Stunting Bertambah Genting, Islam Sebagai Problem Solving
OpiniKemiskinan kian hari kian bertambah jumlahnya, termasuk kemiskinan ekstrem
Maka bagaimana mungkin target penurunan stunting bisa tercapai jika masalah utamanya tidak diselesaikan?
______________________________
Penulis Ummu Abror
Kontributor Media Kuntum Cahaya dan Pengajar
KUNTUMCAHAYA.com, OPINI - “Gemah ripah loh jinawi”, ungkapan itu sering kita dengar saat menggambarkan kekayaan alam Indonesia. Sayangnya jargon itu tidak berbanding lurus dengan kondisi masyarakatnya. Karena faktanya saat ini masih banyak keterpurukan yang terjadi di berbagai aspek kehidupan, salah satunya adalah tingginya angka stunting pada balita yang ada di negeri ini.
Menyikapi hal tersebut, Sekda Kabupaten Bandung, Cakra Amiyana menginstruksikan kepada seluruh perangkat daerah untuk mendukung program penurunan stunting. Pemerintah menargetkan jumlah kasus tersebut dapat mengalami penurunan sebesar 18% di tahun 2023 ini dan 16% di tahun 2024 dari target nasional 14%. Hal di atas diungkapkan dalam sebuah kegiatan Rapat Kerja Daerah (Rakerda) Program Pembangunan Keluarga, Kependudukan, dan Keluarga Berencana (Bangga Kencana) tahun 2023 di Hotel Grand Pasundan Kota Bandung. (RadarBandung[dot]com, 25 Mei 3/2023)
Stunting adalah kondisi gagal tumbuh pada balita. Penyebab utamanya yaitu kurangnya asupan gizi yang ditandai dengan pertumbuhan tidak normal pada anak seusianya. Sehingga penderita rentan terhadap berbagai penyakit, bahkan kecerdasan di bawah rata-rata juga bisa muncul karena terlahir dari ibu yang kurang mendapatkan nutrisi yang cukup di masa kehamilan akibat kemiskinan.
Kemiskinan kian hari kian bertambah jumlahnya, termasuk kemiskinan ekstrem. Maka bagaimana mungkin target penurunan stunting bisa tercapai jika masalah utamanya tidak diselesaikan? Solusi yang bersifat parsial, seperti berbagai penyuluhan tentang pentingnya memberikan makanan bergizi, juga bantuan yang sifatnya temporal, tidak akan mampu menahan laju semakin tingginya angka stunting. Dari penyuluhan, masyarakat jadi tahu bahaya kekurangan gizi pada anak, akan tetapi hanya pengetahuan saja karena sulit direalisasikan. Bantuan yang sifatnya temporal juga tidak akan memadai memenuhi gizi anak, akibat melambungnya harga-harga.
Jika kita cermati, permasalahan stunting bukanlah semata-mata lahir dari faktor individu yang kurang paham tentang informasi terkait gizi seimbang. Tetapi juga karena kegagalan dalam regulasi yang dijalankan oleh peradaban hari ini dalam mendistribusikan kekayaan. Faktanya, kasus yang menyeruak bak fenomena gunung es ini menunjukkan bahwa ada problem besar bersifat sistemik yang melandasinya.
Kemiskinan seolah sudah menjadi problem laten yang dialami sistem kapitalis sekuler saat ini. Ada kesalahan strategi yang sangat fatal ketika ada 5,6 juta orang tidak mampu memenuhi kebutuhan primer, berupa sandang, pangan, papan, pendidikan, kesehatan dan keamanan. Hal ini terjadi seiring dengan makin banyaknya barang dan jasa termasuk kebutuhan primer masuk dalam regulasi pasar ekonomi kapitalistik, hanya saja tidak semua masyarakat mampu menjangkaunya.
Maka, dalam sebuah sistem kapitalis, target penghapusan bahkan penurunan angka stunting tidak akan pernah tercapai karena mereka dipastikan tidak akan mampu mengakses kebutuhan primer yang harganya tinggi dan ditambah lagi kebijakan-kebijakan yang sama sekali tidak pro kepada nasib rakyat. Peran negara hanyalah menjadi regulator antara kebutuhan rakyat dengan para kapital/pemilik modal. Sehingga tidak benar-benar ingin menyejahterakan rakyatnya.
Hal ini tentunya akan berbeda dengan solusi yang ditawarkan oleh Islam, yang telah dipraktikkan selama berabad-abad lamanya. Syariat menetapkan bahwa setiap manusia terlahir dengan ketentuan rezekinya. Sebagaimana firman Allah: “Dan tidak satu pun makhluk yang bernyawa di bumi melainkan semua dijamin Allah rezekinya.” (QS. Hud: 6)
Namun ketika Allah menciptakan manusia dengan ketentuan rezekinya, saat hal itu tidak sampai kepadanya, tentu harus dievaluasi apa yang menjadi penyebabnya. Penerapan sistem ekonomi kapitalis telah merampas hak-hak rakyat yang seharusnya menjadi rezeki bagi mereka. Maka Islam sebagai aturan yang telah datang dari Allah Swt. secara sempurna, mempunyai strategi dalam mengelola harta kekayaan agar seluruh umat bisa menjangkaunya dengan mudah.
Dalam memenuhi kebutuhan pokok rakyatnya, Islam menggunakan dana dari Baitulmal, yaitu sistem keuangan APBN yang berada dalam kewenangan penguasa (khalifah) untuk mengelolanya dangan prinsip syariat. Adapun dalam memenuhinya, negara mempunyai dua lapis preventif yaitu mikro dan makro. Dengan cara mewajibkan para laki-laki sebagai pencari nafkah. Penguasa akan memastikan ketersediaan lapangan pekerjaan agar setiap laki-laki dapat mencari nafkah untuk kebutuhan keluarganya.
Kemudian negara juga akan menjalankan strategi ekonomi makro, yaitu dengan mengelola sumber daya alam yang akan menjadi pemasukan besar bagi Baitulmal, SDA ini tidak akan diserahkan kepada individu apalagi dikuasai oleh asing. Maka jelaslah jika hukum Allah tidak diterapkan maka persoalan kemiskinan ekstrem yang menjadi sebab terjadinya stunting ini tidak akan mampu dipecahkan. Hanya Islam yang mampu menawarkan solusi hakiki bagi setiap permasalahan manusia.
Maka dalam rangka menurunkan bahkan menghapuskan kasus stunting tidak bisa hanya bersifat parsial, harus universal yaitu dengan mengambil dan menerapkan seluruh syariat Islam sebagai sistem kehidupan. Wallahualam bissawab. [GSM]