Aturan Islam Tuntaskan Problem Stunting
OpiniUntuk mengatasi problem stunting tidak cukup hanya menggelontorkan anggaran semata. Kesejahteraan hidup akan tetap jauh panggang dari api selama sistem ekonomi Kapitalisme masih dijadikan landasan dalam setiap kebijakan. Oleh karenanya butuh sistem lain yang mampu menjamin kesejahteraan rakyat secara menyeluruh. Sistem tersebut tidak lain hanyalah aturan Islam yang menyeluruh
Penulis Ummi Nissa
Kontributor Media Kuntum Cahaya dan Member Komunitas Rindu Surga
KUNTUM CAHAYA.com-Usia 0 sampai 6 tahun adalah masa keemasan (golden age) yang merupakan tahapan pertumbuhan dan perkembangan anak yang paling penting pada awal kehidupan manusia. Namun sayang, kini muncul masalah stunting yaitu masalah gizi kronis akibat kurangnya asupan gizi pada anak dalam jangka waktu lama, hingga menghambat pertumbuhan tinggi anak menjadi lebih pendek dari usianya. Pada akhirnya kondisi ini juga dapat memengaruhi tingkat kecerdasan mereka.
Meski ada upaya pemerintah untuk melakukan percepatan penurunan tingkat stunting, tapi faktanya angka penderita anak stunting cenderung naik di beberapa daerah di Indonesia.
Dikutip dari republika[dot]co[dot]id (8 April 2023), berdasarkan SSGI (survei status gizi Indonesia) prevalensi balita stunting di Kabupaten Kepulauan Sula, Maluku Utara, tahun 2021 berada di angka 27,7 persen dan tahun 2022 berada di angka 28,5 persen. Hal itu menunjukkan bahwa balita stunting di Kabupaten Kepulauan Sula mengalami peningkatan sebesar 0,8 persen. Karena hal itulah, Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Maluku Utara (Malut) menggelar forum koordinasi percepatan penurunan stunting dan fokus di kawasan Tertinggal, Terdepan dan Terluar (3T).
Masalah stunting kini menjadi satu dari sekian banyak PR besar bangsa ini. Terlebih, upaya pemerintah yang telah mengucurkan anggaran untuk penanganan stunting, ternyata di lapangan tidak tepat sasaran. Menteri Keuangan Sri Mulyani pun menyayangkan, dari anggaran negara senilai Rp77 triliun untuk penanganan stunting, tapi hanya Rp34 triliun yang sampai pada bayi dan ibu hamil. Sebagian yang lain digunakan untuk kegiatan-kegiatan yang dianggapnya tidak urgen seperti rapat koordinasi dan pembangunan pagar puskesmas. (cnnindonesia[dot]com, 14 Maret 2023)
Mendalami Penyebab Terjadinya Masalah Stunting
Pihak Kementerian Kesehatan menegaskan bahwa stunting merupakan ancaman utama terhadap kualitas masyarakat Indonesia. Bukan hanya mengganggu pertumbuhan fisik anak-anak, tapi penderita stunting juga akan memiliki riwayat kesehatan buruk karena daya tahan tubuh yang juga buruk. Bahkan hal ini bisa menurun ke generasi berikutnya bila tidak ditangani dengan serius. Oleh karenanya perlu untuk mendalami faktor-faktor penyebabnya, agar masalah ini dapat dicegah juga dapat ditangani dengan solusi yang tuntas.
Masalah stunting disebabkan oleh kurangnya asupan gizi dalam jangka waktu lama. Hal ini bisa terjadi sejak anak masih dalam kandungan. Ada beberapa faktor yang memengaruhi hal ini, di antaranya pola makan ibu sejak hamil tidak mendapatkan asupan gizi yang cukup, pola asuh yang kurang efektif, ibu tidak melakukan perawatan setelah melahirkan, gangguan mental dan hipertensi pada ibu, sakit infeksi yang berulang, dan faktor sanitasi.
Beragam penyebab stunting tersebut sejatinya tidak dapat dilepaskan dari ketidaksejahteraan hidup yang dialami oleh masyarakat. Kemiskinan ekstrem yang terjadi saat ini, dimana banyak rakyat yang tidak mampu memenuhi kebutuhan pokoknya. Hal ini menjadi penyebab utama munculnya problem stunting. Kehidupan yang tidak sejahtera menjadikan ibu hamil dan anak-anak tidak mendapatkan asupan makanan sesuai dengan standar gizi yang sehat. Selain itu, kurangnya ilmu pengetahuan terkait kesehatan dan kebutuhan gizi yang diperlukan tubuh turut memperparah permasalahan tersebut.
Kapitalisme Sekuler Akar Masalah Ketidaksejahteraan
Problem stunting sejatinya bukanlah semata-mata masalah kekurangan gizi kronis. Namun masalah ini bersifat sistemik sebab terkait dengan aspek kehidupan manusia lainnya selain kesehatan. Kemiskinan ekstrem yang memengaruhi tingginya angka stunting di Indonesia disebabkan oleh penerapan sistem ekonomi Kapitalisme sekuler.
