Kekerasan Merajalela : Bukti Hilangnya Hati dan Akal Manusia
OpiniKasus kekerasan yang sudah menjadi peristiwa berantai ini bukan hanya karena kesalahan individu semata. Namun menggambarkan bobroknya sistem kehidupan yang digunakan hari ini, yakni sistem sekuler Kapitalisme
Dalam sistem ini, peran agama yang harusnya menjadi pengatur utama dalam kehidupan, malah sengaja diabaikan. Alih-alih hidup di bawah peraturan yang jelas, masyarakat malah tergerus dengan hawa nafsunya dalam menyelesaikan masalah. Walhasil, timbullah kerusakan-kerusakan dalam masyarakat akibat kebebasan berekspresi tanpa batas
Penulis Novi Puji Lestari
Kontributor Media Kuntum Cahaya, Pegiat Literasi dan Dakwah
KUNTUMCAHAYA.com-Tak terbayang bagaimana hancurnya hati orangtua saat mendengar kabar bahwa sang anak tercinta harus terluka bahkan kehilangan nyawa, akibat kasus kekerasan yang saat ini marak terjadi di mana-mana. Terkejut, sakit hati, hingga tak mampu berkata-kata. Mungkin itulah gambaran perasaan keluarga korban pembacokan oleh tiga orang remaja di Sukabumi, Jawa Barat. Parahnya lagi, kejadian ini ditayangkan oleh para pelaku secara sengaja dalam live-streaming sosial media. Miris!
Dilansir detikJabar[dot]com pada Jumat (24/3/2023), Polisi berhasil menangkap tiga ABG diduga pelaku yang membacok siswa SMP berinisial ARSS (14) hingga tewas di Sukabumi, Jawa Barat. Tiga anak yang berhadapan dengan hukum itu ialah DA (14), RA alias N (14), dan AAB alias U (14). Peristiwa pembacokan ini geger karena korban merupakan target kedua kali dan pembacokannya ditayangkan secara langsung via Instagram.
Ya, para pelaku kejahatan yang dahulu melakukan tindakannya secara sembunyi-sembunyi, saat ini sudah berani menunjukkan taringnya bahkan mempertontonkan aksinya secara langsung pada masyarakat luas.
Masih di kabupaten yang sama, kali ini aksi tawuran bukan berasal dari kalangan remaja yang menjadi biang keladinya. Namun, terjadi di kalangan masyarakat dewasa pada umumnya. Tawuran berkedok perang sarung nyaris terjadi di Kecamatan Cibadak, Kabupaten Sukabumi, Sabtu dini hari (25/3/2023). Tiga titik menjadi lokasi rencana aksi ini yakni Lapang Sekarwangi, Desa Karangtengah, dan Kampung Gaya Ika (Kelurahan Cibadak). Alih-alih perang sarung yang dilakukan, tawuran ini justru cenderung menggunakan senjata tajam.
Tak sampai di situ, berita kasus kekerasan lainnya seperti pem-bully-an, pembacokan, pembunuhan hingga kasus mutilasi sering kali berlalu-lalang mewarnai portal berita dan sosial media.
Itulah gambaran kehidupan sosial hari ini. Keamanan dan perlindungan seakan menjadi barang yang mahal, sebab tak semua orang mampu mendapatkannya. Fakta ini pun dibuktikan dengan banyaknya orang yang harus kehilangan nyawa dengan mudahnya tersebab hal remeh-temeh semata.
Jika kita analisa lebih dalam, kasus kekerasan yang sudah menjadi peristiwa berantai ini bukan hanya karena kesalahan individu semata. Namun menggambarkan bobroknya sistem kehidupan yang digunakan hari ini, yakni sistem sekuler Kapitalisme. Dalam sistem ini, peran agama yang harusnya menjadi pengatur utama dalam kehidupan, malah sengaja diabaikan. Alih-alih hidup di bawah peraturan yang jelas, masyarakat malah tergerus dengan hawa nafsunya dalam menyelesaikan masalah. Walhasil, timbullah kerusakan-kerusakan dalam masyarakat akibat kebebasan berekspresi tanpa batas.
