Ramadan, Islamofobia Akut Merasuki Negeri Tirai Bambu
OpiniPropaganda kekufuran tumbuh subur, seruan pada tindakan penghinaan terhadap agama merajalela. Manakala kita meninggalkan Islam beserta sistem hidup yang terpancar darinya, maka lengkap sudah keterpurukan yang dialami, sehingga kerusakan dan kehinaan yang dialami kaum Muslim tidak lagi bisa ditutup-tutupi
Penulis Jasni
Kontributor Media Kuntum Cahaya dan Aktivis Dakwah
KUNTUMCAHAYA.com-Ramadan merupakan salah satu momen bulan suci yang ditunggu-tunggu umat Muslim di dunia, dimana pada bulan mulia ini orang-orang diwajibkan untuk berpuasa. Di bulan ini pula Allah melipatgandakan pahala kebajikan bagi orang yang mengerjakannya. Seluruh kaum Muslim di dunia menyambut dengan penuh gembira. Persiapan pun dilakukan secara maksimal, mulai dari persiapan lahir dan batin, fisik dan mental, materil dan nonmateril. Namun, tidak demikian dengan Muslim Uighur. Penduduk Muslim Uighur justru sebaliknya. Mereka dilarang menjalankan ibadah puasa.
Tindakan ekstremisme yang dilakukan otoritas Cina melarang warga Xinjiang melakukan puasa Ramadan. Larangan puasa sebelumnya telah diserukan oleh pemerintah Cina di bawah Presiden Xi Jinping lewat kampenye “penyatuan etnis” agar komunitas Muslim, termasuk etnis Uighur patuh terhadap tradisi non-Islam, tradisi tersebut yaitu minum alkohol dan makan daging babi. Apabila tidak tunduk terhadap kebijakan tersebut dan ketahuan menjalankan puasa Ramadan, pemerintahan Xi Jinping akan langsung menangkap mereka untuk dimasukan ke kamp-kamp pengasingan. (Tribunnews, 27/03/2923)
Menuai Kecaman Internasional
Munculnya sejumlah laporan yang menyatakan adanya penahanan massal dan pengawasan ketat terhadap etnis Muslim Uighur membuat kecaman dunia semakin keras. Namun, Cina membantah adanya perlakuan tersebut. Otoritas Cina hanya mengaku mengirimkan tahanan ke sebuah pusat pelatihan.
PBB pun memberikan respon akibat banyaknya laporan pelanggaran HAM yang dilakukan Cina kepada masyarakat Uighur. Respon dalam bentuk kecaman dilakukan dalam rangka agar Cina menghentikan tindakan diskriminasi terhadap etnis Uighur. Tak hanya itu kunjungan ke kamp konsentrasi pun dilakukan oleh salah seorang Komisioner Kebijakan HAM Jerman, Barbel Kofler. Alhasil mengalami penolakan, dengan alasan bahwa China mengatakan tidak terjadi pelanggaran HAM kepada etnis Uighur. Dan ini menimbulkan tanda tanya besar sebab tidak sinkron dengan banyaknya pelanggaran yang dilaporkan kepada PBB.
Bagaimana respon Indonesia yang mayoritas penduduk Muslim? Indonesia tidak memberikan sikap kontra maupun setuju alias abu-abu. Indonesia yang termasuk negara yang berkomitmen dengan HAM, belum ada tindakan mengecam atau ketidaksukaan terhadap Cina atas perlakuannya kepada Muslim Uighur. Indonesia malah mengambil langkah hati-hati karena Indonesia memiliki kedekatan dengan Cina dan sedang dalam hubungan yang baik terutama dalam kerjasama perdagangan. Selain itu Cina merupakan salah satu pemodal cukup besar di Indonesia.
Permusuhan Ekstrem dan Islamofobia Akut Cina terhadap Muslim Uighur
Tidak mengherankan lagi tindakan mereka telah menunjukkan kepada kita gambaran sikap kaum kafir terhadap kaum Muslim pada umumnya. Kebencian mereka semakin terang-terangan diperlihatkan dan tidak patut bagi kaum Muslimin masih berharap belas kasihan kepada mereka.
Kapitalis Demokrasi Tak Menyolusi
Seperti kendaraan yang sudah tua, renta, reyot, dan bobrok, tidak akan mampu menghantarkan penumpang sampai kepada tujuan jika yang diganti hanya supirnya. Begitulah gambaran sistem demokrasi hari ini. Prinsip kebebasan menjadi nyawa juga sekaligus pilar demokrasi. Propaganda kekufuran tumbuh subur, seruan pada tindakan penghinaan terhadap agama merajalela. Prinsip kebebasan itu pulalah yang telah menghantarkan paham-paham rusak seperti atheisme, feminisme, komunisme, mudah tersebar luas. Wajar pula jika mereka mengatakan agama sebagai candu bagi kehidupan mereka.
Sistem Islam Harapan Seluruh Negeri
Allah yang Maha Kuasa menuntut agar umat manusia menyembah semata-mata kepada-Nya. Ini berarti bahwa umat manusia wajib mengambil pemikiran, nilai-nilai, hukum, dan sistem pemerintahan dari Allah Swt. saja, yakni Al-Qur’an dan sunah Rasulullah saw.. Lalu menjadikan selain Allah sebagai sumber kedaulatan sama artinya dengan mengingkari penyataan laa ilaaha illa Allah.
Permasalahan kehidupan manusia secara keseluruhan telah ada solusinya pada Islam. Islam merupakan agama juga ideologi yang darinya terdapat akidah yang melahirkan aturan. Pelaksanaan setiap solusi kehidupan itu dipandang sebagai ibadah. Ketika kaum Muslim menerapkan seperangkat solusi dan mengatur semua urusan kehidupan sesuai dengan Islam serta mengimplementasikan sistem pemerintahan Islam, maka kita menjadi umat yang paling perkasa di permukaan bumi sekaligus sebagai masyarakat yang berperadaban paling tinggi sepanjang sejarah dunia.
Tetapi ketika kaum Muslim kurang taat kepada Islam, maka baik sebagian atau seluruh negara maupun sebagian umat akan terpuruk. Manakala kita meninggalkan Islam beserta sistem hidup yang terpancar darinya, maka lengkap sudah keterpurukan yang dialami, sehingga kerusakan dan kehinaan yang dialami kaum Muslim tidak lagi bisa ditutup-tutupi.
Allah memerintahkan Rasulullah saw. agar mengatur urusan kaum Muslim sesuai dengan hukum-hukum yang diturunkan Allah Swt.. Perintah Allah Swt. kepada Rasulullah saw. tersebut berbentuk tegas (jazm). Allah Swt. berfirman,
فَاحْكُمْ بَيْنَهُمْ بِمَآ اَنْزَلَ اللّٰهُ وَلَا تَتَّبِعْ اَهْوَاۤءَهُمْ عَمَّا جَاۤءَكَ مِنَ الْحَقِّۗ
Artinya: “Maka, putuskanlah (perkara) mereka menurut aturan yang diturunkan Allah dan janganlah engkau mengikuti hawa nafsu mereka dengan (meninggalkan) kebenaran yang telah datang keoadamu.” (QS. Al-Maidah [5]: 48)
Ayat di atas merupakan seruan kepada kaum Muslim untuk menegakkan aturan Allah Swt. adalah menjadi suatu keharusan satu-satunya harapan disandarkan kepada Islam. Wallahualam bissawab.