Mampukah UU Perampasan Aset Mencegah Korupsi?
OpiniKorupsi adalah sebuah maksiat yang Allah Swt. haramkan secara mutlak. Islam berbeda dengan Kapitalisme sekularisme dalam memberantas korupsi yang hanya fokus pada hulunya, tetapi minus pada hilirnya
Dalam Islam, sanksi dan hukuman tegas akan diberikan kepada para pelaku korupsi tanpa pandang bulu. Ditetapkan hukumannya berdasarkan Al-Qur'an dan sunah, bukan dari undang-undang yang dibuat oleh manusia sebagaimana hari ini yang jauh dari keadilan
____________________
Penulis Yunita M.
Kontributor Kuntum Cahaya dan Anggota Komunitas Sahabat Hijrah Balut-Sulteng
KUNTUMCAHAYA.com-Anggota Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Republik Indonesia (RI) Arsul Sani mengatakan, pihaknya menyetujui pengesahan Rancangan Undang-undang (RUU) Perampasan Aset Tindak Pidana. Menurut Arsul, RUU Perampasan Aset Tindak Pidana diperlukan agar proses-proses pengembalian kerugian negara bisa di maksimalisasi lebih baik dan lebih cepat. Pasalnya, kata dia, RUU Perampasan Aset Tindak Pidana tidak hanya terkait dengan tindak pidana korupsi (tipikor) saja, tetapi bisa dimanfaatkan untuk mengembalikan kerugian negara dalam tindak kriminal lainnya. (kompas[dot]com, 01/04/2023)
Kasus korupsi makin menggurita dan menggila di negeri ini. Para penjabat dari lembaga pemerintahan seakan berbondong-bondong melakukan tindak pidana korupsi. Sungguh sangat miris. Di tengah parahnya kondisi perekonomian masyarakat korupsi makin tak terkendali. Baik oleh para anggota dewan atau ASN, para pemimpin daerah (Bupati) dan lain-lain. Saat ini korupsi telah menjadi budaya di kalangan para penjabat dan politikus. Tak cukup dengan tunjangan dan gaji, hak rakyat pun diembat juga.
Kuatnya Budaya Korupsi di Tengah Penderitaan Rakyat
Sangat disayangkan tindak pidana korupsi oleh para penjabat. Padahal dalam realita yang ada hari ini, banyak rakyat yang tidak sejahtera. Kemiskinan di mana-mana. Seharusnya membuka mata dan hati nurani para pemimpin di negeri ini untuk mengurusi rakyatnya dengan baik. Menjamin keberlangsungan kebutuhan pokok masyarakat secara langsung maupun tidak langsung. Namun bukan itu yang dilakukan, malah budaya korupsi di antara mereka yang dilanggengkan demi kepentingan hidup masing-masing.
Korupsi dianggap sebagai cara dan jalan pintas untuk menambah pundi-pundi kekayaan. Melalui jabatan yang diamanahkan yang jalan akhirnya disalahgunakan oleh mereka yang tak patut dijadikan seorang pemimpin. Gaya hedonis, konsumtif dan bermegah-megahan merebak di kalangan elit penguasa hingga menghalalkan segala macam cara untuk menumpuk harta sekalipun dengan memanipulasi hak rakyat.
Undang-Undang Dirancang Tapi Korupsi Malah Tak Usai
Melihat kondisi hari ini dimana korupsi makin masif dilakukan, maka kita kembali diingatkan tentang RUU Perampasan Aset Tindak Pidana yang sampai saat ini belum mendapatkan kepastian. Padahal, pada tahun 2003 silam, Indonesia telah menandatangani konvensi berkaitan dengan RUU tersebut dan melakukan ratifikasi dengan membuat Undang-Undang (UU) No. 7 Tahun 2006.
Maka muncul pertanyaan apakah RUU Perampasan Aset Tindak Pidana tersebut mampu memberikan solusi agar korupsi di negeri ini dapat berkurang dan berefek jera bagi para pelaku?
