Harga Telur Merangkak Naik, Negara Lumpuh Melayani Rakyat
OpiniKondisi ini menunjukkan adanya arus besar liberalisasi pangan. Telur sebagai salah satu kebutuhan pokok masyarakat nyatanya stok tidak tersedia secara maksimal. Ketika kenaikan sudah terjadi, tapi, penanganan penguasa terkait pengendalian harga telur menjadi lambat dan masalah baru
Padahal, pasca lebaran banyak acara yang diadakan seperti pernikahan, halal bi halal, dan lainnya. Tak terkecuali di instansi pemerintah yang biasa menyediakan makan bersama. Dalam hal ini, telur merupakan makanan yang sering disajikan. Tak heran, permintaan kian meningkat
_______________________
Penulis Ine Wulansari
Kontributor Media Kuntum Cahaya dan Pengemban Dakwah
KUNTUMCAHAYA.com, OPINI - Harga sejumlah komoditas bahan pokok terus merangkak naik. Mulai dari beras, gula, minyak, begitu juga telur yang sangat signifikan kenaikan harganya beberapa waktu terakhir ini . Para ibu yang mengatur keuangan keluarga, tentu saja harus memutar otak agar kebutuhan keluarga tetap terpenuhi. Meskipun kita tahu bahwa tak semua keluarga mampu memenuhi kebutuhan hidupnya. Apalagi telur yang dinilai sebagian orang sebagai lauk murah meriah, kini justru menjadi barang yang mahal.
Dewan Pimpinan Pusat Ikatan Pedagang Pasar Indonesia (DPP IKAPPI) sangat menyayangkan dengan melonjaknya harga telur di wilayah Jabodetabek. Harganya berada dikisaran Rp31.000 hingga Rp34.000 per kg. Sedangkan harga di luar Pulau Jawa atau wilayah Timur Indonesia, menembus Rp38.000 per kg bahkan lebih dari Rp40.000 per kg.
Reynaldi Sarijowan selaku Sekretaris Jenderal DPP IKPPI sangat menyayangkan sikap pemerintah yang tidak berbuat banyak terhadap kenaikan harga tersebut. Ia mengatakan, ada dua hal yang menjadi perhatiannya yang menyebabkan kenaikan harga telur. Pertama, karena faktor produksi, yang disebabkan oleh harga pakan yang tinggi. Kedua, akibat proses distribusi yang tidak sesuai dengan kebiasaan. Banyak pihak yang melakukan pendistribusian di luar pasar. Sehingga supply dan demand di pasar terganggu dan berimbas pada kenaikan harga. (Kumparan[dot]com, 18 Mei 2023)
Polemik kenaikan harga telur saat ini disampaikan secara terbuka oleh Presiden Peternak Layer Indonesia sekaligus Wakil Ketua Umum HKTI Bidang Peternakan dan Perikanan, Ki Musbar Mesdi. Ia mengatakan, kenaikan tersebut dipicu oleh peningkatan kebutuhan dan posisi populasi ayam petelur nasional yang belum pulih 100 persen. Faktor lain yang memicu kenaikan harga menurutnya adalah harga pokok produksi yang meningkat seiring lonjakan harga pakan pabrik. Sayangnya, pemerintah tidak bisa melakukan intervensi pabrikan. (cnnindonesia[dot]com, 16 Mei 2023)
Jika ditelusuri, banyak penyebab yang menjadikan harga telur begitu mahal. Selain, akibat permintaan yang tinggi dari berbagai elemen, instansi, lembaga, juga individu. Meski, tidak ada rincian pasti lembaga atau instansi mana yang kerap meminta pengiriman telur di luar pasar. Namun yang pasti hal tersebut mengganggu arus pasokan di pasar. Tentu, kenaikan harga telur tak dapat dihindari.
Kondisi ini menunjukkan adanya arus besar liberalisasi pangan. Telur sebagai salah satu kebutuhan pokok masyarakat nyatanya stok tidak tersedia secara maksimal. Ketika kenaikan sudah terjadi, tapi, penanganan penguasa terkait pengendalian harga telur menjadi lambat dan masalah baru. Padahal, pasca lebaran banyak acara yang diadakan seperti pernikahan, halal bi halal, dan lainnya. Tak terkecuali di instansi pemerintah yang biasa menyediakan makan bersama. Dalam hal ini, telur merupakan makanan yang sering disajikan. Tak heran, permintaan kian meningkat.
Jika, salah satu alasan kenaikan harga telur karena harga pakan naik, dalam hal ini jagung, mengapa pemerintah kerap kali mengandalkan impor? Benarkah dengan impor pakan ternak menjadi solusi untuk menekan harga telur? Untuk sementara mungkin saja pemerintah bisa mengandalkan impor jagung sebagai solusi.
