Alt Title

Sekularisme Lahirkan Money Laundering

Sekularisme Lahirkan Money Laundering



Sistem sekuler akan melemahkan pengawasan, baik dari dalam diri manusia maupun dari luar. Dari dalam lemah, karena setiap orang ketika  menjalankan tugasnya bukan berdasarkan keimanan dan ketakwaan. Melainkan asas manfaat belaka, hingga merasa bersemangat saat memperoleh harta. Begitupun pengawasan dari luar juga lemah. Karena politik demokrasi yang transaksional akan menciptakan politik saling sandera. Mereka saling melindungi kejahatan. Anehnya, bukan hanya dilakukan secara individu, tapi juga antar departemen, bahkan para pemilik modal yang telah mendukung dengan biaya besar dalam kontestasi jabatan

_________________________


Penulis Nuni Toid

Kontributor Kuntum Cahaya dan Pegiat Literasi dan Member AMK


KUNTUMCAHAYA.com - Saat ini istilah money laundering atau TPPU (Tindak Pidana Pencucian Uang) makin dikenal publik. Pasalnya gegara Komite Mahfud MD, Ketua Komite Nasional Koordinator Pencegahan dan Pemberantasan TPPU (KNK-PP-TPU), membahas adanya dugaan TPPU yang melibatkan 491 ASN Kemenkeu dengan total transaksi mencapai sekitar Rp349 triliun. (BBC[dot]indonesia, 29/3/2023)


Walaupun Menkeu Sri Mulyani membantahnya, dengan menyebutkan kalau transaksi mencurigakan TPPU yang melibatkan pegawai Kemenkeu hanya sekitar Rp3,3 triliun. Namun publik sudah telanjur kecewa, karena di tengah kemiskinan yang melanda negeri, ternyata ada kehidupan mewah yang dipertontonkan oleh sejumlah pegawai Kemenkeu. 


Seperti Rafael Alun Trisambodo yang sudah ditetapkan sebagai tersangka dugaan gratifikasi uang selama 12 tahun dalam kapasitasnya sebagai pemeriksa pajak. Menurut ketua KPK, Firli Bahuri, Rafael dijerat pasal TPPU, dengan menyita asetnya yang berasal dari tindak pidana. Di samping itu, para koruptor katanya tidak takut dengan lamanya di penjara, melainkan lebih takut apabila dimiskinkan. Karenanya, bila proses pemberantasan pencucian uang berjalan dengan baik, maka seluruh harta hasil korupsi akan masuk kantong negara. Itulah pentingnya pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang yang akan diberlakukan di negeri ini. 


Pencegahan dan pemberantasan money laundering telah diatur dalam Undang-Undang (UU) Nomor 8/2010. Dikatakan dalam beleid bahwa harta yang dijerat TPPU merupakan harta yang sudah diyakini hasil tindak pidana lain. Seperti korupsi, pencurian, penggelapan, atau tindakan kriminal lainnya. Sedangkan sanksi bagi pelaku TPPU mengarah pada Pasal 3 UU 8/2010, yaitu pelakunya bisa dipidana penjara paling lama 20 tahun dan denda paling banyak 10 miliar. Pertanyaannya, apakah penerapan pasal TPPU ini bisa mencegah terjadinya korupsi yang terjadi di negeri ini?


Penerapan UU TPPU digadang-gadang sebagai satu cara untuk membuat jera pelaku korupsi. Karena selain penjara dan denda, para tikus berdasi akan dimiskinkan, dan harta bendanya akan dimasukkan ke dalam aset negara. Sayangnya rakyat merasa ragu akan kesungguhan negara dalam memberantas money laundering ini. Sebab KPK sendiri menyampaikan bahwa sebenarnya dari tahun 2003, PPATK (Pusat Pelaporan Analisis Transaksi Keuangan) sudah mencium gelagat Rafael, sayangnya, baru sekarang diusut.


Jelas ini menunjukkan betapa negara lemah dalam menyelesaikan para koruptor yang makin hebat dalam melakukan pencucian uang. Begitupun di dalam tubuh KPK sendiri yang penuh dengan skandal. Sebut saja  kasus Stepanus Robin Pattuju yang divonis 11 tahun penjara karena terbukti menerima suap saat menangani korupsi.


