Pengorbanan Cinta Sang Sahabat, Karena Keimanan yang Mendalam
KisahPemuda rupawan dan wangi itu kemudian tidak pernah tampak selain dengan pakaian yang paling kasar dan usang. Bahkan satu hari ia makan dan beberapa hari ia menderita lapar. Namun jiwanya yang suci karena keluhuran akidah yang memancarkan cahaya Ilahi telah mengubahnya menjadi manusia yang agung, dihormati, dan penuh wibawa
Penulis Kusmilah
Kontributor Media Kuntum Cahaya dan Aktivis Dakwah
KUNTUMCAHAYA.com-Siapa yang tidak kenal dengan sahabat Rasullah saw. yang satu ini, memiliki nama paling harum dalam sejarah. Ia disebut sebagai duta Islam yang pertama. Ya, beliau adalah Mus'ab bin Umair, seorang pemuda Quraisy yang paling tampan, cemerlang, cerdas, dan penuh dengan semangat jiwa kepemudaan.
Selain itu Mus'ab bin Umair adalah seorang anak dari orangtua yang serba berkecukupan, penuh kemanjaan, biasa hidup dengan kemewahan, dan menjadi buah bibir gadis-gadis Makkah. Bukan hanya itu, ia pun menjadi bintang di Makkah. Setelah masuk Islam, ia tinggalkan semua kemewahan yang dimiliki demi kecintaannya kepada Allah Swt. dan Rasul-Nya.
Namun, tidak semudah yang dibayangkan. Setelah beliau masuk Islam banyak onak duri yang dihadapi Mus'ab bin Umair. Di antaranya termasuk ibunya yang sangat marah setelah mengetahui anaknya masuk Islam. Berbagai pukulan dan penyiksaan yang dialami Mush'ab dari sang ibu. Bukan hanya itu saja, sang ibu pun menyekap Mush'ab di sebuah sudut yang sepi di rumahnya lalu menutupnya rapat-rapat. Mush'ab tertawan dalam ruangan itu sekian lama sampai beberapa orang di antara kaum mukminin hijrah ke Habasyah. Ia tinggal di sana bersama saudara-saudaranya sesama kaum Muhajirin.
Meninggalkan Kesenangan Dunia
Ia kembali hijrah ke Habasyah untuk kedua kalinya bersama para sahabat yang diperintahkan Rasullah saw. untuk berhijrah. Namun, bagi Mush'ab, baik di Habasyah maupun di Makkah, ujian keimanan dan penderitaannya kian meningkat tanpa mengenal waktu. Sepulang dari Habasyah itulah Mush'ab bertemu dengan ibunya dan berniat menyekap Mush'ab sekali lagi. Saat itu Mush'ab bersumpah bahwa jika ibunya sampai melakukannya, ia tidak segan akan membunuh setiap orang yang membantu ibunya.
Akhirnya sang ibu mengusir Mush'ab dari rumahnya. Mush'ab kini meninggalkan segala kesenangan melimpah yang selama ini ia nikmati dan lebih memilih hidup miskin dan sederhana.
Pemuda rupawan dan wangi itu kemudian tidak pernah tampak selain dengan pakaian yang paling kasar dan usang. Bahkan satu hari ia makan dan beberapa hari ia menderita lapar. Namun jiwanya yang suci karena keluhuran akidah yang memancarkan cahaya Ilahi telah mengubahnya menjadi manusia yang agung, dihormati, dan penuh wibawa.
Menjadi Duta Pertama Islam
Mush'ab diberi amanah oleh Rasulullah untuk mendakwahkan Islam kepada orang-orang Madinah. Benar saja, hanya beberapa bulan setelah Mush'ab berada di Madinah sudah banyak penduduk yang bersedia memenuhi seruan Allah dan Rasul-Nya. Pada musim haji, setahun sesudah bai'at Aqabah, kaum muslimin Madinah mengirimi delegasi yang mewakili mereka bertemu Rasulluh saw.. Delegasi yang wewakili mereka terdiri dari tujuh puluh Mukmin laki-laki dan perempuan. Mereka datang di bawah pimpinan guru dan utusan Nabi mereka, yaitu Mush'ab bin Umair.
