Fenomena Baby Blues, Cerminan Pengayoman Salah Urus
OpiniInilah dampak dari diterapkannya kapitalis sekuler, kesehatan individu terenggut akibat pengayoman yang salah dan penerapan pola pendidikan yang jauh dari nilai agama. Mereka biasa dicekoki dengan ide liberal yang serba bebas dan ingin terlepas dari segala bentuk tanggung jawab
Maka ketika mendapatinya sebagai beban yang berat, mental lemah mereka mendorong untuk menyerah, depresi bahkan ada juga yang nekad bunuh diri. Jika fakta generasi mudanya seperti ini, harapan terbentuknya calon ibu tangguh bak panggang jauh dari api. Generasi berkualitas pun urung terbentuk
________________________
Penulis Irma Faryanti
Kontributor Media Kuntum Cahaya dan Member Akademi Menulis Kreatif
KUNTUMCAHAYA.com, OPINI - Menduduki peringkat ketiga di sekolah tentu menjadi prestasi yang membanggakan. Namun apa jadinya jika urutan tiga besar itu ketika didaulat sebagai negara dengan kasus baby blues terbanyak di Asia? Tentu akan lain cerita, alih-alih membuat bangga, justru memalukan yang dirasa.
Tidak banyak yang mengetahui bahwa ibu hamil dan menyusui menjadi kelompok yang rentan mengalami gangguan kesehatan mental yang tinggi di negeri ini. Hal ini diungkapkan Dra. Maria Ekowati selaku Ketua Komunitas Wanita Indonesia Keren yang juga berprofesi sebagai psikolog. Menurutnya, pasca melahirkan para ibu biasanya mengalami baby blues dan kecemasan yang jika dibiarkan akan berpeluang terjadinya depresi, inilah yang dialami oleh 25% kaum ibu di Lampung setelah menjalani persalinan. (Health[dot]detik[dot]com, Jumat 26 Mei 2023)
Dalam sebuah penelitian yang dilakukan pada tahun 2020, sekitar 50-70 persen mengalami baby blues dengan gejala ringan dan sedang, yang menempati peringkat ketiga di Asia. Fenomena baby blues bisa terjadi karena berbagai faktor baik hormonal ataupun hubungan rumah tangga sang ibu seperti KDRT ataupun pernikahan yang tidak harmonis. Maria menjelaskan ciri-cirinya yang biasanya ditandai dengan kecemasan, insomnia atau menangis tiba-tiba. Pada kondisi tersebut biasanya mereka butuh dukungan orang-orang terdekatnya.
Ray Wagiu Basrowi selaku praktisi kedokteran dari Health Collaborative Center dan FKUI menekankan pentingnya melakukan pendekatan edukasi kepada publik. Lebih lanjut ia menyatakan bahwa berdasarkan penelitian, 6 dari 10 ibu menyusui mengaku tidak bahagia akibat kurangnya dukungan keluarga dan masyarakat.
Namun di balik itu semua, ada penyebab lainnya yang tidak kalah penting dan berpengaruh besar pada tingginya angka baby blues pada ibu hamil dan menyusui, yaitu tidak adanya kesiapan untuk memikul tanggung jawab sebagai orang tua dengan segala kerepotan mengurus anak-anaknya. Hal ini tidak bisa diabaikan dan tidak bisa datang secara instan. Pembekalan nikah di Kantor Urusan Agama (KUA) tentu tidak cukup membentuknya, harus ada proses panjang yang dijalani sejak awal. Terlebih dalam sistem bentukan kapitalis saat ini, semua akan menjadi serba sulit karena penanaman nilai agama akan sangat diminimalisir akibat sekulerisme (pemisahan agama dari kehidupan) yang dijadikan sebagai landasan.
Dalam sebuah negara kapitalis sekuler, tidak ada upaya untuk mendidik generasi muda terkait kesiapan mereka menjadi orang tua. Baik di kurikulum sekolah maupun penanaman dalam keseharian. Maka tidak heran jika anak-anak muda saat ini memiliki mental lemah yang mudah goyah saat diuji dengan cobaan kehidupan. Tidak sedikit diantara kaum perempuan yang begitu mudah mengeluh dan dilanda kecemasan pasca melahirkan, tidak siap mengurusi rumah tangga dan anak hingga akhirnya depresi.
