UU Cipta Kerja, Untungkan Siapa?
OpiniDemokrasi yang katanya 'dari rakyat, oleh rakyat, untuk rakyat' pada kenyataannya juga tidaklah demikian. Namun dari kapitalis, oleh kapitalis dan untuk kapitalis. Wajar saja jika UU Ciptaker diprediksi menjadi ajang bancakan oligarki
Meskipun di dalam rapat berbicara seolah demi kepentingan rakyat, pada dasarnya untuk kepentingan oligarki dan partainya sendiri. Rakyat hanya menjadi tumbal keserakahan kapitalis
Penulis Ummu Kholda
Kontributor Kuntum Cahaya dan Komunitas Rindu Surga, Pegiat Literasi
KUNTUMCAHAYA.com-Gelombang protes terhadap penerbitan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 2 Tahun 2022 pun tak terelakkan lagi. Aksi tersebut dilakukan karena Perppu yang telah diterbitkan dinilai merupakan langkah pembangkangan pemerintah terhadap putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menyatakan UU Cipta Kerja 'inkonstitusional bersyarat' dan harus diperbaiki.
Penolakan tersebut salah satunya datang dari aliansi Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) se-Universitas Indonesia. Ketua BEM UI, Melki Sedek Huang mendesak Presiden Joko Widodo dan DPR RI untuk membatalkan UU Ciptaker tersebut. Selain itu ia juga mengajak seluruh elemen masyarakat sipil untuk bersama-sama menyuarakan perlawanan terhadap pengesahan RUU tentang Penetapan Perppu Ciptaker. (Tempo[dot]co, 23/3/2023)
Masih dari laman yang sama, ia juga menegaskan bahwa pengesahan RUU tentang Penetapan Perppu Ciptaker menjadi pertanda bahwa negara memiliki beragam cara untuk mengelabui konstitusi. Lebih dari itu, Perppu Ciptaker pada dasarnya hanyalah salinan dengan minimnya perubahan dari UU Ciptaker yang bermasalah, baik secara formil maupun materiil.
BBCnews pun mengurai isi Perppu dari kacamata ahli hukum ketenagakerjaan, kelompok buruh, dan keterangan asosiasi pengusaha. Sebagian dari mereka mengatakan aturan yang ada di dalamnya berpeluang menciptakan ketidakpastian hukum. Lebih lanjut menurut ahli hukum ketenagakerjaan Universitas Gadjah Mada, Nabiyla Risfa Izzati, sebagian besar isi Perppu tersebut adalah salinan dari UU Nomor 11 Tahun 2022 tentang Ciptaker yang disebut 'inkonstitusional bersyarat' oleh MK.
Pasal-pasal yang mengandung ketidakpastian hukum di antaranya mengatur tentang pekerja alih daya (outsourcing) yang dihidupkan kembali dengan ada perubahan. Dalam UU Ciptaker Tahun 2020 setiap sektor pekerjaan dapat menggunakan tenaga alih daya. Akan tetapi, dengan Perppu terbaru ini ada kemungkinan jenis-jenis pekerjaan tertentu saja yang boleh diisi tenaga alih daya.
Begitu pun dengan masalah upah. Pengaturan upah minimum buruh pada lima tahun terakhir menggunakan variabel inflasi dan pertumbuhan ekonomi, termasuk diatur dalam UU Ciptaker. Namun dalam Perppu Ciptaker ditambahkan variabel baru, yakni 'indeks tertentu'. Variabel ini ditolak oleh Apindo karena disinyalir akan memberatkan dunia usaha dan tidak jelas. (BBCnews, 4/1/2023)
Melihat begitu ngototnya pemerintah mengesahkan UU Ciptaker, menimbulkan pertanyaan di benak kita. Mengapa seolah memaksakan, padahal mayoritas masyarakat menolaknya?
Dari sini juga kita dapat melihat bagaimana aspirasi rakyat tidaklah berlaku. Padahal, katanya mereka di DPR mewakili rakyat, rakyat yang mana? Nyatanya suara rakyat hanya dibutuhkan saat pemilu. Setelah menang, mereka lupa dengan janjinya. Pendapat rakyat kerap tidak didengar, UU tetap berjalan meskipun merugikan rakyat.
