Antara Konser Coldplay dan Padamnya Empati pada Diri
OpiniTak bisa dimungkiri, fakta seperti ini wajar saja terjadi karena kehidupan di negeri ini berjalan atas asas kapitalis sekuler. Dimana orang-orang yang berduit sajalah yang bisa menikmati kesejahteraan sedangkan sebagian yang lain hanyalah gigit jari
Apalagi dengan paham sekuler, dimana orang bebas melakukan apa saja sesuai dengan keinginan dan kebutuhannya sendiri tanpa memandang keinginan dan kebutuhan orang lain. Para pengusungnya pun akan berupaya melakukan apa pun yang bermanfaat bagi dirinya dan akan meninggalkan hal-hal yang merugikan, tanpa peduli pada orang lain
________________________
Penulis Nur Syamsiah Tahir
Praktisi Pendidikan dan Pegiat Literasi AMK
KUNTUMCAHAYA.com, OPINI - Maraknya pagelaran hiburan di mana-mana selalu mendapat sambutan yang luar biasa. Meskipun para penikmatnya harus menguras isi dompet, bahkan rela merogoh kantong lebih dalam untuk membeli pernak-pernik yang identik dengan idolanya.
Sebagaimana dilansir oleh cnnindonesia[dot]com pada hari Kamis (11/5/2023), daftar harga tiket dan layout konser Coldplay di Jakarta resmi dirilis pada Kamis (11/5). Lebih-lebih promotornya telah mengumumkan di media sosial bahwa tiket akan terbagi dalam 11 kategori. Lebih lanjut PK Entertainment mengumumkan bahwa harga tiket konser Coldplay di Stadion Utama Gelora Bung Karno tersebut dijual mulai harga Rp800 ribu sampai Rp11 juta dan ini paket dengan harga termahal.
Dengan informasi ini otomatis masyarakat yang berduit dan gandrung dengan konser ini menjadi sangat antusias. Mereka berduyun-duyun siap mengejar tiket tersebut demi mendapatkan hiburan. Walaupun sejatinya hiburan ini bukanlah kebutuhan asasi masyarakat.
Fenomena ini tentu saja bertolak belakang dengan kondisi masyarakat pada umumnya. Sudah diketahui bersama bahwa kondisi perekonomian masyarakat berada pada tingkat yang mengenaskan. Efek domino dari pandemi Covid-19 belumlah reda. Menyusul kondisi perekonomian yang lesu, berimbas pada gelombang PHK di mana-mana, pengangguran pun meningkat, sedangkan harga sembako tidak stabil. Belum lagi biaya pendidikan yang merangkak naik, ini pun ditambah dengan tidak adanya jaminan kesehatan bagi masyarakat.
Miris, itulah kondisi kehidupan masyarakat saat ini. Dipastikan amat kontradiktif jika konser Coldplay terus berlangsung. Kemudian patut dipertanyakan, kemanakah rasa empati?
Awal Mula Padamnya Empati
Sesungguhnya, tidak hanya tentang konser Coldplay ini saja. Sebelumnya juga telah digelar konser Blackpink. Dimana penontonnya pun kebanyakan orang yang berduit. Namun tak sedikit juga para remaja yang antusias bahkan memaksakan diri untuk hadir demi berjumpa sang idola. Tak sedikit di antara mereka penampilannya identik dengan sang idola. Padahal kondisi ekonomi orang tuanya tidak berkecukupan. Otomatis penyelenggaraan konser semacam ini menunjukkan padamnya empati penyelenggara dan pihak pemberi izin terhadap penderitaan sesama yang ditimpa berbagai problem kehidupan. Di sisi lain, kenyataan antusiasme masyarakat membuktikan tingginya kesenjangan kesejahteraan hidup di tengah masyarakat.
Tak bisa dimungkiri, fakta seperti ini wajar saja terjadi karena kehidupan di negeri ini berjalan atas asas kapitalis sekuler. Dimana orang-orang yang berduit sajalah yang bisa menikmati kesejahteraan sedangkan sebagian yang lain hanyalah gigit jari. Apalagi dengan paham sekuler, dimana orang bebas melakukan apa saja sesuai dengan keinginan dan kebutuhannya sendiri tanpa memandang keinginan dan kebutuhan orang lain. Para pengusungnya pun akan berupaya melakukan apa pun yang bermanfaat bagi dirinya dan akan meninggalkan hal-hal yang merugikan, tanpa peduli pada orang lain.