Inilah dampak dari diterapkannya kapitalis sekuler, kesehatan individu terenggut akibat pengayoman yang salah dan penerapan pola pendidikan yang jauh dari nilai agama. Mereka biasa dicekoki dengan ide liberal yang serba bebas dan ingin terlepas dari segala bentuk tanggung jawab. Maka ketika mendapatinya sebagai beban yang berat, mental lemah mereka mendorong untuk menyerah, depresi bahkan ada juga yang nekad bunuh diri. Jika fakta generasi mudanya seperti ini, harapan terbentuknya calon ibu tangguh bak panggang jauh dari api. Generasi berkualitas pun urung terbentuk.
Inilah dampak dari penerapan sistem kapitalisme. Kesehatan mental terganggu akibat aturan yang keliru. Selain karena ketidaksiapan, tidak sedikit kaum ibu yang mengalami depresi akibat berat menanggung beban ekonomi. Biaya hidup yang semakin tinggi memicu stress yang kian tak terkendali, tidak heran jika sebagian dari mereka menjadikan bunuh diri sebagai solusi.
Baby blues pada dasarnya bisa dihindari dengan melakukan pencegahan sejak dini. Dengan cara mempersiapkan sistem pendidikan yang mumpuni serta supporting system yang memadai. Dalam hal ini, peran negara sangatlah besar dan tidak bisa diabaikan begitu saja. Karena melalui pengayomannya, seorang penguasa akan membuat kebijakan yang mampu mempersiapkan individu yang siap mengemban peran mulia sebagai orang tua, karena keluarga adalah sekolah pertama bagi anak-anaknya.
Dalam Islam, ada tahapan yang bisa dijalani untuk mempersiapkan generasi menjadi orang tua masa depan, di antaranya: pertama, menerapkan kurikulum berbasis akidah, dengan tujuan agar terbentuk individu berkepribadian Islam. Sehingga nantinya akan terbentuk calon orang tua yang tangguh, kuat menghadapi berbagai tantangan kehidupan, dan tidak mudah mengalami stress juga depresi.
Kedua, adanya dukungan sistem politik ekonomi yang mampu memberi kesejahteraan. Karena depresi tidak hanya masalah mental semata, ada juga yang dipicu faktor luar. Beratnya beban hidup akibat kacaunya sistem perekonomian adalah salah satu sebab lainnya. Harga kebutuhan pokok yang melambung tinggi, biaya kesehatan dan pendidikan yang semakin tidak terjangkau, sementara kemudahan dalam menghasilkan rupiah tidak memadai. Sehingga ketika sang kepala keluarga tidak mampu mencari nafkah dengan maksimal, ibu harus ikut serta membantu untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga.
Oleh karenanya, negara wajib menjamin berbagai hal yang dibutuhkan rakyatnya. Karena mereka lah pengayom sesungguhnya, yang kelak akan dimintai pertanggungjawaban. Rasulullah saw. dalam hadis riwayat Al-Bukhari dan Muslim bersabda: "Setiap kalian adalah pemimpin, dan setiap pemimpin akan dimintai pertanggungjawaban atas apa yang dipimpinnya."
Ketiga, adanya dukungan dari lingkungan sosial yang islami, agar terwujud masyarakat yang bersih dari kemaksiatan, terbiasa dengan amar makruf nahi mungkar, saling menolong dan menyayangi satu dengan yang lainnya. Disertai dengan suasana iman dan takwa yang kokoh.
Demikianlah ketetapan Islam, kesempurnaan hukumnya akan membawa kesejahteraan bagi manusia dan mengangkatnya dari keterpurukan. Hanya dengan diterapkannya syariat Allah Swt. di setiap aspek kehidupan sajalah segala keteraturan itu akan terbentuk. Yakni di bawah naungan kepemimpinan yang akan menerapkan hukum Allah secara sempurna. Wallahu a'lam bi ash-shawwab. []