Demokrasi yang katanya 'dari rakyat, oleh rakyat, untuk rakyat' pada kenyataannya juga tidaklah demikian. Namun dari kapitalis, oleh kapitalis dan untuk kapitalis. Wajar saja jika UU Ciptaker diprediksi menjadi ajang bancakan oligarki. Meskipun di dalam rapat berbicara seolah demi kepentingan rakyat, pada dasarnya untuk kepentingan oligarki dan partainya sendiri. Rakyat hanya menjadi tumbal keserakahan kapitalis.
Pasal-pasal dalam UU ini juga terkesan meminimalisir hak pekerja dan lebih condong pada pelaku usaha. Misalnya pasal penghapusan Upah Minimum Kota/Kabupaten sebagai dasar upah minimum pekerja, peningkatan waktu kerja lembur yang dianggap sebagai bentuk eksploitasi bagi para pekerja, pengurangan nilai pesangon, perjanjian kerja waktu tertentu yang terus diperpanjang atau kontrak, ketentuan cuti, dan sebagainya. Alhasil, UU Ciptaker tampak lebih menguntungkan pengusaha dari pada rakyat.
Inilah buah dari penerapan sistem Kapitalisme demokrasi yang masih diemban negeri ini. Sistem yang berlandaskan manfaat dan kepentingan. Di mana ada manfaat maka akan diperjuangkan mati-matian meski harus menyakiti hati rakyat. Penguasa juga tidak terjun seutuhnya melayani rakyat. Namun sebatas regulator untuk memuluskan kepentingan para kapitalis. Maka berharap pada sistem ini, menghasilkan UU yang membela kepentingan rakyat bagaikan jauh panggang dari api.
Berbeda dengan sistem Islam. Islam sebagai agama yang sempurna memiliki aturan hidup yang mampu menuntaskan berbagai macam persoalan, termasuk masalah kesejahteraan buruh. Karena dalam sistem pemerintahan Islam kesejahteraan buruh sebagaimana seluruh rakyat lainnya akan diutamakan. Negara berperan sebagai pelayan umat, mengurusi segala kepentingan dan kemaslahatan umat. Negara juga berkewajiban menjamin segala kebutuhan dasar rakyat, dari sandang, pangan, papan, kesehatan, pendidikan hingga keamanan.
Dalam sistem Islam, undang-undang yang dibuat sesuai dengan syariat Islam. Tidak diperbolehkan pembuatan UU didasarkan pada kepentingan segelintir kalangan. Tidak ada politik kepentingan terlebih kepentingan manusia atau kelompok tertentu.
Sistem ekonomi yang berbasis Islam mempunyai aturan yang adil dan mengutamakan kesejahteraan rakyat. Tidak hanya itu, Islam juga mengatur bagaimana seseorang bekerja. Yaitu membolehkan setiap orang bekerja sesuai ketentuan syariat Islam.
Dalam menentukan standar gaji buruh, Isam akan menetapkannya berdasarkan manfaat tenaga yang diberikan pekerja. Karena memang tidak ada eksploitasi buruh oleh para majikan. Buruh dan pegawai negeri sama dan mendapatkan upah sepadan yang berlaku di masyarakat. Negara tidak akan menetapkan upah minimum sebagimana dalam sistem kapitalis. Karena hal itu tidak diperbolehkan sebagaimana larangan menetapkan harga. Keduanya merupakan kompensasi yang diterima seseorang.
Melalui sistem ekonomi Islam pula, negara akan sangat mampu menyejahterakan rakyatnya. Tidak perlu berharap kepada para pengusaha karena itu bukan tugasnya. Negara dengan kekayaannya yang melimpah berupa sumber daya alam di air dan di darat lebih dari cukup untuk menghidupi rakyatnya.
Untuk mengatasi pengangguran, negara akan membuka seluas-luasnya lapangan pekerjaan bagi laki-laki. Perempuan tidak dibebankan bekerja karena tugas utamanya adalah mendidik generasi. Para walinya yang akan memenuhi segala kebutuhannya secara layak.
Demikian, Islam dari sisi manapun adalah yang terbaik. Solusinya akan langsung mengena pada akar masalah. Tidak hanya solusi sesaat yang memungkinkan akan muncul lagi permasalahan baru. Gambaran penerapan Islam ini hanya dapat dilaksanakan oleh negara yang menerapkan Islam secara kaffah di setiap lini kehidupan, sehingga rakyat dan penguasa akan saling mencintai, negeri pun berkah, masyarakat pun sejahtera. Wallahu a'lam bi ash-shawwab.