Islam Menjadi Solusi Tuntas dalam Mengentaskan Kemiskinan
OpiniIslam mewajibkan negara mewujudkan kesejahteraan rakyat dengan memberi bantuan serta menjamin lapangan pekerjaan
Itu karena pemimpin negara akan senantiasa mendorong kepala keluarga untuk bekerja guna memenuhi kebutuhan pokoknya. Sehingga di sinilah penerapan ekonomi Islam akan menjamin kesejahteraan rakyat
________________________________
Penulis Khatimah
Kontributor Media Kuntum Cahaya dan Pegiat Dakwah
KUNTUMCAHAYA.com, OPINI - "Setiap kalian adalah pemimpin, dan dari setiap pemimpin akan dimintai pertanggung jawaban atas apa yang dipimpinnya." (HR. Al-Bukhari)
Seharusnya hadis tersebut menjadi pegangan setiap pemimpin agar dalam memimpin masyarakat tidak salah arah, dan mampu bersikap adil terhadap mereka sehingga bisa mengantarkan pada kesejahteraan. Nyatanya hadis itu tidak lagi menjadi pedoman apalagi bagi negara yang mayoritas muslim, sehingga kesenjangan ekonomi semakin menganga dan mendera masyarakat Indonesia. Setelah sebelumnya masyarakat dibuat bahagia dengan adanya bantuan sosial (bansos) yang setidaknya dapat menjadi angin segar dan harapan untuk bisa menunjang kebutuhan pokok yang semakin melangit.
Namun, kembali lagi rakyat harus merasakan kekecewaan, karena Kementerian Sosial, pada bulan Juli 2023 akan mengumumkan penghapusan 5,8 juta penerima bantuan Program Keluarga Harapan (PKH) dan Bantuan Pangan Non-Tunai (BPNT). Dengan alasan data penerima bansos tidak tepat sasaran, sehingga Kemensos mencoret penerima dari Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS). Inilah yang disoroti oleh Menteri Sosial. (AyoPalembang[dot]com, 17/06/2023)
Sudah jatuh tertimpa tangga. Pepatah tersebut menjadi gambaran bagaimana kondisi yang dialami masyarakat saat ini, rakyat harus kembali gigit jari karena keputusan pendataan penerima bansos yang ternyata tidak profesional, sehingga bantuan tidak tepat sasaran, membuat sebagian data harus tercoret. Masyarakat yang di bawah garis kemiskinan harus tersisihkan karena data tidak sesuai. Mirisnya bagi masyarakat yang mampu justru banyak menerima bantuan karena memiliki data yang lengkap.
Seharusnya negara mengambil sikap dengan melakukan sidak langsung, tidak hanya mengandalkan data. Ketika hanya data yang menjadi bukti, maka akan banyak manipulasi. Sehingga berakibat yang miskin makin miskin, yang kaya makin kaya. Jika ini terus dibiarkan maka masalah kemiskinan tak akan pernah terselesaikan.
Semua ini terjadi akibat dari diterapkannya sistem kapitalisme, yang mengedepankan keuntungan. Tidak ada rasa empati kepada orang-orang yang benar membutuhkan bantuan apalagi ketika data tidak masuk, seolah-olah bukan tercatat sebagai warga negara. Lalu bagaimana dengan nasib mereka yang sudah kesulitan dalam mencari sesuap nasi untuk keluarganya? Inilah sistem dimana pengurus rakyat tidak melihat kondisi rakyat, enggan untuk terjun ke lapangan memeriksa kondisi yang terjadi. Seolah-olah menihilkan amanah yang diembannya.
Kondisi ini berbeda ketika aturan Islam diterapkan, Islam menetapkan setiap pekerjaan harus dilakukan secara profesional, termasuk dalam pendataan warga miskin, jika diperlukan pemimpin kepala negara langsung yang akan melakukan pendataan tersebut.
Pemimpin dalam Islam terikat erat dengan amanah yang luar biasa. Ketika seorang pemimpin itu mampu menjalankan urusannya dengan baik, menunaikan hak dan tanggung jawabnya maka pemimpin tersebut bisa meraih kemuliaan dari Allah Swt.. Namun jika sebaliknya, maka harus siap-siap menerima kehinaan dan penyesalan yang amat pedih kelak di yaumil akhir. Begitu banyak kisah yang bisa dijadikan teladan dalam menjalankan roda kepemimpinan.
Seperti kisah Umar bin al-Khattab ra., sahabat Rasulullah saw. yang telah dijamin masuk surga. Ia dikenal sebagai pemimpin yang adil dan sangat memperhatikan rakyatnya. Secara langsung di suatu malam, Umar menyusuri perkampungan guna memastikan adakah dari rakyatnya yang kekurangan. Tibalah Umar ra. di sebuah gubuk. Beliau mendengar tangisan anak kecil yang merengek kelaparan, terdengar suara ibunya meminta anak tersebut untuk bersabar, karena sebentar lagi apa yang dimasak akan segera matang. Ibu tersebut meminta anaknya untuk tidur, begitupun seterusnya. Umar menanyakan: "Kenapa belum disuguhkan? Bukanlah sudah lama engkau memasak wahai ibu?" Ibu itu menjawab bagaimana bisa masak sementara yang aku rebus adalah batu. Sontak sang pemimpin negara itu pun merasa berdosa dan memohon pengampunan Allah Swt., dan bergegas Umar mengambil gandum dan kebutuhan lainnya yang dipanggulnya sendiri dan dimasakkan untuk dihidangkan kepada ibu dan anak-anaknya tadi.
Begitulah seharusnya seorang kepala negara, yang memiliki kemampuan untuk mengurusi setiap urusan rakyatnya dengan baik. Bisa memberi jaminan atas terpenuhinya seluruh kebutuhan pokok baik secara individu seperti sandang, pangan dan papan. Namun, sebelum itu pemimpin dalam Islam akan menyerahkan tanggung jawab pemenuhan tersebut kepada pihak yang wajib menafkahi keluarga, kerabat atau tetangga terdekat. Bila tidak ada yang mampu, maka kewajiban negaralah untuk memenuhinya secara langsung.
Islam mewajibkan negara mewujudkan kesejahteraan rakyat dengan memberi bantuan serta menjamin lapangan pekerjaan, karena pemimpin negara akan senantiasa mendorong kepala keluarga untuk bekerja guna memenuhi kebutuhan pokoknya. Sehingga disinilah penerapan ekonomi Islam akan menjamin kesejahteraan rakyat.
Apabila ekonomi Islam diterapkan, maka masalah kesenjangan ekonomi akan terselesaikan, harta tidak hanya dikuasai segelintir orang yang memiliki kekuasaan. Rasulullah dan para sahabat sudah mempraktekkan dalam sebuah institusi negara yang menggunakan aturan Islam selama 1300 tahun lamanya, dan terbukti mampu membawa kemakmuran bagi seluruh lapisan masyarakat.
Lalu mengapa negeri yang mayoritas muslim, enggan bahkan menolak sistem Islam yang setiap dari hukumnya akan memberikan kemakmuran? Padahal Allah Swt. telah mengingatkan dalam Firmannya: "Apakah hukum jahiliyah yang mereka kehendaki, dan hukum siapa yang lebih baik dari pada hukum Allah bagi orang-orang yang yakin?" (QS. Al-Maidah: 50)
Wallahualam bissawab. []