Alt Title

Urgensitas Sistem Pendidikan Islam dalam Mencetak Ibu Berkualitas

Urgensitas Sistem Pendidikan Islam dalam Mencetak Ibu Berkualitas

Kondisi ekonomi, gaya hidup dan lain-lain menjadi faktor pemicu pula ketidaksiapan orang tua di dalam menerima buah hatinya. Sistem pendidikan yang diharapkan bisa mencetak manusia yang utuh malah kurang bahkan menjauhkan dari nilai-nilai agama

Sistem kapitalisme yang melingkupi kehidupan ini berkontribusi mengurangi suporting system yang sangat dibutuhkan oleh ibu baru. Alih-alih mencetak ibu kerkualitas, yang terjadi justru ibu-ibu berkeinginan untuk childfree. Hal ini menyebabkan kurang kokohnya pendirian calon ibu dalam keyakinannya bahwa ibu merupakan kunci terdidiknya generasi emas

_______________________



KUNTUMCAHAYA.com, SURAT PEMBACA - Mengejutkan terdapat fenomena baru tentang orang tua utamanya ibu yang mengalami baby blues. Ini terjadi pada para ibu di Indonesia yang mengalami gejala baby blues dengan angka tertinggi ke-3 di Asia. Hal tersebut terungkap dalam data laporan Indonesia National Adlescent Mental Health Survey (I-NAMHS) 2023 yang mengungkapkan 32% ibu hamil mengalami depresi dan 27% depresi pasca melahirkan. Selain itu penelitian pasca nasional menunjukkan 50-70% ibu di Indonesia mengalami gejala baby blues. Kira-kira apa faktor penyebabnya? 


Posisi ibu sebagai orang yang melahirkan keturunan sesuai fitrah manusia. Allah Swt. memberikan aturan pernikahan tidak lain sebagai pemenuhan gharizah nau' (rasa cinta) pada setiap manusia. Tentu, sebuah kelahiran anak sudah seharusnya menjadi kebahagiaan bahkan ketika pasangan suami istri tidak segera memiliki anak, hal itu membuat kesedihan. Namun, faktanya gejala baby blues ini terjadi. Seharusnya hal tersebut tidak perlu terjadi. Ini menunjukkan bahwa harus ada sikap serius dari pemerintah untuk menyelamatkan kesehatan mental para ibu sebab benteng utama terbentuknya generasi emas adalah berawal dari rumah.


Faktor penyebab yang pertama tentunya adalah kesiapan menjadi orang tua. Tidak semua para ibu mendapati kelahiran anak dengan persetujuannya. Tidak bisa dimungkiri banyaknya kasus pergaulan bebas menyebabkan kelahiran bayi-bayi yang tidak diinginkan sehingga wajar bila keberadaan seorang anak tanpa kesiapan orang tua itu menjadi malapetaka tersendiri. Sementara bagi yang memang telah menikah kurangnya ilmu tentang bagaimana merawat dan mendidik anak juga menjadi pemberat untuk menjadikan ibu baby blues, sehingga sangat disayangkan ketika bayi-bayi yang telah lahir akan menjadi seperti beban kehidupan. Bahkan mereka akan kehilangan waktu emasnya di dalam perawatannya. Hal tersebut tentu butuh kontribusi dari sistem pendidikan yang menyelamatkan fitrah seorang ibu. 


Atmosfer keadaan hari ini sangat kompleks sehingga berpengaruh pada kesehatan mental para ibu. Kondisi ekonomi, gaya hidup dan lain-lain menjadi faktor pemicu pula ketidaksiapan orang tua di dalam menerima buah hatinya.


Sistem pendidikan yang diharapkan bisa mencetak manusia yang utuh malah kurang bahkan menjauhkan dari nilai-nilai agama. Sistem kapitalisme yang melingkupi kehidupan ini berkontribusi mengurangi suporting system yang sangat dibutuhkan oleh ibu baru. Alih-alih mencetak ibu kerkualitas, yang terjadi justru ibu-ibu berkeinginan untuk childfree. Hal ini menyebabkan kurang kokohnya pendirian calon ibu dalam keyakinannya bahwa ibu merupakan kunci terdidiknya generasi emas.  


Sesungguhnya apabila kita kembali pada sistem pendidikan Islam, maka kebaikan demi kebaikan akan didapatkan. Fenomena baby blues ini tidak akan pernah terjadi. Sebab Islam sangat memperhatikan fitrah manusia aturan yang datangnya dari Illahi tentu akan tepat sasaran. Peran sebagai ibu menjadi suatu yang didamba-dambakan terlebih ketika pola pikir seorang ibu telah terbentuk. Madrasah pertama dan utama bagi anak-anaknya bukan hanya sebagai slogan melainkan sebuah azzam yang akan mencetak sebuah peradaban Islam demi tegaknya kalimat Allah di muka bumi. Kepayahan demi kepayahan dalam merawat anak bukanlah menjadi sebuah beban, justru menjadikan kekuatan tersendiri sebab rida Allah jauh lebih tinggi di atas segalanya. []


Inge Oktavia Nordiani

Pegiat Literasi