Ketika Infrastruktur Hanya Menjadi Lahan Para Pemilik Modal, Rakyat Terabaikan
OpiniFenomena rusaknya berbagai fasilitas umum seperti jalan juga pasokan listrik yang belum merata, sudah menjadi masalah lama yang dibiarkan tanpa solusi. Padahal keberadaannya merupakan kebutuhan yang sangat penting dalam kehidupan sosial dan kegiatan ekonomi masyarakat. Semua itu adalah hak rakyat yang menjadi tanggung jawab negara untuk menyediakannya, sebagai bentuk pelayanan terhadap urusan rakyat. Namun sayang dalam sistem yang berlaku saat ini, posisi pemerintah hanya berperan sebagai regulator saja. Dimana kebutuhan masyarakat tidak lagi menjadi prioritas yang utama. Pembangunan berbagai infrastruktur sebagian besar dipandang sebagai lahan bisnis, yang semuanya disesuaikan dengan kepentingan dan kebutuhan pengusaha
Penulis Sriyanti
Kontributor Media Kuntum Cahaya
KUNTUMCAHAYA.com-Beberapa waktu lalu beredar video viral yang diunggah oleh Ismawanto Somantri, seorang Kepala Desa Tenjolaya, Kabupaten Bandung. Ia mengunggah sebuah rekaman kondisi jalan di desa tersebut tepatnya di daerah Pasir Jambu, arah menuju kampung Dewata, Paranggong hingga jalur ke Cianjur dan Garut, yang tengah rusak parah. Tujuannya adalah supaya pemerintah daerah mengetahui bahwa kondisi fasilitas umum di pedesaan banyak yang sudah tidak layak dan harus segera mendapat perhatian. Ia juga ingin menunjukkan keterbatasan pemda setempat untuk memperbaiki sarana tersebut dan berharap ada tindak lanjut. Kecelakaan pun sering terjadi di wilayahitu, akibat jalanan yang berlubang banyak digenangi air dan lumpur. (tribunnews[dot]com, 21/03/2023)
Masih dari wilayah yang sama, sebanyak 3.045 unit rumah warga, yang tersebar di 16 kelurahan belum memiliki jaringan listrik. Padahal salah satu di antaranya yaitu Desa Sukamanah, merupakan daerah penyedia listrik. Selain itu di Kabupaten Bandung sendiri, terdapat beberapa Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) yang cukup terkenal seperti PLTA Lamajan, Plengan dan Cikalong.
Menyikapi permasalahan ini, Bupati Bandung Dadang Supriatna, bekerja sama dengan Dewan Masjid Indonesia meluncurkan program "Bedas Caang Baranang" di Desa Sukamanah. Ke depannya ia juga akan melakukan pendekatan dengan para pengusaha untuk bekerja sama, agar ribuan rumah dan masjid bisa mendapatkan penerangan.
Fenomena rusaknya berbagai fasilitas umum seperti jalan juga pasokan listrik yang belum merata, sudah menjadi masalah lama yang dibiarkan tanpa solusi. Padahal keberadaannya merupakan kebutuhan yang sangat penting dalam kehidupan sosial dan kegiatan ekonomi masyarakat. Semua itu adalah hak rakyat yang menjadi tanggung jawab negara untuk menyediakannya, sebagai bentuk pelayanan terhadap urusan rakyat. Namun sayang dalam sistem yang berlaku saat ini, posisi pemerintah hanya berperan sebagai regulator saja. Dimana kebutuhan masyarakat tidak lagi menjadi prioritas yang utama. Pembangunan berbagai infrastruktur sebagian besar dipandang sebagai lahan bisnis, yang semuanya disesuaikan dengan kepentingan dan kebutuhan pengusaha.
Selain itu, pembangunan infrastruktur yang dilakukan secara masif hanya dianggap sebagai bentuk keberhasilan, tetapi faktanya tidak bisa sepenuhnya dirasakan oleh rakyat. Jalan tol misalnya, untuk bisa menggunakannya masyarakat harus mengeluarkan biaya yang cukup mahal. Bagaimana tidak, karena untuk pembangunan tersebut pemerintah telah menggandeng para pengusaha dalam bentuk investasi maupun pinjaman. Bahkan ada beberapa fasilitas umum yang sudah diprivatisasi. Sehingga imbasnya berdampak pada penetapan biaya tinggi.
Andai para pemangku kebijakan mengingat janji-janji manis semasa kampanye bahwa mereka akan memberikan pelayanan terbaik bagi masyarakat, tentu harusnya mereka malu. Hanya saja pengaruh sekularisme (dijauhkannya agama dari kehidupan) mengakibatkan terkikisnya rasa malu bahkan dari mereka yang mengaku seorang Muslim. Inilah konsekuensi diterapkannya sistem Kapitalisme sekuler, pembangunan yang dilakukan negara tidak didasarkan pada asas tanggung jawab tapi tidak lebih diarahkan untuk membangun pencitraan.
Apa yang diterapkan Kapitalisme sangat jauh berbeda dengan Islam. Dalam sistem Islam pengurusan terhadap seluruh kebutuhan umat menjadi prioritas utama, termasuk permasalahan infrastruktur. Berawal dari kesadaran bahwa seorang pemimpin akan dimintai pertanggung-jawaban di hadapan Allah Swt. sebagaimana sabda Rasulullah saw.,
“Seorang imam (Khalifah) adalah pengurus dan ia akan dimintai pertanggung jawaban atas yang diurusnya." (HR. Bukhari)
Maka penguasa akan memberikan pengurusan terbaik. Sarana dan prasarana akan dibuat demi kemaslahatan umat. Pembangunan pun akan tersebar secara merata hingga ke seluruh pelosok negeri.
Dalam Islam, negara memiliki tanggung jawab penuh dalam pengaturan urusan pembangunan, demi tercapainya keadilan dan kesejahteraan. Adapun terkait pembiayaan pembangunan infrastruktur, pemerintah akan menggunakan dana kas negara yang terdapat di Baitulmaal yang salah satu sumber pendapatannya berasal dari hasil pengolahan sumber daya alam yang dimiliki negara. Dengan begitu, investasi swasta atau asing, apalagi pinjaman luar negeri sangat tidak dibutuhkan. Masyarakat pun bisa mengakses jalan raya dengan kualitas terbaik serta gratis, bukan sebagai lahan bisnis para pemilik modal.
Sistem pemerintahan Islam telah membangun infrastruktur terbaik pada zamannya, tepatnya pada abad ke-8 di bawah pemerintahan Khalifah Al-Mansur. Dimana jalan-jalan di kota Baghdad, Irak sudah terlapisi aspal. Begitu juga di masa Khilafah Utsmaniyah yang mampu membangun kereta yang menghubungkan Istanbul sampai Madinah, untuk mempermudah ibadah haji. Semua itu dilakukan demi kemaslahatan umat.
Dari sini jelas terlihat perbedaan antara paradigma Kapitalisme dan Islam. Oleh karena itu, agar seluruh permasalahan kehidupan termasuk persoalan infrastruktur terselesaikan, satu-satunya solusi adalah kembali pada sistem Islam. Wallahualam bissawab. []