Budaya Flexing Makin Menjadi, di Sistem Kapitalis Ini
OpiniIslam tidak melarang seseorang mempunyai kekayaan yang melimpah. Namun, tetap harus tunduk pada hukum syarak. Ia tidak boleh memamerkan hartanya kepada orang lain. Karena mereka mempunyai pemahaman bahwa semua ini adalah titipan dari Allah Swt. yang harus mereka jaga dan pertanggung jawabkan kelak di Yaumil akhir
Penulis Mulyaningsih
Kontributor Media Kuntum Cahaya & Pemerhati Anak-Keluarga
KUNTUMCAHAYA.com - Pamer harta, pada zaman sekarang menjadi sesuatu yang wajar terjadi. Hal itu terjadi hampir pada seluruh kalangan masyarakat di seluruh negeri ini. Baik kalangan pejabat, pengusaha, publik figur, atau yang lain telah sibuk memamerkan kekayaannya pada sosial media yang dipunyai. Bahkan, kalangan bawah pun berusaha untuk melakukannya dengan berbagai cara.
Sebagaimana dikutip dari salah satu laman berita, bekas Kepala Kantor Bea dan Cukai Yogyakarta Eko Darmanto. Beliau melepas jabatannya pada 2 Maret 2023 setelah warganet menyoroti gaya hidup mewahnya. Pejabat Eselon III tersebut mempunyai mobil dan moge yang sering dipamerkan pada sosial media. (detikjateng[dot]com, 03/03/2023)
Di sisi lain, Kementerian Agraria dan Tata Ruang (ATR) atau Badan Pertanahan Nasional (BPN) telah mencopot Kepala Pertanahan Nasional Jakarta Timur, Sudarman Harjasaputra. Ia dicopot dari jabatannya karena gaya hidup mewah sang istri yang suka pamer di akun sosial media. (cnn[dot]com, 22/03/2023)
Sungguh, budaya tersebut sangat tak baik jika dibiarkan. Parahnya nanti bisa menimbulkan tindak kejahatan yang akan dilakukan oleh orang-orang yang mempunyai kesempatan dan niat dalam diri mereka. Termasuk pula pada tindakan-tindakan yang menyalahi dari norma yang ada.
Semua itu terjadi patut diduga karena hasil dari penerapan sistem kapitalis yang diterapkan saat ini. Kapitalisme yang berasas pada manfaat serta materi membuat semua orang berlomba-lomba untuk menumpuk harta. Seperti membeli mobil dan motor mewah, tas serta fashion yang branded, dan barang mewah lainnya.
Tak sampai di situ, mereka juga melakukan aktivitas pamer harta (flexing) yang ditunjukkan kepada khalayak ramai lewat akun media sosial yang dipunyai. Hal tersebut akhirnya diketahui oleh semua orang tanpa kecuali. Akhirnya, satu per satu orang meniru aktivitas tersebut. Dan ini menjadi sebuah budaya yang lahir dari sistem yang diterapkan.
Semua orang akhirnya mempunyai pandangan sama terkait dengan makna kesuksesan. Sukses dan bahagia jika mempunyai banyak uang dan harta. Pemikiran tersebut yang akhirnya mendominasi di masyarakat.
Akan sangat wajar jika pandangan tersebut dimiliki oleh orang menengah ke atas. Namun, berbeda halnya ketika rakyat bawah mempunyai pemikiran seperti itu. Tentunya mereka akan melakukan berbagai macam cara agar mendapatkan sesuatu yang diinginkan tadi. Apakah itu dengan cara yang sesuai atau tidak, maka tak menjadi masalah yang berarti. Yang penting adalah keinginan mereka dapat terpenuhi dengan baik.
Nah, itulah salah satu yang akhirnya muncul ketika pandangan bahagia dan sukses disandarkan pada materi semata. Manusia dapat dibutakan olehnya dan menempuh jalan yang akhirnya tidak sesuai dengan ajaran agama yang ia anut. Wajar memang, jika manusia mempunyai rasa untuk menjadi sesuatu yang ingin dihormati atau lebih dari orang lain. Artinya ia ingin eksistensi dirinya diakui, lebih-lebih disanjung. Hal itu muncul karena memang Allah Swt. memberikan salah satu potensi pada manusia berupa gharizah (naluri). Lebih tepatnya adalah gharizah baqa'. Salah satu penampakan yang bisa diaktualisasikan adalah dengan menunjukkan kekayaan yang dimiliki. Dengan begitu, maka mereka mendapatkan satu label di masyarakat serta dihormati.
