Potensi SDA Konsel Melimpah, Kebutuhan Pokok Tetap Langka?
OpiniDemikianlah pengelolaan urusan rakyat jika disandarkan pada sistem kapitalisme yang berasas pada keuntungan. Selain itu, kapitalisme telah melahirkan ketimpangan di seluruh aspek baik pendidikan, ekonomi, maupun politik. Karut-marut pengelolaan sumber daya alam saat ini tentu tidak akan terjadi dalam Islam
________________________
Penulis Sartinah
Kontributor Media Kuntum Cahaya dan Pegiat Literasi
KUNTUMCAHAYA.com, OPINI - Kabupaten Konawe Selatan (Konsel) patut berbangga dengan sejuta potensi sumber daya alam yang dimilikinya. Potensi tersebut meliputi bidang pertanian, kelautan, perkebunan, hingga industri yang merupakan sektor unggulan. Untuk sektor perkebunan, pertanian, dan holtikultura saja misalnya, produksinya sebesar 52.247,7 ton berdasarkan data produksi tahun 2022. Jumlah tersebut meliputi padi sawah, jagung, palawija, ubi kayu, dan ubi jalar. (Kendarinews[dot]com, 02/05/2023)
Dengan segala potensi yang dimiliki Kabupaten Konsel, seharusnya hal ini tidak menjadi kekhawatiran akan terpenuhinya seluruh kebutuhan pokok masyarakat. Termasuk tidak terjadi kelangkaan kebutuhan pokok (seperti beras) di tengah masyarakat. Namun faktanya, stok beras justru sering kali mengalami kelangkaan yang mengakibatkan harga beras melonjak. Lantas, mengapa hal ini bisa terjadi?
Apabila ditelisik lebih dalam, langka dan mahalnya harga kebutuhan pokok di tengah melimpahnya potensi kekayaan alam disebabkan oleh kesalahan tata kelola oleh pemerintah. Dalam hal ini, pemerintah justru menyerahkan pengelolaan kekayaan alam kepada para tengkulak alias pemilik modal dengan dalih investasi.
Padahal, siapa pun tahu bahwa orientasi pengelolaan seluruh potensi alam oleh para pemodal pasti berujung pada keuntungan materi, bukan terpenuhinya kebutuhan pokok masyarakat. Pada akhirnya masyarakat tetap harus membayar mahal demi sekadar membeli kebutuhan pokok mereka.
Di sisi lain, pemerintah yang seharusnya bertanggung jawab menyediakan seluruh kebutuhan pokok rakyat, justru hanya berperan sebagai regulator alias penyambung antara rakyat dengan pengusaha. Penguasa hanya sibuk membuat regulasi untuk memuluskan kepentingan para korporat. Hal ini dapat dilihat dari statement pemerintah yang akan menghapus semua rintangan bagi investasi. Di Konsel sendiri misalnya, selama 12 tahun terakhir realisasi investasi telah mencapai Rp778.365.294.487.549.
Demikianlah pengelolaan urusan rakyat jika disandarkan pada sistem kapitalisme yang berasas pada keuntungan. Selain itu, kapitalisme telah melahirkan ketimpangan di seluruh aspek baik pendidikan, ekonomi, maupun politik. Karut-marut pengelolaan sumber daya alam saat ini tentu tidak akan terjadi dalam Islam.
Islam adalah agama paripurna yang memiliki aturan sempurna, termasuk bagaimana dan siapa yang berhak mengelola aset-aset penting milik rakyat. Islam telah mengatur dengan jelas dan lengkap tentang pengelolaan harta-harta tersebut. Dalam pengaturannya, Islam telah membagi mana yang termasuk harta milik individu, harta milik umat, dan negara. Pengelompokkan harta tersebut dimaksudkan agar pengelolaannya tidak tumpang-tindih.
Salah satunya terkait pengelolaan harta milik umum. Pengelolaan harta tersebut wajib dilakukan oleh negara tanpa campur tangan swasta maupun asing. Hasil dari pengelolaan harta tersebut akan dipergunakan bagi kemaslahatan rakyat. Penguasa (khalifah) boleh membaginya secara langsung atau dalam bentuk pelayanan publik. Hal ini dilakukan karena penguasa adalah penanggung jawab seluruh urusan rakyat. Sebagaimana tertuang dalam hadis riwayat Al-Bukhari, "Kepala negara adalah pengurus rakyat dan dia bertanggung jawab atas rakyat yang dia urus."
Demikianlah, jika pengelolaan harta dilakukan dengan mengambil prinsip Islam, maka rakyat benar-benar dapat menikmati hasil kekayaan alam yang memang menjadi haknya. Selain itu, problem kelangkaan pangan termasuk fenomena harga-harga yang terus melonjak tidak akan dijumpai. Andaipun terjadi krisis, maka negara memiliki solusi praktis untuk segera menyelesaikannya. Wallahu a'lam bi ash-shawwab. []