RAMADHAN : BUKANNYA BERLOMBA DALAM KEBAIKAN MALAH HARGA PANGAN DINAIKKAN
OpiniApakah pantas memanfaatkan Bulan Ramadan untuk menaikkan harga pangan? Tentu tidak. Namun, beberapa oknum memanfaatkannya demi keuntungan yang banyak. Oknum ini memanfaatkan Ramadan dengan perencanaan jauh-jauh hari yaitu, dengan menimbun pangan-pangan yang ada
Ketika banyak permintaan dari konsumen maka para oknum tersebut akan menjualnya kepada pedagang-pedagang dengan harga yang fantastis, sehingga membuat dilema bagi penjual dan juga pembeli akibat perbuatan oknum-oknum yang suka menimbun bahan pangan tersebut
Penulis Siti Nurtinda Tasrif
Kontributor Kuntum Cahaya dan Aktivis Dakwah Kampus
KUNTUMCAHAYA.com-Bulan suci Ramadan adalah bulan yang mulia, bulan perjuangan, yang di dalamnya terdapat banyak keutamaan. Salah satunya dilipatkangandakan pahala dari setiap kebaikan yang dilakukan. Di Ramadan ini, kaum Muslim patutnya bersyukur karena masih diberikan kesempatan oleh Allah Swt. untuk menyambut tamu agung ini. Namun, amat disayangkan, tidak sedikit yang memanfaatkan Ramadan untuk meraih untung sebanyak-banyaknya.
Harusnya pada bulan Ramadhan kaum Muslimin baik di dalam ataupun di luar negeri bersungguh-sungguh dalam memaksimalkan amalan kebaikannya hingga Allah Swt. dapat membalasnya dengan pahala yang dilipatgandakan. Di bulan yang mulia tersebut, tentu ada keutamaan yang lain yaitu diampunkan dosa-dosa yang telah lalu.
Sudah seharusnya di Bulan Ramadan kita maksimalkan untuk berlomba-lomba dalam kebaikan agar bisa menggapai surga. Itu karena di Bulan Ramadan, pintu surga dibuka selebar-lebarnya sedangkan pintu neraka ditutup rapat-rapat. Sungguh Bulan Ramadan dipenuhi oleh keutamaan serta keberkahan.
Ironisnya, kaum Muslim yang sekarang banyak yang tidak memahami keutamaan tersebut. Bulan Ramadan dijadikan alasan untuk menaikkan harga pangan. Itupun dengan kenaikan yang tidak dapat dijangkau oleh rakyat kelas menengah bawah. Seolah menjadi hal yang biasa di Bulan Ramadan. Padahal di Bulan Ramadan harusnya melakukan kebaikan sebanyak-banyaknya, bukan sekadar mencari untung semata. Karena Ramadan hanya datang sekali setiap tahunnya dan belum tentu dapat berjumpa kembali di tahun berikutnya.
Sungguh miris, kenaikan harga pangan ini. Begitu tidak memikirkan apakah rakyat mampu membelinya atau tidak. Mengingat tidak semua masyarakat memiliki penghasilan di atas rata-rata. Seolah ini sebuah hal yang wajar ketika bahan pangan naik dan menjadi tradisi yang terus-menerus berulang setiap Ramadan. Sebagaimana yang penulis kutip dari Media detikNews[dot]com (8/03/2023) bahwa harga pangan akan naik terus. Menurut Ikatan Pedagang Pasar Indonesia (IKAPPI) harga tertingginya akan terjadi pada tiga hari menjelang Puasa. Kenaikan harga itu terjadi karena permintaan masyarakat yang tinggi menjelang bulan puasa. Masyarakat berupaya membeli bahan makanan untuk stok di rumah.
