LARA PEKERJA MIGRAN DI NEGERI JIRAN
OpiniMaraknya Pekerja Migran Indonesia (PMI) adalah buah dari kemiskinan dan sempitnya lapangan kerja di dalam negeri
Islam memiliki sistem ekonomi yang mampu memberikan jaminan kesejahteraan rakyat dan juga membuka lapangan kerja yang luas
Penulis Nur Indah Sari
Kontributor Media Kuntum Cahaya & Penggiat Literasi
KUNTUMCAHAYA.com-Jiran cocok disematkan kepada Malaysia karena letaknya berdekatan dengan Indonesia. Karena letaknya itulah, banyak pekerja Indonesia yang ingin mengadu nasib di negeri Jiran, Malaysia.
Para pekerja migran yang dibutuhkan oleh Malaysia ternyata banyak. Sekitar 60.000 pekerja dibutuhkan untuk sektor rumah tangga. Untuk bekerja secara resmi di sana membutuhkan berbagai macam persyaratan dan dokumen, sehingga membutuhkan waktu cukup lama untuk melengkapinya. Baru sekitar tiga ribuan dokumen yang bisa diselesaikan dan dikirim ke negeri Jiran. (BBCNewsIndonesia, 3/03/2023).
Walhasil, dengan rentang waktu yang agak lama untuk mempersiapkan berbagai dokumen, sedangkan kebutuhan yang sangat mendesak, banyak perusahaan penyalur kerja memilih jalan singkat yaitu jalur ilegal. Visa turis yang seharusnya dipakai sementara, dijadikan alat untuk mempercepat masuknya pekerja migran.
Bisnis ini sangat menguntungkan sehingga banyak perusahaan penyalur tenaga kerja rela untuk melakukan penyimpangan dalam memasukkan pekerja migran ke negara tujuan. Namun, karena bukan melalui jalan resmi, banyak sekali kasus terabaikannya hak para pekerja migran. Mulai dari ditundanya pembayaran gaji, bahkan sampai ada yang tidak dibayar sama sekali. Hal ini bisa sampai bertahun-tahun bahkan puluhan tahun. Rentan juga mengalami penganiayaan, kekerasan fisik, dan psikis. Bahkan dapat dipastikan menjadi pintu dari perdagangan manusia. Telah banyak pekerja migran bermasalah yang dipulangkan ke Indonesia. Rata-rata mereka berasal dari NTT (Nusa Tenggara Timur).
Contoh kasus yang dikutip dari BBC News Indonesia tanggal 1 Maret 2023 yaitu kasus pekerja migran yang bernama Merience Kabu dari NTT yang mengalami penganiayaan selama bertahun-tahun tanpa ada yang tahu. Kasus ini sampai sekarang belum menemukan titik terang penyelesaian. Keadilan masih dicari oleh Merience. Kisah lara yang Merience alami ternyata banyak juga dialami oleh pekerja migran lainnya. Merience tidak diperbolehkan keluar rumah dan tidak bisa menggunakan akses komunikasi. Penganiayaan demi penganiayaan diterima olehnya tanpa bisa melawan. Hingga tahun 2014 Merience berani untuk meminta tolong kepada orang lain sehingga kini ia telah bebas dari penyiksaan majikannya. Negeri yang serumpun dengan Indonesia tidak menjamin adanya hak memanusiakan manusia.
Pemerintah mengeluarkan peraturan untuk perlindungan pekerja migran di negeri Jiran. Permenaker 4/2023 bukannya mencari solusi dari akar permasalahan, pemerintah justru menyodorkan iuran untuk membuat perlindungan para pekerja. Jumlah yang dipungut mulai dari puluhan sampai ratusan ribu. Namun itu pun tidak menjamin seratus persen adanya perlindungan keamanan untuk pekerja migran.
Maraknya Pekerja Migran Indonesia (PMI) adalah buah dari kemiskinan dan sempitnya lapangan kerja di dalam negeri. Kemiskinan yang membuat rendahnya keterampilan para pekerja migran, membuat lapangan kerja yang tersedia adalah lapangan kerja tak layak. Kondisi ini membuat para pekerja migran rentan kekerasan dan rendahnya posisi tawar Indonesia di negeri lain. Mirisnya, pemerintah hanya mengupayakan perbaikan perlindungan tanpa berusaha menyelesaikan akar persoalan yaitu, mengapa sampai banyak yang memilih menjadi pekerja migran.
Kemiskinan di Indonesia terjadi karena kesalahan penerapan sistem ekonomi. Sistem Kapitalisme nyatanya justru membolehkan perampasan SDA (Sumber Daya Alam) oleh pihak asing dan swasta. Padahal jika dikelola sendiri akan mampu membuka lapangan kerja yang banyak serta meningkatkan kesejahteraan rakyat.
Islam memiliki sistem ekonomi yang mampu memberikan jaminan kesejahteraan rakyat dan juga membuka lapangan kerja yang Luas. SDA yang banyak akan mampu menjadi sumber pemasukan negara untuk menyejahterakan rakyat. Rakyat tak perlu menjadi PMI untuk mencari sesuap nasi karena di negeri sendiri tersedia banyak lapangan pekerjaan.
Bila tak menyelesaikan persoalan dengan solusi sampai ke akarnya, bukan tidak mungkin lara itu akan berlarut-larut dan menjadi gunung es. Sehingga akan ada banyak korban seperti Meriance yang tak terselamatkan.