Lebih jauh lagi, rusaknya jiwa dan hati individu ini, bukanlah tanpa sebab. Namun karena hilangnya peran penting keluarga dan lingkungan sekolah dalam membangun kepribadian islami seseorang.
Tak dapat diragukan lagi, keluarga terlebih orangtua, harusnya menjadi tempat pertama penanaman kepribadian Islam dalam jiwa setiap Individu. Penanaman tsaqafah islamiyah sejak dini mampu menjadi tameng setiap individu untuk menjauhkan diri dari perilaku-perilaku buruk dan merugikan.
Selain itu, sekolah yang menjadi tempat belajar mereka harus bervisi untuk menjadikan setiap murid sebagai pribadi yang memiliki wawasan Islami dan mampu mengimplementasikannya dalam kehidupan. Walhasil, benteng mereka dalam kehidupan semakin kuat, tak mudah terbakar emosi serta hawa nafsu saat menyelesaikan masalah.
Sayangnya, kedua peran itu tak berfungsi dalam sistem liberal ini. Terlebih lagi, buruknya sistem pergaulan dalam masyarakat serta hilangnya peran sentral negara sebagai penjaga dan pelindung generasi, telah menjadi bukti pelengkap dari sebab munculnya jiwa-jiwa rusak hari ini. Jadi, wajar saja bila kaum remaja hingga dewasa, dapat dengan mudahnya terbawa arus pergaulan, pengaruh budaya dan pemikiran asing yang merusak moral.
Dalam membentuk kepribadian sempurna yang jauh dari tawuran, kita harus memperhatikan dan memperbaiki arus perkembangan generasi secara komprehensif. Sayangnya, perubahan generasi menuju puncak kejayaan peradaban hanya akan menjadi khayalan dalam bingkai liberal demokrasi ini. Sebab, sistem ini telah mendewakan akal sebagai act control utama kehidupan. Tak peduli apakah perilaku itu merugikan orang lain atau tidak, yang terpenting eksistensi diri yang menjadi pemenangnya.
Sebaliknya, perubahan generasi secara menyeluruh demi terwujudnya kesejahteraan dan keamanan dalam bingkai kehidupan, hanya akan tercapai saat masyarakat mengimplementasikan sistem kehidupan Islam secara kafah di bawah naungan dari Daulah Islamiyah.
Sistem pendidikan Islam akan memadukan peran pokok penting pembentukan generasi yakni keluarga, masyarakat dan negara dalam membentuk pribadi-pribadi yang berakhlakul karimah. Tak hanya kaum muslim tentunya, kaum non-Muslim yang tergabung dalam sistem Daulah Islamiyah pun akan diajarkan tentang nilai-nilai keagamaan berdasarkan agamanya. Yang mampu menciptakan kepribadian seorang yang berlandaskan pada aturan agama dan kemanusiaan, bukan pada hawa nafsu belaka.
Dengan kolaborasi sempurna antara peran keluarga yang menanamkan nilai-nilai keimanan, akidah dan syariat. Diikuti dengan penanaman nilai-nilai Islam di sekolah, peran penting masyarakat dalam menjadi social control (memelihara budaya amar makruf nahi mungkar), filter sosial media aksi kekerasan dan keburukan serta peran negara yang menjadi tameng masuknya pemikiran dan pemahaman yang merusak, akan dengan mudah membangun generasi yang didambakan. Generasi itu tak lain adalah generasi yang paham akan tujuan hidupnya serta pentingnya eksistensi agama yang patut dijadikan sebagai satu-satunya landasan berpikir dan bersikap.
Maka, diperlukan perubahan fundamental secara sistem untuk mewujudkan generasi tangguh yang jauh dari kekerasan dan hanya penerapan ideologi Islam dalam naungan daulah yang mampu mewujudkannya. Wallahualam bissawab.