Pantas saja jika rasa empati itu padam dari benak masyarakat. Yang berkobar-kobar hanyalah keinginan untuk memuaskan diri-sendiri serta anak keturunannya. Rasa individualis melekat kuat dalam masyarakat seperti ini. Tak ada lagi rasa peduli pada sesama. Kondisi seperti ini akan terus berlangsung selama paham kapitalis sekuler bercokol di negeri ini.
Islam Solusi atas Masalah Ini
Kenyataan akan berbalik 100 persen apabila Islam dijadikan asas dan patokan dalam menjalani kehidupan ini. Karena sejatinya Islam telah mengatur bagaimana cara seorang muslim bisa menikmati hidup sekaligus memiliki empati atas nasib sesama. Allah Swt. telah berfirman dalam Al-Qur'an surah Al-Hujurat ayat 10:
إِنَّمَا ٱلْمُؤْمِنُونَ إِخْوَةٌ فَأَصْلِحُوا۟ بَيْنَ أَخَوَيْكُمْ ۚ وَٱتَّقُوا۟ ٱللَّهَ لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُونَ
Artinya: "Orang-orang beriman itu sesungguhnya bersaudara. Sebab itu damaikanlah (perbaikilah hubungan) antara kedua saudaramu itu dan takutlah terhadap Allah, supaya kamu mendapat rahmat."
Jadi sebenarnya Islam sejak awal telah menuntun umatnya untuk saling berhubungan, saling peduli, dan tolong-menolong dalam kebenaran. Sebagaimana peringatan Allah Swt. dalam Al-Qur'an surah Al-'Ashr ayat 3, yang artinya: "Kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasihat-menasihati supaya menaati kebenaran dan nasihat-menasihati supaya menetapi kesabaran."
Selain itu, Islam juga mengajarkan adanya skala prioritas atas perbuatan manusia dalam kehidupan ini. Umat Islam wajib mendahulukan perbuatan yang diwajibkan oleh Allah Swt. daripada perbuatan yang sunah, apalagi yang mubah. Karena masing-masing perbuatan itu akan dihisab oleh Allah Swt. dan akan menjadi bekal untuk kehidupan kita kelak di akhirat. Contohnya saja antara menikmati hiburan dengan memenuhi kebutuhan perut maka yang harus didahulukan adalah pemenuhan atas kebutuhan perut. Apalagi jika saudaranya kelaparan maka menjadi kewajiban atas saudara yang lain untuk memenuhi kebutuhan saudaranya tersebut. Hal ini sudah ditegaskan oleh Rasulullah saw. dalam sabdanya yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad dan Ibnu Abi Syaibah, bahwa penduduk negeri mana saja yang di tengah-tengah mereka ada yang kelaparan (yang mereka biarkan) maka jaminan perlindungan Allah Swt. terlepas dari mereka. Oleh karena itu dalam Islam rasa empati benar-benar dijunjung tinggi.
Di sisi lain, Islam mewajibkan negara menjamin terpenuhinya kebutuhan asasi atas setiap individu. Lebih-lebih Allah Swt. telah memerintahkan penguasa untuk bertanggung jawab atas seluruh urusan rakyatnya, termasuk memenuhi kebutuhan pokok mereka. Hal ini diperjelas oleh sabda Rasulullah saw. yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari, Muslim, dan Ahmad, bahwa pemimpin bagi manusia adalah pengurus dan dia bertanggung jawab atas rakyat yang diurus.
Dengan demikian rasa empati itu akan tumbuh tidak hanya pada tataran individu, tapi juga dalam tataran masyarakat, bahkan negara. Justru dalam payung negara lah rasa empati itu akan terjaga dan roda kehidupan akan berjalan sempurna. Sedangkan berjalannya roda kehidupan itu harus memuaskan akal manusia, menentramkan hati, dan sesuai dengan fitrah manusia. Itu semua akan terwujud apabila Islam dijadikan asas dalam kehidupan sehari-hari. Wallahualam bissawab. []