatan masyarakat sebagai pengguna.
Dalam Islam, infrastruktur adalah hak warga negara dan wajib
disediakan oleh negara. Hal ini mengacu pada hadis Nabi saw.:
"Imam atau kepala negara laksana pengembala, hanya
dialah yang bertanggung jawab terhadap urusan rakyatnya." (HR. Bukhari dan Muslim)
Oleh sebab itu mengurus dan memfasilitasi kehidupan rakyat
seperti sandang, pangan, papan, pendidikan, kesehatan, keamanan merupakan
tanggung jawab negara. Termasuk membangun sarana kebutuhan publik lainnya
seperti jalan raya, jembatan, sekolah, stasiun, terminal dan lain-lain. Semua akan dibangun untuk
menunjang aktivitas rakyat semata demi
kemaslahatan warga negara. Pembangunannya pun tidak terpusat di tempat yang menjadi
sentral ekonomi saja, melainkan akan menyebar merata di seluruh pelosok negeri
sampai ke pedesan. Dimana di satu wilayah ada kehidupan, maka di situ ada
infrastruktur sebagai penunjang kehidupannya.
Pembangunan infrastruktur sekalipun membutuhkan biaya besar,
tapi mudah saja dibangun karena ditopang oleh Baitulmaal sebagai kas negara. Dimana
tiga sumber utama pemasukannya didapat dari harta negara, harta milik umum,
juga zakat yang disimpan di tempat khusus karena memang peruntukannya hanya
untuk delapan asnap.
Harta kepemilikan umum yang meliputi sumber daya alam yang
ada di daratan, lautan dan kekayaan dalam tanah yang dikelola negara sebenarnya
sudah cukup untuk membiayai infrastruktur. Sehingga Islam pun melarang
membangun dari hutang ataupun menggandeng asing atau swasta, semua pembiayaan
hanya diambil dari Baitulmaal. Karena mempunyai biaya yang besar maka kualitas
bahan-bahan bangunan akan dipilihkan yang terbaik, sehingga akan menghasilkan
bangunan kuat dan bertahan lama tidak mudah rusak. Negara pun akan
memprioritaskan pembangunan yang mendesak terlebih dahulu, sedangkan yang tidak
mendesak dibangun setelah semua fasilitas untuk kepentingan masyarakat
terpenuhi.
Itulah penguasa dalam sistem Islam yang membangun
infrastruktur hanya untuk kepentingan warga negaranya, bukan untuk kepentingan
dirinya apalagi para korporasi. Hal itu dilakukan karena kesadaran dan tanggung
jawab mereka atas amanah kepemimpinannya. Jelas ini hanya akan terwujud ketika
Islam itu diterapkan secara kafah dalam tataran individu, masyarakat dan
negara. Maka diwajibkan bagi seluruh umat muslim untuk sama-sama berjuang dalam
mewujudkannya. Wallahu a'lam bi ash-shawwab.