TPPO Semakin Subur di Negera Kaya SDA
OpiniPadahal, kalau kita telusuri, tujuan pembangunan nasional adalah untuk menciptakan masyarakat adil dan makmur
Artinya pembangunan yang harus dilakukan oleh negara adalah untuk tercapainya peradaban manusia Indonesia yang kuat, sehat mandiri beriman dan bertakwa
______________________________
Penulis Ummu Bagja Mekalhaq
Kontributor Media Kuntum Cahaya
KUNTUMCAHAYA.com, OPINI - Komisi Komisioner Nasional Hak Asasi Manusia atau Komnas HAM Anis Hidayah mengatakan TPPO atau Tindak Pidana Perdagangan Orang dengan modus magang sudah terjadi sejak 15 tahun yang lalu. Ia merespons kejahatan TPPO yang terjadi di Politeknik Pertanian Negeri Payakumbuh mungkin 15 tahun yang lalu modus ini sudah ada, kata Anis melalui pesan suara. (Jakarta[dot]Kompas[dot]com,8/7/2023)
TPPO ini benar-benar subur di negara yang kaya akan sumber daya alam. Bukan kali ini saja, tetapi sejak dulu saat Indonesia terjajah. Banyak perempuan dan anak anak kala itu yang dieksploitasi oleh penjajah Belanda dan Jepang.
Kebanyakan kaum perempuan dijadikan pemuas nafsu para penjajah. Adapun dari golongan anak-anak dijadikan buruh paksa tanpa kejelasan gaji dan pemenuhan kebutuhan hidup yang paling dasar. Seperti makan, minum atau pun pakaian yang seharusnya terpenuhi.
Artinya TPPO ini bukan terjadi kali ini saja. Hanya saja masalahnya semakin ke sini semakin bertambah parah, semakin banyak pula pelakunya. Bahkan Indonesia menjadi peringkat nomor tiga di dunia atas penjualan orang ini. Meskipun ada undang-undang yang mengatur, tetapi tetap saja kasus perdagangan orang ini tidak bisa diminimalisasi dan tidak bisa dihentikan.
Bahkan TPPO akhir akhir ini cara yang dilakukannya sangat halus, yakni melalui jalur beasiswa dan kesempatan bekerja diluar negeri. Tentunya banyak orang tergoda dengan modus beasiswa dan kesempatan kerja. Tentu banyak yang berharap dan menerima tawaran tersebut, terutama siswa SMK semester akhir yang wajib PKL. Begitupun, dengan mahasiswa tingkat akhir yang wajib mengikuti kuliah kerja nyata/KKN.
Terbukti di Perguruan Tinggi Politeknik Pertanian Payakumbuh modus ini sudah berjalan. Dengan diiming-imingi kerja di luar negeri terutama negara yang dituju adalah Jepang dan Korea. Dengan jam kerja yang ketat, dari pukul 8.00 pagi sampai pukul 22 malam. Itu pun dengan tata tertib perusahaan yang ketat, bahkan untuk izin ibadah salat diperketat.
Memang benar, magang ataupun KKN itu, bisa menjadikan seseorang memiliki pengalaman kerja yang bermanfaat untuk masa depan. Bisa pula hal tersebut meningkatkan keterampilan hidup atas ilmu yang sudah dimiliki. Bahkan bisa pula membangun relasi hingga memperbanyak pertemanan.
Magang/KKN pun, bisa melatih diri untuk lebih percaya diri dalam menjalani hidup berbekal ilmu yang sudah dipastikan bisa bekerja di perusahaan. Bisa juga membuka peluang kerja untuk masa depan setelah ia lulus dari sekolah atau pun dari kuliah di perguruan tinggi.
Namun, sebuah ketidakpastian yang dirasakan saat magang, latihan kerja, atau KKN justru yang terjadi eksploitasi berupa perdagangan orang yang bertujuan untuk mencari keuntungan semata. Itu karena bekerja sama atas asas manfaat, biasanya para siswa yang magang dikuras tenaganya, tanpa imbalan yang pantas.
Biasanya mereka bekerja 15 jam sehari, dengan gaji 5 juta rupiah per bulan dengan ada potongan 2 juta rupiah untuk disetor ke sekolah atau perguruan tinggi tempat mereka sekolah/kuliah. Karena sejatinya berlangsungnya magang/KKN berdasarkan kerja sama antara sekolah, kerjasama antara perguruan tinggi dengan perusahaan. Kerjasama ini tentunya harus saling menguntungkan.
Sedihnya lagi dalam perkara ini, negara tidak ikut terlibat memperhatikan dengan serius, bahkan terkesan membiarkan. Akhirnya, harus kita sadari betapa rusaknya negara terhadap kepengurusan rakyat. Rakyat dibiarkan mencukupi kebutuhan hidupnya sendiri. Rakyat dibiarkan menyelesaikan urusan kebutuhan hidupnya tanpa perhatian serius.