Sementara, kita melihat kasus korupsi sangat kronis dan sulit untuk diberantas jika upaya yang dilakukan tak menyentuh akar permasalahan yang ada. Sebab, korupsi adalah tindak pidana yang tersistematis. Sampai kapan pun akan tetap tumbuh jika mekanisme pemberantasan korupsi hanya mengandalkan hukum yang saat ini begitu mudahnya dimanipulasi.
Sistem Kapitalisme Sekuler Menyuburkan Korupsi
UU Perampasan Aset Tindak Pidana pada dasarnya memang adalah upaya pemerintah dalam memberantas korupsi. Namun, hal itu justru cenderung tak berpengaruh. Buktinya sampai saat ini korupsi terus-menerus menjadi budaya yang tak bisa dipisahkan dari para penjabat di negara ini yang begitu susah untuk dihilangkan.
Pada hakikatnya, kita tak bisa berharap penuh pada UU tersebut. Sebab, yang menjadi permasalah utama adalah sistem bobrok yang diterapkan saat ini yang melahirkan dan menstimulus terjadinya berbagai tindak pidana. Sebab, seberapa banyakpun produk hukum dan regulasi yang dikeluarkan jika masih menjadikan sistem ini sebagai asas maka akan mustahil memberantas korupsi sampai tuntas.
Sebab, Kapitalisme sekuler adalah sistem yang nyata menjauhkan agama dari kehidupan. Mengikis karakter pemimpin yang seharusnya amanah sebagai pengurus rakyatnya. Sistem ini menetapkan hukum dan aturan berdasarkan kesepakatan manusia atas dasar akal yang serba terbatas. Tak jarang hukum yang dibuat sesuai kepentingan sekelompok orang hingga akhirnya mudah untuk dimanipulasi.
Berada dalam naungan sistem ini menjadikan manusia hidup cenderung dalam orientasi materi, haus akan kehidupan mewah, hedon dan konsumtif, ditambah lagi biaya politik yang mahal. Hingga menghalalkan segala cara untuk mendapat harta secara praktis. Tak terkecuali dengan cara korupsi.
Islam Teladan Kepemimpin Tanpa Korupsi
Korupsi adalah sebuah maksiat yang Allah Swt. haramkan secara mutlak. Islam berbeda dengan Kapitalisme sekularisme dalam memberantas korupsi yang hanya fokus pada hulunya, tetapi minus pada hilirnya. Sistem Islam mempunyai mekanisme terbaik dalam memberantas korupsi pada akarnya. Tentunya sesuai dengan syariat Islam sebagai sebaik-baik aturan hidup yang bersumber dari Sang Pencipta.
Islam memilih pemimpin atas dasar ketakwaan dan ketaatannya terhadap hukum syarak. Maka akan sulit didapati pemimpin yang bermudah-mudahan mengambil hak rakyat. Pemimpin yang terlahir dalam sistem Islam adalah mereka yang memimpin semata-mata untuk mendapatkan keridaan Allah Swt., bukan karena ingin materi duniawi.
Dalam Islam, sanksi dan hukuman tegas akan diberikan kepada para pelaku korupsi tanpa pandang bulu. Ditetapkan hukumannya berdasarkan Al-Qur'an dan sunah, bukan dari UU yang dibuat oleh manusia sebagaimana hari ini yang jauh dari keadilan. Hukuman terberat dalam Islam bagi pelaku korupsi adalah hukuman mati.
Islam sedini mungkin akan membina manusia untuk taat kepada Allah dan hukum syarak melalui sistem pendidikan yang islami berasaskan akidah sehingga melahirkan calon pemimpin yang sadar akan tanggung jawabnya. Tentu hal ini jauh dari karakter pemimpin yang korup.
Hanya dengan sistem Islam yang mampu memberantas korupsi dari akarnya, maka menerapkan Islam kafah adalah solusi terbaik dan sesuai dengan fitrah manusia sebagai hamba yang wajib taat kepada aturan Penciptanya. Wallahualam bissawab. []