Rumitnya permasalahan rasuah  sebenarnya bisa dikembalikan kepada persoalan hulunya, yaitu sekularisme. Selama sistem rusak itu masih diterapkan di negeri ini, tidak mungkin kasus korupsi bisa diatasi. Sebab sekularisme tidak menjadikan aturan agama sebagai pedoman hidupnya. Aturan yang dibuatnya adalah hasil dari akal manusia yang serba lemah, terbatas sampai akhirnya sering terjadi perselisihan di antara mereka.


Maka, jelas sistem sekuler akan melemahkan pengawasan, baik dari dalam diri manusia maupun dari luar. Dari dalam lemah, karena setiap orang ketika  menjalankan tugasnya bukan berdasarkan keimanan dan ketakwaan. Melainkan asas manfaat belaka, hingga merasa bersemangat saat memperoleh harta. Begitupun pengawasan dari luar juga lemah. Karena politik demokrasi yang transaksional akan menciptakan politik saling sandera. Mereka saling melindungi kejahatan. Anehnya, bukan hanya dilakukan secara individu, tapi juga antar departemen, bahkan para pemilik modal yang telah mendukung dengan biaya besar dalam kontestasi jabatan.


Begitulah sekularisme melahirkan money laundering. Jiwa-jiwa yang taat, dan takut sama agamanya sudah semakin menipis bahkan hilang. Karena yang dijadikan pijakannya bukanlah keimanan dan ketakwaannya, melainkan kesenangan duniawi belaka. Agama semakin dijauhkan dari kehidupan. Agama hanya dijadikan sebagai pajangan belaka. Halal-haram pun sudah berani dilanggarnya. Mereka melupakan kehidupan akhirat yang kelak semua perbuatannya akan dipertanggungjawabkan di hadapan Sang Maha Pencipta. 


Islam Solusi Tuntas Korupsi


Islam bukan hanya sekadar agama ritual, tapi Islam adalah agama yang komprehensif. Sebab akidah Islam dijadikan sebagai pijakan perbuatan setiap orang. Keyakinan kepada Sang Maha Pencipta akan melahirkan ketaatan, keimanan yang kokoh terpatri dalam jiwa. Para pemangku jabatan selalu menjaga diri dan keluarganya dari harta yang bukan menjadi haknya. Karenanya akan terlahir kontrol yang kuat hingga paham bahwa korupsi adalah perbuatan yang dilarang oleh agama.


Sebagaimana firman Allah Swt. dalam surah Al-Baqarah ayat 188 yang artinya: "Dan janganlah kamu makan harta di antara kamu dengan jalan yang batil, dan (janganlah) kamu menyuap dengan harta itu kepada para hakim, dengan maksud agar kamu dapat memakan sebagian harta orang lain itu dengan jalan dosa, padahal kamu mengetahui."


Begitupun dengan kontrol luar (eksternal) akan kuat dengan hadirnya sistem politik Islam yang jauh dari kepentingan para kapitalis. Ditambah dengan sistem pemerintahannya yang tunggal, yaitu kepemimpinan umum bagi kaum Muslim seluruhnya di dunia untuk menegakkan hukum-hukum syariat Islam dan mengemban dakwah Islam ke seluruh dunia. Maka dalam pengangkatan kepala daerah dan kepala bidang seperti keuangan atau Baitulmaal akan ditunjuk langsung oleh khalifah (penguasa dalam sistem Islam). Dengan begitu, amat mustahil menimbulkan celah korupsi di antara para pejabat tersebut. 


Begitu halnya dengan sanksi bagi orang yang melanggarnya. Sanksi dalam Islam mampu menyadarkan. Hukuman bagi kasus korupsi adalah hukuman takzir, yakni hukuman yang bentuk dan kadarnya ditentukan oleh khalifah. Bisa termasuk hukuman penjara, bahkan hukuman mati bila terbukti benar menyebabkan dharar bagi umat. Itulah hukuman yang mampu menyelesaikan kasus korupsi. 


Akhirnya, semua permasalahan yang terjadi saat ini, khususnya kasus korupsi, adalah permasalahan yang sistemik. Karenanya untuk menyelesaikannya juga harus ada perubahan yang mendasar pula. Karena itu sudah saatnya umat Islam mengganti sistem rusak (Kapitalisme-sekuler) dengan sistem sahih, yaitu Islam kaffah yang diterapkan dalam segala aspek kehidupan manusia. Wallahu a'lam bi ash-shawwab. []