Tapi, jika sifatnya berkelanjutan, hal tersebut akan berdampak tidak baik bagi sektor yang ada. Seperti, ternak ayam petelur maupun pertanian jagung nasional. Karena, solusi impor sangat berpengaruh pada pengelolaan sumber daya alam dalam negeri juga memandulkan tanggung jawab penguasa untuk mengelola pertanian dan peternakan secara baik juga maksimal.
Ditambah lagi adanya korporasi berkekuatan besar selaku produsen pakan ternak. Korporasi bermodal besar, disinyalir memiliki peran menguasai pasar. Bahkan menguasai sektor produksi dari hulu hingga hilir. Maka tak heran, kondisi seperti ini mampu menghancurkan para peternak kecil yang bermodal kecil harus bersaing dengan para korporat. Tak jarang korporasi memegang surat izin impor bahan baku, sehingga wajar impor jadi jalan yang sulit dihentikan.
Mirisnya, meroketnya harga telur terjadi di tengah gencarnya pemerintah menanggulangi angka stunting di masyarakat. Sudah menjadi rahasia umum, telur merupakan sumber protein hewani yang murah dan mudah dijangkau. Dapat dibayangkan ketika harga telur terus merangkak naik bahkan langka di pasaran, maka penanganan stunting terkesan tak serius.
Di sisi lain, problem seputar kemiskinan yang bertambah. Menurut data BPS, tingkat kemiskinan masyarakat Indonesia per September 2022 tercatat sebesar 9,27 persen atau sebanyak 26,36 juta orang berada di bawah garis kemiskinan. Jika dirupiahkan, garis kemiskinan pada September 2022 tercatat sebesar Rp535.547,00/kapita/bulan dengan Garis Kemiskinan Makanan (GMK) sebesar Rp397.125,00 (74,15%) dan Garis Kemiskinan Non Makanan (GKNM) sebesar Rp138.422,00 (25,85%). Semua kondisi tersebut baik stunting atau kelaparan, tidak boleh diabaikan. Apalagi sampai terjadi kekacauan lonjakan harga telur. Tentu dampaknya lagi-lagi rakyat yang merasakan.
Fakta di atas, sesungguhnya akibat diterapkan sistem Kapitalisme Liberalisme. Di mana, pemerintah memberi kebebasan seluas-luasnya bagi para pengusaha berkantong tebal. Sehingga menyebabkan penguasaan dan permainan harga pasar. Posisi negara hanya sebatas regulator yang menghubungkan pengusaha dan rakyat.
Pangan merupakan kebutuhan primer individu yang keberadaannya harus terpenuhi. Jika tidak terpenuhi, maka akan mengancam nyawa manusia. Stunting, kelaparan, dan kemiskinan, merupakan kondisi yang bisa menjadi ancaman serius terhadap pemenuhan kebutuhan jasmani. Islam, sebagai agama yang membawa rahmat bagi seluruh alam dan mengatur seluruh aspek kehidupan dengan sebaik-baiknya, mampu menjadi solusi tuntas bagi permasalahan kehidupan manusia.
Dalam pandangan Islam, pemimpin adalah pengurus rakyat dan ia akan dimintai pertanggungjawaban kelak di hadapan Allah. Berdasarkan hadis yang diriwayatkan oleh Imam Muslim dan Ahmad tersebut, Daulah (negara) Islam akan memenuhi seluruh hak warganya. Apalagi jika itu adalah kebutuhan mendasar seperti pangan. Negara juga akan menjamin berbagai hal yang menyangkut hajat hidup rakyat, baik berupa jaminan hak hidup, harta, keamanan, maupun berbagai hak publik seperti kesehatan, pendidikan, dan pekerjaan.
Jika persoalan harga telur naik karena bahan pakan yang masih impor dan distribusi yang bermasalah di tengah masyarakat, maka peran Daulah seharusnya mengendalikan hal tersebut dan menjamin distribusi berdasarkan skala prioritas. Negara memiliki data akurat mengenai kemiskinan dan kebutuhan pangan, agar kebutuhan gizi terpenuhi. Sehingga penanganan stunting dan kelaparan akan tepat sasaran.
Negara juga akan serius mengelola pertanian jagung, karena merupakan bahan baku pakan ternak ayam. Para peternak ayam akan diberikan fasilitas yang lengkap, modern, bahkan gratis untuk mendukung usaha mereka. Negara juga mengawasi secara ketat perdagangan pakan dan obat-obatan ternak, agar para peternak tidak membayar mahal bahkan bisa gratis dalam rangka memenuhi gizi dan menyehatkan ternaknya.
Tidak ada celah monopoli bagi korporasi dalam Islam, sehingga tidak akan terjadi kelangkaan telur apalagi harganya melonjak naik. Demikianlah Daulah Islam akan menjaga seluruh kebutuhan dasar rakyat. Karena pemimpin dalam Islam menjalankan perannya sebagai pengurus rakyat. Oleh karena itu, dalam naungan Daulah Islam akan terwujud masyarakat yang sehat. Wallahu a'lam bi ash-shawwab. []