Sistem ini telah mengakibatkan kesenjangan ekonomi antara rakyat yang kaya dan miskin begitu lebar. Kondisi ini terjadi akibat regulasi penguasa yang hanya berpihak pada pemilik modal. Penguasaan harta kekayaan milik umum yang diberikan penguasa kepada korporasi menjadikan kekayaan hanya dapat dinikmati oleh segelintir orang. Sementara rakyat kebanyakan tidak mendapatkan kesejahteraan, bahkan untuk sekadar memenuhi kebutuhan pokok hidupnya pun tidak mampu.
Selain itu, sistem Kapitalisme juga telah melahirkan para birokrat yang hanya mengutamakan kepentingan materi dibanding kepentingan masyarakat. Buktinya tampak dari pemanfaatan anggaran yang telah dikucurkan negara tidak efektif untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat, terutama ibu hamil dan anak-anak yang menjadi sasaran dari program penanganan stunting.
Dengan demikian, untuk mengatasi problem stunting tidak cukup hanya menggelontorkan anggaran semata. Kesejahteraan hidup akan tetap jauh panggang dari api selama sistem ekonomi Kapitalisme masih dijadikan landasan dalam setiap kebijakan. Oleh karenanya butuh sistem lain yang mampu menjamin kesejahteraan rakyat secara menyeluruh. Sistem tersebut tidak lain hanyalah aturan Islam yang menyeluruh.
Aturan Islam Mampu Mengentaskan Masalah Stunting
Masalah stunting sejatinya dapat dicegah sejak awal jika rakyat hidup sejahtera. Jaminan kesejahteraan hanya akan didapat jika sistem ekonomi Islam diterapkan. Pemimpin dalam Islam wajib menjamin terpenuhinya kebutuhan pokok rakyat individu per-individu, termasuk di dalamnya ibu hamil dan anak-anak. Kebutuhan pokok tersebut meliputi sandang, pangan, papan, kesehatan, pendidikan, dan keamanan.
Tanggung jawab pemimpin seperti ini sesuai dengan hadis Rasulullah saw. yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari: “Imam (Khalifah) adalah raa’in atau pengurus dan ia bertanggung jawab atas rakyat yang diurusnya."
Pemimpin harus memastikan rakyat dapat memenuhi kebutuhan pokoknya sesuai standar kesehatan yang cukup dan kelayakan hidup baik sandang, pangan maupun tempat tinggal. Untuk menjamin kebutuhan pokok ini, maka negara akan memberi jaminan secara tidak langsung. Yakni dengan mewajibkan pada setiap laki-laki yang telah memiliki tanggungan untuk bekerja memenuhi nafkah keluarganya.
Di sisi lain negara tentu saja tetap berperan dengan membuka lapangan pekerjaan yang luas, memberi bekal kemampuan atau keterampilan (skill) melalui pendidikan kepada masyarakat. Sehingga jaminan pendidikan, kesehatan, dan keamanan akan diberikan secara langsung. Rakyat berhak mendapatkan pelayanan kesehatan dan pendidikan dengan murah dan mudah.
Selain itu, sistem ekonomi Islam membagi konsep kepemilikan menjadi tiga, yaitu individu, umum, dan negara. Pengelolaan kepemilikan individu diserahkan pada pribadi dengan catatan tidak bertentangan dengan hukum syarak. Sementara untuk kepemilikan umum dan negara akan dikelola oleh negara melalui Baitulmaal. Sebagian hasil pengelolaan kepemilikan umum tersebut akan dikembalikan kemanfaatannya bagi rakyat berupa layanan kesehatan atau pendidikan.
Selain itu, terdapat pos khusus, yaitu pos zakat yang diperoleh dari para muzaki (orang yang wajib membayar zakat). Negara menanamkan keimanan kepada rakyatnya serta mendorong rakyat yang kekayaannya telah mencapai nisab (standar wajib mengeluarkan zakat) agar menunaikan zakat. Semua itu dilakukan dengan mengharap rida Allah Swt.. Zakat ini akan diberikan kepada delapan golongan penerima zakat, di antaranya keluarga yang tergolong fakir dan miskin. Zakat ini pun akan terus diberikan hingga keluarga tersebut meningkat taraf kesejahteraan hidupnya.
Dengan penerapan sistem ekonomi Islam maka masalah kemiskinan akan terselesaikan. Selain itu, negara akan melakukan pembinaan secara terus-menerus mengenai hidup sehat, masyarakat diberi kemudahan mengakses gizi seimbang sehingga problem stunting dapat teratasi secara tuntas. Semua hal tersebut hanya akan terwujud dengan penerapan aturan Islam secara menyeluruh. Wallahu a’lam bi ash-shawwab. []