Apakah pantas memanfaatkan Bulan Ramadan untuk menaikkan harga pangan? Tentu tidak. Namun, beberapa oknum memanfaatkannya demi keuntungan yang banyak. Oknum ini memanfaatkan Ramadan dengan perencanaan jauh-jauh hari yaitu, dengan menimbun pangan-pangan yang ada. Ketika banyak permintaan dari konsumen maka para oknum tersebut akan menjualnya kepada pedagang-pedagang dengan harga yang fantastis, sehingga membuat dilema bagi penjual dan juga pembeli akibat perbuatan oknum-oknum yang suka menimbun bahan pangan tersebut.
Lebih parahnya lagi, pemerintah hanya menganggap persoalan ini sudah biasa, asalkan masih dalam batas kewajaran. Padahal tugas pemerintah untuk menjaga kestabilan harga pangan, sehingga tidak terjadi yang namanya pelonjakan harga pangan yang nantinya akan menyulitkan kebutuhan hajat hidup rakyat keseluruhan.
Di samping itu negara bertugas untuk melakukan pengawasan pada oknum-oknum yang suka menimbun pangan, kemudian mencegah oknum tersebut melakukan hal-hal yang dapat merugikan umat. Dan menjatuhkan sanksi yang tegas bagi pelakunya agar tidak terjadi lagi perbuatan seperti itu.
Namun, yang menjadi pertanyaan, apakah dengan sistem saat ini, pemerintah dapat memberikan tindakan yang adil juga memberikan kemaslahatan bagi rakyat? Mengingat negara berdiri di atas sistem Kapitalisme, sistem yang memanfaatkan segala situasi dan kondisi untuk mendapatkan keuntungan yang sebanyak-banyaknya.
Sistem ini menyuburkan kepentingan dan mengubur segala bentuk kebaikan. Lebih parahnya lagi sampai pada titik kaum Muslim tidak mengenal esensi Bulan Ramadan, rakyat hanya mengetahui Bulan Ramadan adalah bulan puasa, tetapi tidak dengan kemuliaan dan keutamaannya. Bahkan Bulan Ramadan dijadikan alat untuk meraih keuntungan sebesar-besarnya.
Tidak terpikirkan oleh sistem Kapitalisme, apa akibat yang terjadi pada rakyat jika menggunakan asas peraturannya berdasarkan kepentingan individu. Maka, keadilan yang didapatkan adalah individu semata. Itupun individu yang memiliki materi sebanyak-banyaknya, jika tidak akan bernasib sama dengan yang lainnya.
Berbeda dari sistem Kapitalisme, sistem Islam menjamin kestabilan pangan yang dibutuhkan oleh umat, baik dari segi terpenuhinya kebutuhan juga harga per pangannya. Sehingga umat tidak merasa berat dalam menjual apalagi ingin membelinya. Islam juga melarang praktik penimbunan bahan pangan, karena hal itu dapat memberi kesulitan bagi umat. Oleh sebab itu, Islam akan memberikan sanksi tegas bagi pelaku yang menimbun pangan tersebut.
Di samping itu, sistem Islam dapat memberikan kemaslahatan bukan pada individu tetapi seluruhnya. Sehingga umat tidak perlu memikirkan cara untuk mendapatkan pangan apalagi berupaya semaksimal mungkin untuk membelinya. Sistem Islam hadir untuk umat dengan kemaslahatan yang dibawanya sehingga umat akan terpenuhi berbagai kebutuhan hajat hidupnya.
Maka dari itu, yang terpenting saat ini adalah kaum Muslim bisa memaksimalkan waktu dan pikirannya untuk berlomba-lomba dalam kebaikan. Umat akan bersungguh-sungguh dalam takwa demi menggapai surga yang dijanjikan. Oleh sebab itu, tidak akan ada individu yang hanya mencari keuntungan semata, yang ada hanya mencari kebaikan sebanyak-banyaknya.
Dengan kebaikan ini umat berupaya untuk menggapai surga. Karena kaum Muslimin menyadari bahwa dunia hanya tempat tinggal sementara, sedangkan akhirat adalah kekal. Maka dengan pemahaman ini, umat senantiasa memaksimalkan aktivitas kebaikan untuk menggapi surga yang dijanjikan oleh Allah Swt.. Wallahu a'lam bi ash-shawwab.