Jika kita telisik lebih mendalam, flexing ini lahir dari gaya hidup konsumtif dan hedonis. Dan itu ada sebagai hasil dari penerapan kapitalis sekuler. Mereka menilik sukses hanya berasal dari materi yang nantinya akan menentukan status sosial seseorang. Inilah yang membuat pergeseran pemahaman pada umat Muslim. Tanpa sadar akhirnya mereka sibuk dengan barang-barang mewah dan branded keluaran terbaru. Termasuk pada kesibukan dalam hal menata diri secara fisik.
Umat lupa akan tugas utamanya yaitu belajar Islam sebagai upaya membina diri dan menambah tsaqafah sebagai wujud rasa keimanan pada Allah Swt..
Dengan adanya budaya hedonis serta konsumtif tadi, maka umat terbentuk menjadi sosok-sosok yang haus akan kekayaan. Demi ketenaran, maka akan melakukan hal apapun itu. Berikut pengaruh yang ditimbulkannya juga begitu luar biasa. Sebut saja pengelompokan di masyarakat tentu akan terjadi, karena perbedaan kekayaan tadi. Tentunya yang kaya akan mau berkumpul dengan yang kaya saja. Inilah yang kemudian akan muncul di masyarakat. Dan umat terbawa oleh arus ini sehingga mereka sibuk mengejar sesuatu yang hanya bersifat sementara saja. Termasuk juga mengurangi nilai kesyukuran pada diri mereka sendiri.
Islam tidak melarang seseorang mempunyai kekayaan yang melimpah. Namun, tetap harus tunduk pada hukum syarak. Ia tidak boleh memamerkan hartanya kepada orang lain. Karena mereka mempunyai pemahaman bahwa semua ini adalah titipan dari Allah Swt. yang harus mereka jaga dan pertanggung jawabkan kelak di Yaumil akhir.
Ditambah pula, mereka sadar akan dosa ketika melakukan pamer kekayaan. Makanya aktivitas tersebut tidak akan pernah dilakukan. Mereka pun menyadari, pada harta yang dimiliki, ada hak dari saudaranya yang lain. Maka berbagi kekayaan menjadi hal yang akan ia lakukan.
Seorang Muslim juga mempunyai pemahaman bahwa bahagia tidak akan pernah bisa diukur lewat banyaknya harta ataupun barang branded. Kebahagiaan bagi mereka adalah jika mampu melakukan segala hal yang berdasar pada hukum syarak serta mendapatkan rida dari Allah Swt.. Itulah makna kebahagiaan hakiki yang ingin dicapai.
Mereka sadar betul bahwa penciptaan manusia selama di dunia ini tugasnya adalah beribadah sesuai yang Rasulullah saw. contohkan. Dan kita harus meneladani serta menjadikan Rasul sebagai suritedalan dan idola. Allah telah berfirman dalam Al-Qur’an surah Al-Ahzab ayat 21:
“Sungguh, telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan yang banyak mengingat Allah.”
Rasulullah bersabda,
“Tidak bergeser kaki seorang hamba pada hari kiamat sampai ia ditanya tentang empat hal; tentang hartanya darimana ia dapatkan dan untuk apa ia belanjakan ....” (HR. At-Tirmidzi)
Melihat firman Allah serta hadis di atas, seorang Muslim tentunya akan sadar benar bahwa tindak-tanduknya akan dimintai pertanggungjawabannya kelak di Yaumil Akhir. Maka segala aktivitas yang dilakukan akan selalu bersandar hanya pada hukum syarak, bukan yang lainnya. Dengan begitu maka insya Allah budaya pamer alias flexing tadi tentunya tidak akan pernah terjadi. Karena umat berlomba hanya untuk meraih derajat takwa. Yaitu dengan menjalankan seluruh perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya.
Semoga Islam dapat tegak di muka bumi ini dengan segera, agar keberkahan datang dari dalam bumi dan turun dari langit. Wallahualam bissawab. []