20 Tahun Kesulitan Air Bersih, Akibat Liberalisasi Sumber Daya Alam
OpiniBanyak hal yang menyebabkan terjadinya kekeringan yang terjadi. Maraknya industrialisasi dengan pengelolaan limbah yang tepat, mengakibatkan tercemarnya sungai-sungai akibat banyaknya gedung perkantoran. Bahkan pemukiman rumah yang tidak ramah lingkungan, menyebabkan air hujan tidak dapat meresap kedalam tanah
Pengolahan air limbah domestik yang minim, makin meningkatkan pencemaran air. Penggundulan hutan dan mudahnya kompensasi, menghilangkan potensi cadangan air dari hutan
________________________________
Penulis Siti Mukaromah
Kontributor Media Kuntum Cahaya
KUNTUMCAHAYA.com, OPINI - Ancaman serius krisis air harus mendapat perhatian penuh dari negara tanpa terkecuali. Kekeringan yang terjadi, menyebabkan krisis air bersih.
Dikutip dari tvonenews[dot]com (6/8/2023), puluhan tahun warga di Banjar kesulitan air bersih, air sumur asin dan tidak ada pasokan. Sudah puluhan tahun warga di Pengasinan RT 1, RW 13 Dusun Girimulya, Desa Binangun, Kota Banjar, Jawa Barat, kesulitan memperoleh air bersih. Air sumur milik warga tidak bisa digunakan untuk minum karena terasa asin, sementara tidak ada pasokan air bersih dari Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM).
Seorang warga setempat mengungkapkan bahwa sudah lebih 30 tahun kesulitan air bersih, air sumur tidak bisa dipakai untuk minum dan memasak. Sebelumnya warga setempat mendapatkan bantuan dari pemerintah dengan menggali sumur bor sedalam 100 meter, namun air yang dihasilkan tetap tidak layak konsumsi karena asin dan kotor. Warga makin sulit memperoleh air bersih memasuki musim kemarau. Selain mengandalkan bantuan air bersih dari BPBD (Badan Penanggulangan Bencana Daerah) Kota Banjar, kini warga harus merogoh lebih dalam kantongnya untuk membeli air bersih. Sementara menurut Kepala Pelaksana (Kalak) BPBD Kota Banjar, Kusnadi, krisis air bersih itu bisa ditanggulangi warga Pangasinan dengan dua alternatif yakni membuat jalur pasukan air dari PDAM Tirta Anom dan memasang mesin penyulingan air bersih di sumur gali yang asin.
Banyak hal yang menyebabkan terjadinya kekeringan yang terjadi. Maraknya industrialisasi dengan pengelolaan limbah yang tepat, mengakibatkan tercemarnya sungai-sungai akibat banyaknya gedung perkantoran. Bahkan pemukiman rumah yang tidak ramah lingkungan, menyebabkan air hujan tidak dapat meresap kedalam tanah. Pengolahan air limbah domestik yang minim, makin meningkatkan pencemaran air. Penggundulan hutan dan mudahnya kompensasi, menghilangkan potensi cadangan air dari hutan.
Faktanya, kekeringan yang melanda di dunia merupakan bukti bahwa di tangan peradaban Barat sekuler kapitalis menghasilkan kerusakan lingkungan yang sangat parah. Ditambah iklim yang kini terjadi, justru memperburuk kondisi kesehatan masyarakat. Serta berdampak menurunkan kualitas pemenuhan kebutuhan pangan masyarakat. Pada kondisi seperti ini, dibutuhkan kebijakan yang mampu menyelesaikan dan menyentuh akar persoalan.
Seharusnya negara membuat program dalam mengatasi kondisi fisik wilayah. Semestinya negara mandiri menyiapkan beragam program untuk mengatasi dampak perubahan iklim. Namun, hal tersebut tidak akan mampu dilakukan negara yang berpihak pada sistem kapitalisme sekuler. Pasalnya, kekeringan dan krisis air bersih yang melanda di berbagai belahan dunia, sejatinya tidak bisa dilepaskan dari laju penanaman kembali hutan yang sangat cepat. Sementara di dalam sistem kapitalisme telah melegalkan pembangunan besar-besaran, meski melakukan pembukaan lahan yang luas.
Kondisi ini diperparah dengan konsep liberalisasi sumberdaya alam yang dikelola legal oleh pihak swasta. Alhasil, terjadilah eksploitasi oleh pebisnis air minum kemasan. Tak heran, akses air bersih dan sanitasi yang baik tetap tidak bisa didapatkan puluhan jiwa. Setiap kemarau datang, kondisi ini makin parah dan meluas.
Sejatinya, kekeringan yang terjadi hanya bisa terselesaikan dengan mengembalikan bumi kedalam pangkuan Islam. Kehidupan dan penciptaan-Nya yang berasal dari Allah Swt. yakni sistem pemerintahan Islam. Pemerintahan Islam akan menjalankan beberapa hal. Hutan memiliki fungsi ekologis dan hidrologis yang dibutuhkan jutaan orang Indonesia bahkan dunia. Demikian pula status sumber mata air, danau, hutan, sungai dan laut merupakan harta milik umum.
Diriwayatkan dari hadis abu Dawud dan Imam Ahmad bahwasannya Rasulullah saw. bersabda, "Kaum muslim berserikat dalam tiga perkara yaitu, padang gembala (hutan) air dan api." Sangat jelas makna hadis tersebut bahwa sumber-sumber mata air, laut, danau, hutan dan sungai sebagai harta milik umum. Tidak dibenarkan dimiliki oleh individu. Tiap individu atau publik memiliki hak yang sama dalam pemanfaatannya.
Negara hadir dan tidak berwenang memberikan kompensasi atau pemanfaatan secara istimewa. Khususnya sumber-sumber mata air dan yang lainnya. Negara di dalam sistem Islam hadir sebagai pihak yang diamanahi Allah Swt. untuk bertanggung jawab langsung sepenuhnya atas pengelolaan Sumber Daya Islam.
Rasulullah saw. bersabda, "Imam adalah ibarat penggembala dan hanya dialah yang bertanggung jawab terhadap gembalaanya (rakyatnya)." (HR. Muslim)
Negara juga berkewajiban memastikan terpenuhinya kebutuhan air bersih setiap individu masyarakat di manapun berada. Status kepemilikan umum atau milik negara dikelola oleh pemerintah untuk kemaslahatan umat muslim.
Islam mengajarkan pemanfaatan dan menjaga kelestariannya. Negara juga mendorong niat penelitian untuk menemukan solusi yang diakibatkan oleh perubahan iklim yang diakibatkan oleh pemanfaatan alam. Negara juga mengerahkan segala kemampuan seperti ilmuwan dan alat untuk menemukan tekhnologi ramah lingkungan yang dapat menyelamatkan umat manusia. Negara memiliki pemasukan yang berasal dari baitulmal melalui banyak pintu seperti, zakat, ghanimah, fai, kharaj dan jizyah dan pemanfaatan yang berasal dari sumber alam lainnya. Beberapa mekanisme inilah yang akan dijalankan untuk menjauhkan rakyat dari fenomena krisis air bersih. Wallahualam bissawab. [GSM]