Spirit Haji, Spirit Taat Syariat Illahi
OpiniSpirit ini sejatinya menjadi pelajaran penting bagi setiap muslim di mana saja berada. Semangat untuk mendengar panggilan Allah akan kewajiban mulia berhaji seharusnya diikuti oleh semangat membara yang sama terhadap kewajiban lain yang juga datang dari Sang Pencipta
Jika ketaatan untuk menjalankan ibadah haji bisa begitu tingginya, sejatinya ketaatan terhadap seluruh syariat juga serupa
__________________________
Penulis Eni Suswandari, S.Pd.
Kontributor Media Kuntum Cahaya dan Praktisi Pendidikan Kab Pesisir Barat Lampung
KUNTUMCAHAYA.com, OPINI - Saat ini jutaan kaum muslimin telah usai melaksanakan serangkaian ibadah haji di tanah suci. Segala bentuk pengagungan berbalut ketaatan telah mereka jalani. Berbagai pengorbanan dipersembahkan demi memenuhi panggilan Sang Khalik untuk menjadi tamu agung-Nya. Pengorbanan berupa harta, waktu, tenaga, pikiran, dan bahkan jiwa telah dipersembahkan sedemikian rupa. Mereka rela meninggalkan keluarga berhari-hari lamanya, meninggalkan harta, meninggalkan usaha dan segala bentuk niaga. Betapa besar ketundukan terhadap kewajiban ibadah mulia yang tak lain merupakan rukun Islam yang kelima. Betapa khusyuk ibadah ini dijalani dengan dibarengi doa suci dan lisan yang basah dengan kalimat talbiyah.
Tak hanya mereka yang sedang menjalani ibadah di Baitullah, kaum muslimin yang belum bisa berangkat pun rela menanti antrian panjang demi bisa mewujudkan cita-cita melaksanakan kewajiban agung ini. Mereka bersedia menabung bertahun lamanya. Ada juga yang menjual aset yang dimiliki demi tercukupi biaya ke tanah suci meski nominalnya hingga ratusan juta. Begitu mengagumkan spirit ibadah haji sebagai salah satu wujud memenuhi seruan-Nya. Begitu besar ketaatan dalam mewujudkan cinta kepada Allah dan Rasul-Nya melalui ketundukan akan syariat-Nya.
Spirit ini sejatinya menjadi pelajaran penting bagi setiap muslim di mana saja berada. Semangat untuk mendengar panggilan Allah akan kewajiban mulia berhaji seharusnya diikuti oleh semangat membara yang sama terhadap kewajiban lain yang juga datang dari Sang Pencipta. Jika ketaatan untuk menjalankan ibadah haji bisa begitu tingginya, sejatinya ketaatan terhadap seluruh syariat juga serupa.
Jika berbagai aral rintang untuk memenuhi panggilan ke Baitulharam bisa sekuat tenaga dihadapi, seyogyanya berbagai kendala dalam memenuhi panggilan Allah dan Rasul dalam berbagai bidang kehidupan juga bisa dihadapi. Jika seorang mukmin kuat menanggung beban untuk menjalankan fardu 'ain dalam berhaji, semestinya juga sanggup menanggung berbagai amanah dalam ketundukan kepada seluruh aturan lainnya. Misalnya berjilbab, berkerudung, berdakwah, menuntut ilmu, berjihad, bergaul sesuai syariat, bahkan hingga masalah sanksi.
Mengapa demikian? Sebab seluruh kewajiban yang dimaksud berasal dari sumber yang satu. Diturunkan kepada manusia dengan maksud yang sama, yakni untuk dilaksanakan, untuk dipatuhi, dan untuk ditunduki. Bukan sebaliknya, aturan-aturan ini diseleksi sesuka hati. Sehingga pelaksanaan terhadap satu hukum tak dibarengi dengan pelaksanaan terhadap hukum yang lain. Tebang pilih dalam ketaatan. Merasa rindu menerapkan sebagian aturan, merasa biasa saja abai terhadap aturan Allah yang lainnya.
Seharusnya kondisi semacam ini tak terjadi. Tunduk terhadap rukun dan syarat haji, selayaknya diikuti dengan ketundukan secara total pada berbagai hukum di luar itu. Haji menggunakan aturan Allah, semestinya ekonomi, politik, sosial, pendidikan, kesehatan, keamanan, pertahanan, hubungan luar negeri, dan sanksi juga menggunakan aturan Allah.
Bagaimana individu, masyarakat, dan negara begitu sibuk mengurusi berbagai persoalan terkait ibadah haji, seperti itu pula harusnya ketiganya fokus terhadap segala perintah dan larangan Allah di muka bumi ini. Spirit haji jangan dipisahkan dari spirit ketaatan secara totalitas kepada Allah Subhahu wa ta'ala. Spirit haji adalah spirit jihad fi sabilillah. Spirit haji adalah spirit dakwah untuk tegaknya Islam Kafah. Spirit haji adalah spirit menjadi pemimpin sejati. Spirit haji adalah spirit membangun peradaban madani.
Begitulah Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam. Mencontohkan bahwa bulan haji sebagai hari-hari untuk ketaatan ibadah di Baitullah dibarengi dengan momentum untuk menjumpai berbagai pemimpin kafilah dalam rangka menyerukan tegaknya hukum Islam. Hingga lahirlah kepemimpinan Islam di Madinah yang akhirnya merambah ke segala penjuru dunia. Haji tak dapat dipisahkan dari kebutuhan penerapan Islam secara sempurna oleh individu, masyarakat, dan negara.
Akhirnya, momen hari ini seharusnya menjadi bahan perenungan bagi kita semua. Mengapa ekonomi kita masih tunduk pada Montesquieu? Mengapa pendidikan kita lebih berkiblat kepada Barat? Mengapa perpolitikan masih menganut sekularisme? Mengapa kesehatan justru berbasis asuransi? Bagaimana kelak sebagai muslim kita akan mempertanggungjawabkan semua kepada Sang Pemilik Bumi, Allah Azza wa Jalla? Mengapa dalam segenap aspek kehidupan kita tak tunduk pada-Nya? Padahal untuk ibadah haji tunduk pada-Nya.
Sungguh inilah puncak refleksi spirit Haji yang sesungguhnya. Bahwa ketundukan mutlak tak sekadar melaksanakan rangkaian ibadah haji, tetapi totalitas dalam seluruh aspek kehidupan. Sebagaimana kalam Allah dalam QS. Al-Baqarah ayat 208 yang artinya, "Wahai orang-orang yang beriman, masuklah kalian ke dalam Islam secara kaffah, dan janganlah kalian mengikuti langkah-langkah setan, sesungguhnya ia musuh yang nyata bagimu."
Wallahualam bissawwab []