Alt Title

Jalan Unaaha-Abuki Masih Rusak, Pemda Apatis Konsekuensi Regulasi yang Buruk

Jalan Unaaha-Abuki Masih Rusak, Pemda Apatis Konsekuensi Regulasi yang Buruk

Berbeda apabila sistem Islam yang diterapkan, maka diterapkan pula ekonomi Islam dalam negara. Dimana pemerintah (khalifah ) melakukan pembangunan infrastruktur  dengan berdasarkan skala prioritas kebutuhan masyarakat. Anggarannya pun tersedia yang berasal dari pengelolaan SDA. Selain itu tidak ada kata utang dalam pembangunan infrastruktur jalan

________________________


Penulis Sasmin

Kontributor Media Kuntum Cahaya dan Aktivis Muslimah



KUNTUMCAHAYA.com, OPINI - Setiap  manusia tidak pernah  lepas  dari aktivitas di luar rumah, apalagi yang mempunyai tugas di luar daerah. Sudah pasti membuat mereka melakukan perjalanan sesering mungkin, sehingga mengharuskan mereka bolak-balik dari kampung ke kota. Karena itu, mereka butuh fasilitas yang mumpuni untuk mengondusifkan rute perjalanan mereka, seperti jalan yang  apik. Namun, yang dirasakan masyarakat di Unaaha justru sebaliknya, bahkan kondisi jalan sangat memprihatinkan.


Mereka harus melalui jalan yang rusak  dari ruas jalan yang  terhubung dari kota  Unaaha hingga Kecamatan Abuki, Kabupaten Konawe.  Persoalan  yang dihadapi masyarakat Unaaha tidak menjadi perhatian Pemda karena Pemerintah Daerah setempat masih fokus  memperbaiki jalan setelah jembatan  jalan kabupaten yang jadi gawean Pemkab Konawe yakni sepanjang 745 kilometer. Sedangkan jalan yang dimaksudkan untuk diperbaiki itu dari Unaaha–Abuki merupakan kewenangan  dari  Pemerintah  Provinsi  Sulawesi Tenggara. (kendariinfo,04/05/2023)


Di dunia demokrasi eksistensi pemerintah seakan mati. Iventarisasi di sistemnya sama sekali tidak berkiprah pada masyarakatnya, padahal demokrasi itu sendiri yang berarti untuk rakyat. Realitas di atas adalah pesan bagi rakyat yang selama ini menanamkan harapannya pada pemimpin, bahwa yang mereka inginkan tidak akan terwujud diakibatkan oleh sistem yang saling bergantungan dan saling mengharapkan satu sama lainnya. Pemda  yang mempunyai wewenang  untuk mendukung penuh aspirasi rakyat Unaaha untuk menggenjot perbaikan jalan di daerah tersebut justru melempar tanggung jawabnya tanpa menindaklanjuti. Padahal pemerintah daerah itu adalah perwakilan masyarakat untuk menyambungkan suara mereka ke pemerintah provinsi maupun pemerintah pusat. 


Jika sudah begitu, lalu di mana tanggung jawab Pemda sebagai wakil dari Rakyat?

 

Beginilah gambaran sistem demokrasi yang hanya memperparah kebijakan pembangunan infrastruktur di negeri ini, dengan berbagai alasan yang dilontarkan. Alasan-alasan tersebut adalah keterbatasan anggaran, aspirasi belum tersampaikan, hingga keluar kata "bukan kewenangan". 


Alhasil infrastruktur jalan tidak kunjung mendapat perbaikan. Kalaupun diperbaiki maka kualitas seadanya sehingga terkesan tambal-sulam dan berorientasi proyek. Sebaliknya pembangunan  infrastruktur penunjang kinerja ASN terus dikebut atas nama meningkatkan kinerja, padahal  tidak  jarang  infrastruktur gedung tersebut masih layak digunakan ASN. Dengan kata lain pembangunan  infrastruktur tidak berbasis skala prioritas yang emergency, tetapi berorientasi proyek dan pencitraan belaka.


Kinerja di atas dibangun oleh pemerintah sebagai alasan untuk menghindar dari aspirasi tugas-tugas prioritasnya kepada masyarakat. Hal tersebut juga tampak jelas akan keberpihakannya pada para kapital, sebab dana yang dipungut untuk pembangunan infrastruktur di negeri  ini dari kapitalis Cina atau hasil utang. Dengan kata lain pemerintah berutang budi pada pemilik modal sehingga pemerintah pusat maupun daerah lebih mengutamakan kepentingan kapital daripada kepentingan masyarakat. Olehnya itu tidak heran apabila sampai saat ini di daerah Unaaha ataupun di daerah lainnya pun infrastruktur jalannya tak kunjung terealisasi.


Berbeda apabila sistem Islam yang diterapkan, maka diterapkan pula ekonomi Islam dalam negara. Dimana pemerintah (khalifah ) melakukan pembangunan infrastruktur dengan berdasarkan skala prioritas kebutuhan masyarakat. Anggarannya pun tersedia yang berasal dari pengelolaan SDA. Selain itu tidak ada kata utang dalam pembangunan infrastruktur jalan.


Khalifah tahu betul mana yang perlu diutamakan dan tidak. Adapun perihal jalan tentu merupakan sarana yang harus diprioritaskan karena jalan adalah tempat dimana masyarakat melakukan rute dari tempat satu ke tempat yang lain. Jikalau jalannya bagus, dengan begitu masyarakat  nyaman ketika melakukan perjalanan. Khalifah bekerja semata untuk kemaslahatan umat, bukan korporasi asing. Jadi  apa pun yang menjadi persoalan umat maka yang mengambil konsekuensi semua itu adalah khalifah. Wilayah yang berdiri dalam naungan dualah Islam (Khilafah) adalah tanggung jawab pemerintahan Islam yakni khalifah yang berada di pusat pemerintahan dan akan dibantu oleh pemerintah daerah, semua melaksanakan tugasnya sesuai peraturan yang ada dalam Islam.


Itulah bedanya pemerintah yang menganut sistem demokrasi dengan sistem  Islam. Demokrasi selalu menadahkan tangan pada korporasi asing dan bekerja untuk kemaslahatan asing dengan tujuan ingin mendapat keuntungan dari kapitalis. Sementara di sistem Islam khalifah enggan berkolaborasi dengan orang-orang kafir yang ingin mengambil kekayaan negeri, khalifah bekerja untuk kemaslahatan umat dan bertujuan meraih ridha Allah Swt.. Wallahu a’lam bi ash-shawwab. []