Menyejahterakan Rakyat Kewajiban Penguasa
OpiniBercermin dari kepemimpinan yang menerapkan Islam sebagai ideologi sempurna, yang mana telah mewajibkan negara dengan seorang pemimpin sebagai penerap syariat untuk melindungi harta rakyatnya dan juga menjamin kehidupan mereka. Negara dalam sistem Islam akan melindungi hak-hak para pegawai pemerintah tanpa merasa bahwa itu adalah beban tapi bagian dari tanggung jawabnya untuk menyejahterakan rakyat termasuk ASN itu sendiri, sehingga akan terasa keadilan yang merata
Penulis Ummu Nasywa
Kontributor Media Kuntum Cahaya dan Pegiat Literasi Komunitas AMK
KUNTUMCAHAYA.com - Ironis. Nasib pegawai honorer di negeri ini sepertinya akan terus terkatung-katung karena kebijakan negara untuk tidak mengangkat lagi tenaga ASN. Padahal, para pegawai negara ini masih sangat dibutuhkan dalam hal pelayanan publik. Sebagaimana dikeluhkan Bupati Bandung Dadang Supriatna bahwa saat ini pemerintah Kabupaten Bandung kekurangan 8.000 aparatur sipil negara (ASN) untuk melayani masyarakat, sehingga sangat berpengaruh terhadap kuantitas layanan kepada mereka. Penduduk di Kabupaten Bandung saat ini tercatat sebanyak 3,7 juta jiwa, sedangkan jumlah pegawai ASN ada 26.000 orang, tentu hal ini tidak sepadan. Oleh karena itu Dadang berencana akan mengajukan tambahan tenaga ASN dari pemerintah pusat. (JPNN[dot]com, Bandung 05/04/2023)
Sayangnya, harapan Bupati Bandung ini akan berbenturan dengan aturan Men-PAN-RB (Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi) terkait tidak boleh lagi menerima tenaga honorer. Pada tanggal 31 Mei 2022 Tjahjo Kumolo telah menandatangani Surat Men-PAN-RB tentang rencana penghapusan tenaga honorer. Disebutkan dalam surat bahwa tidak bisa mengangkat seluruh tenaga honorer menjadi ASN, karena akan membebani APBN. Mulai tanggal 28 November 2023 secara resmi KEMENPAN-RB akan menghapus tenaga honorer di kementerian atau lembaga pemerintahan. (antara/jpnn, Bandung, Rabu, 05/04/2023)
Mengapa Tenaga ASN Dianggap Beban Negara?
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara atau APBN adalah rencana tahunan keuangan pemerintahan negara yang persetujuannya disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) yang meliputi pendapatan, anggaran belanja dan pembiayaan negara. Pokok masalah yang terjadi sepertinya bukan negara kekurangan dana untuk menggaji pegawainya, tapi karena pengelolaan APBN yang salah atau pengeluaran yang tidak tepat, sehingga anggaran untuk pelayanan masyarakat dianggap beban. Padahal kewajiban negara melakukan riayah (pengurusan) terhadap rakyatnya. Inilah konsekuensi diterapkannya sistem Kapitalisme. Rakyat sulit mendapat akses sementara kelompok kapitalis bergelimang materi. Bahkan rakyat dijadikan objek sasaran pajak, diperas dengan beragam program, tapi kesejahteraannya terabaikan. Lalu siapa yang menikmati hasil memalak rakyat tersebut?
Bercermin dari kepemimpinan yang menerapkan Islam sebagai ideologi sempurna, yang mana telah mewajibkan negara dengan seorang pemimpin sebagai penerap syariat untuk melindungi harta rakyatnya dan juga menjamin kehidupan mereka. Negara dalam sistem Islam akan melindungi hak-hak para pegawai pemerintah tanpa merasa bahwa itu adalah beban tapi bagian dari tanggung jawabnya untuk menyejahterakan rakyat termasuk ASN itu sendiri, sehingga akan terasa keadilan yang merata.
Rakyat dengan berbagai status sosial apapun semuanya adalah amanah. Rakyat pun diibaratkan sebagai gembala yang wajib dijaga serta dilindungi oleh penggembalanya. Rasulullah saw. bersabda: "Imam (Khalifah) itu pengurus rakyat dan akan dimintai pertanggungjawaban atas rakyat yang dia urus." (HR. Al-Bukhari dan Ahmad)
Terkait APBN, negara memiliki berbagai sumber pemasukan tapi sangat berbeda dengan era sekarang. Islam tidak menjadikan pajak sebagai sumber terbesar penghasilan negara, apalagi dijadikan urat nadi ekonomi bagi negara. Tetapi Islam sudah menetapkan sumber-sumber pendapatan untuk negara penerap syariat dipisah dari harta kepemilikan umum (seperti pertambangan), zakat dan sedekah, ghanimah, kharaj, harta yang tidak ada ahli warisnya, dan lain sebagainya. APBN negara bisa tercukupi dengan sumber-sumber pendapatan yang telah ditentukan oleh syariat Islam. Karena itu negara penerap syariat tidak membutuhkan lagi pungutan pajak, baik secara langsung atau tidak langsung. (An-Nabhani, Nizhaam al-Iqtishaadi fii al-Islam, halaman 242)
Siapa pun, termasuk penguasa yang melakukan pungutan harta tanpa hak atau tidak sesuai dengan syariat diperingatkan oleh Rasulullah saw. bersabda: "Siapa saja yang mengambil harta saudaranya dengan sumpahnya (secara tidak benar, red.) maka Allah mewajibkan dia masuk neraka dan mengharamkan dia masuk surga." Lalu ada seorang yang bertanya, "Wahai Rasulullah, meskipun hanya sedikit?" Beliau menjawab, "Meskipun hanya sebatang kayu arak (kayu untuk siwak)." (HR. Ahmad)
Begitu sempurnanya Islam menciptakan sistem kekuasaan dan para penguasa yang benar-benar me-riayah (mengurus) umat. Para penguasa Islam bekerja keras untuk melindungi dan menjamin kehidupan rakyatnya dengan didasari ketakwaan kepada Allah Swt.. Mereka sadar dan tahu betul bahwa jabatan yang sedang diemban bisa menjadi bencana bagi mereka pada hari akhir, jika mereka menelantarkan amanah, mengabaikan urusan rakyat, apalagi sambil memperkaya diri. Wallahu a'lam bi ash-hawwab. []