Padahal terpaksa rakyat melakukan magang atau kerja di luar negeri didorong oleh kebutuhan ekonomi. Banyak rakyat yang kesulitan dalam memenuhi kebutuhan hidup. Bahkan ada yang berutang, tutup lubang gali lubang hanya sekadar untuk memenuhi kebutuhan hidup mendasar. Demikianlah yang bisa rakyat lakukan. Ada pula yang didorong oleh rendahnya tingkat pendidikan yang dimiliki sehingga mudah dibodohi oleh orang yang memiliki kekuasaan.
Pengangguran pun, menjadi faktor pemicu kerja di luar negeri. Baik kerja magang atau latihan kerja. Padahal ujung ujungnya ada yang menjadi TKI (tenaga kerja Indonesia). Bahkan disematkan kepada TKI sebagai pahlawan devisa.
Begitu buruknya kondisi kehidupan saat ini, saat penguasa tidak serius mengurus rakyat. Padahal, seharusnya negaralah yang sangat bertanggung jawab atas kelangsungan hidup rakyatnya. Seharusnya negara mampu melindungi hak hidup rakyatnya, termasuk menghilangkan TPPO.
Karena melihat dari sisi Islam bahwa negara harus benar benar mengurus semua kebutuhan rakyat. Artinya negara wajib memprioritaskan kebutuhan hidup mendasar bagi rakyatnya. Seperti kebutuhan makan pakaian perumahan yang dijamin pemenuhannya oleh negara.
Melihat kondisi alam Indonesia yang kaya dengan sumber daya alam. Indonesia terdiri dari 2/3 lautan. Juga dengan daratan yang sangat luas dari Sabang sampai Merauke, terdapat kekayaan alam berlimpah ruah. Sungguh aneh, jika SDA berlimpah mengapa untuk pemenuhan kebutuhan hidup, menjadi perkara yang sangat sulit?
Betul-betul rakyat harus berjuang mati-matian, bahkan nyawa pun menjadi taruhan. Padahal, kalau kita telusuri, tujuan pembangunan nasional adalah untuk menciptakan masyarakat adil dan makmur. Artinya pembangunan yang harus dilakukan oleh negara adalah untuk tercapainya peradaban manusia Indonesia yang kuat, sehat mandiri beriman dan bertakwa.
Tetapi sayang, saat ini Indonesia sedang sakit. Indonesia sedang tidak baik-baik saja. Indonesia ambyar, di bawah titik pelik, di bawah keterpurukan yang paling dalam. Ingat, Indonesia saat ini sedang terpuruk karut-marut di berbagai lini kehidupan, baik ekonomi kesehatan, sosial, budaya moral, benar-benar berantakan.
Adapun yang diserukan saat terjadi keterpurukan ini bukan solusi, tapi sebuah ajakan yang pragmatis, yakni untuk memilih pemimpin yang telah persiapkan oleh rezim. Saat ini, negara tampak bukan memberikan solusi tuntas, tetapi solusi parsial. Negara kerap "membodohi" rakyat dengan dijejali berbagai program bantuan sesaat, janji-janji saat kampanye, dan tak sedikit setelah merekaerpilih pura-pura lupa atas janji tersebut.
Bahkan janji untuk membuka banyak lapangan pekerjaan hanya mimpi. Alih-alih memberikan sebanyak-banyaknya lapangan kerja tapi yang ada hanya dusta. Akhirnya kita sadari saat negara abai dan lalai dari kewajiban untuk melindungi dan mengurusi rakyat. Maka selama itu pula untuk menghilangkan TPPO pun, menjadi sebuah harapan yang sulit dicapai.
Ditambah lagi, dari akarnya yang salah yakni sistem yang dipraktekan adalah demokrasi. Karena dari sistem demokrasi ini, lahir kebebasan berperilaku. Artinya mau melakukan apa pun sah-sah saja, sebagaimana praktik TPPO, sejauh ini belum menjadi prioritas untuk diselesaikan.
Masih Berharapkah, dari Sistem Demokrasi Saat Ini?
Jika keburukannya sudah betul-betul terasa, seharusnya kita buang sistem demokrasi ini, kita campakan, agar kehidupan ini bisa menjadi lebih baik. Kita beralih, fokusnya untuk memperjuangkan aturan Islam. Karena hanya dengan aturan Islam, hak hidup manusia benar-benar dilindungi, termasuk dari jerat TPPO.
Akan lebih adil, lebih sejahtera jika hidup diatur dengan aturan Islam. Sseperti yang telah terjadi saat kekhalifahan Umar bin Abdul azis. Saat itu semua rakyatnya betul betul tersejahterakan bahkan Khalifah Umar bin Abdul Aziz sering mengumumkan kepada rakyatnya, siapa yang belum menikah, maka akan aku nikahkan, siapa yang belum berhaji, maka aku berangkatkan dst.
Rindukah pada Aturan Islam?
Jika rindu, berjuang dan semangat adalah sebuah kepastian. Jika rindu, maka ghirah kekuatan berlipat untuk perjuangkan tegaknya masa kekhilafahan kedua, yakni kekhilafahan sesuai dengan manhaj kenabian.
Hanya dengan Khilafah mulialah semua manusia baik muslim ataupun nonmuslim. Hanya dengan Khilafahlah rahmat Allah turun untuk seluruh alam semesta. Wallahulam bissawab. [SJ]