Mush'ab pernah menghadapi beberapa situasi yang mengancam keselamatan dirinya dan para sahabatnya yang nyaris celaka. Para tokoh Bani Asyhal di Madinah yaitu Usaid bin Hudhair yang hendak menghunus tombok ke arah Mush'ab. Namun Mush'ab tetap begeming, tenang, dan tidak gentar sedikit pun.
Setelah itu Mush'ab mengajak Usaid untuk berdiskusi dan membacakan beberapa ayat Al-Qur'an dan menjelaskan seputar dakwah yang dibawa oleh Muhammad bin Abdullah hingga wajah Usaid bin Hudhair cerah bercahaya dan akhirnya masuk Islam dan diikuti tokoh lainnya yaitu Sa'ad bin Mu'adz, Sa'ad bin Ubadah dan diikuti para penduduk Madinah.
Bertaruh Nyawa Demi Iman
Hari demi hari dan tahun demi tahun terus berlalu hingga tiba masanya Rasulullah hijrah ke Madinah. Hingga perang Uhud terjadi dan Mush'ab ditunjuk sebagai pembawa bendera kaum muslimin.
Pada pertempuran sengit berkobar dan perang itu terjadi begitu dahsyat. Namun disayangkan pasukan kaum muslimin melanggar perintah Rasulullah dan meninggalkan posisi mereka di atas bukit karena melihat kaum musyrikin yang mundur dengan kekalahan. Perbuatan mereka itu segera mengubah keadaan hingga kemenangan kaum muslimin beralih menjadi kekalahan.
Lalu Mush'ab bin Umair menyadari bahwa kaum musyrikin ingin menyerang Rasulullah, dengan sigap Mush'ab datang untuk menghadang pasukan musuh. Ia pun mengangkat bendera tinggi-tinggi, mengumandangkan takbir dan menghadapi musuh.
Ia bergerak dan berperang seorang diri bagaikan satuan pasukan yang banyak. Dalam peperangan tersebut, pasukan musuh yang bernama Ibnu Qami'ah menyerang Mush'ab bin Umair dengan pedangnya hingga putuslah tangan kanan Mush'ab. Lalu ia raih bendera Rasulullah dengan tangan kirinya sambil melindunginya.
Kali ini musuh kembali menebas tangan kiri Mush'ab hingga putus. Mush'ab membungkuk meraih bendera Rasulullah kemudian merangkul dengan kedua pangkal lengannya. Untuk ketiga kalinya, Ibnu Qaimi'ah menyerang Mush'ab dengan tombak dan menusukkannya ke tubuh Mush'ab. Hingga akhirnya Mush'ab gugur dan syahid dan jatuhlah bendera yang dibawanya.
Pada saat para sahabat hendak memakamkam jasad Mush'ab, mereka tidak mendapatkan sesuatu yang bisa digunakan untuk mengafani selain selembar kain selimut. Jika diletakkan kepalanya, tampaklah kakinya. Sebaliknya, jika diletakkan di kakinya, tersingkap kepalanya.
Rasulullah melihat kejadian itu. Beliau saw. merasa sedih dan mengenang Mush'ab kembali. Mush'ab sebelumnya adalah pemuda yang memakai pakaian terbaik. Berbanding terbalik setelah masuk Islam, hingga wafatnya saja kain yang digunakan untuk menutupi jasadnya tidak menutup seluruh tubuhnya.
Masya Allah begitulah perjuangan seorang Mush'ab bin Umair. Ia rela meninggalkan kesenangan dunia demi keimanannya kepada Allah Swt. dan Rasul-Nya. Semoga kita dapat mengambil pelajaran dari cerita pejuangan Mush'ab bin Umair menjadi pembela Islam dengan mendakwahkan Islam kafah. Wallahualam bissawab. []