Alt Title

Butuh Solusi Sistemik untuk Atasi Kesemrawutan Kabel Optik

Butuh Solusi Sistemik untuk Atasi Kesemrawutan Kabel Optik

Berulangnya kasus serupa menunjukkan bahwa hingga saat ini belum ada upaya maksimal dari para pemangku kebijakan untuk mewujudkan lalu lintas yang aman dan nyaman bagi pengendara. Mereka hanya saling menuduh dan melempar tanggung jawab setelah terjadi sesuatu

Padahal masyarakat sejak lama telah menyampaikan keresahannya, tapi tidak mendapatkan respon dari pihak pemerintah

_______________________________

Oleh Irma Faryanti

Kontributor Media Kuntum Cahaya & Member Akademi Menulis Kreatif 




KUNTUMCAHAYA.com, OPINI - Nasib malang menimpa Vadim, seorang pengemudi ojol yang harus meregang nyawa karena terkena kabel Telkom yang melintang di tengah jalan. Peristiwa ini terjadi di Jalan Brigjen Katamso, Palmerah, Jakarta Barat, pada Sabtu dini hari (29/7/2023). Menurut Kanit Gakkum Satlantas setempat, Agus Suwito, korban diduga kurang berhati-hati saat melintas daerah Gudang Djarum. Menanggapi peristiwa tersebut, Heru Budi Hartono selaku Pj Gubernur DKI menyatakan rasa belasungkawanya terhadap korban dan berjanji bahwa pihaknya akan memanggil semua pemilik kabel fiber optik untuk segera merapikan kesemrawutan ini. (Liputan6, 6 Agustus 2023)


Di lokasi kejadian, nampak kabel menjuntai dari atas tiang listrik hingga hampir menyentuh aspal jalan, ada juga yang melilit pada batang pohon. Kesemrawutan itu juga terlihat di sepanjang Jalan Brigjen Katamso dari arah Slipi ke Tanah Abang. Salah seorang warga penjual ban di sekitar TKP bernama Puwan menunjukkan bercak darah di trotoar, juga juntaian kabel yang telah dipotong pihak kepolisian pasca kejadian. Korban sempat dilarikan ke rumah sakit, namun malang nyawanya tidak tertolong hingga akhirnya meninggal dunia.


Sayangnya, ini bukan kali pertama. Kecelakaan karena kabel optik juga pernah  terjadi pada bulan Januari 2023. Saat itu menimpa seorang mahasiswa bernama Sultan Rifat Alfatih. Peristiwa ini terjadi ketika ia melintasi Jalan Pangeran Antasari sekitar pukul 22.00. Saat itu mobil SUV yang berada di depannya melintasi kabel menjuntai yang akhirnya terseret kendaraan dan posisinya  berbalik arah ke belakang hingga menjerat lehernya. Hal tersebut menyebabkan tulang muda di tenggorokannya putus hingga merusak saluran makan dan pernafasan.


Terkait hal tersebutb, Nirwono Yoga selaku Pakar tata kota dari Universitas Trisakti memberikan komentarnya tentang kesemrawutan jaringan utilitas ibukota yang dinilai telah mengancam keselamatan warga. Ia berharap pemerintah, perusahaan pemilik kabel optik dan kontraktor lapangan dapat bertanggung jawab atas kejadian ini.  Lebih lanjut ia menyatakan bahwa kelalaian tersebut dapat dibuktikan melalui catatan pemeriksaan rutin oleh perusahaan di bawah pengawasan Dinas Bina Marga. Jika terbukti lalai Pemprov DKI harus memberi sanksi tegas hingga pencabutan izin usaha.


Berulangnya kasus serupa menunjukkan bahwa hingga saat ini belum ada upaya maksimal dari para pemangku kebijakan untuk mewujudkan lalu lintas yang aman dan nyaman bagi pengendara. Mereka hanya saling menuduh dan melempar tanggung jawab setelah terjadi sesuatu. Padahal masyarakat sejak lama telah menyampaikan keresahannya, tapi tidak mendapatkan respon dari pihak pemerintah. Maka wajar jika banyak pihak merasa ragu atas keberadaan Raperda terkait penertiban kabel-kabel milik perusahaan, pengesahannya dianggap tidak akan membawa perubahan berarti, karena selama ini walaupun pihak keluarga korban berteriak meminta pertanggungjawaban, sanksi tegas tidak kunjung diberikan pada perusahaan yang bersangkutan.


Mirisnya, penguasa justru memberikan pengerjaan proyek tata kelola kepada swasta. Alhasil, pengontrolan pemerintah pun menjadi lemah. Dari sini nampak jelas bahwa negara hanya memposisikan diri sebagai fasilitator yang tidak memiliki wewenang untuk memberi ketegasan dalam mengatur. Maka tidak heran jika aspek keselamatan tidak menjadi prioritas utama, karena para pemilik modal hanya fokus pada perolehan keuntungan. Terlebih lagi, pola pikir kapitalis yang enggan merugi tentu tidak rela mengeluarkan banyak biaya besar untuk memindahkan semua kabel ke bawah tanah. 


Lain halnya dengan Islam, tata kelola wilayah difokuskan untuk kemaslahatan seluruh warga, sehingga seluruh fasilitas akan dibuat sedemikian rupa agar aman dan nyaman. Maka pemasangan kabel utilitas akan ditanam di tanah demi keamanan. Pembangunannya pun sepenuhnya harus dikelola negara, tidak boleh diserahkan pada swasta karena mereka hanya mengejar keuntungan semata tanpa peduli akan kepentingan masyarakat.


Negara sebagai pengayom tidak akan menjadikan keuntungan sebagai tujuan utama, penguasa berkewajiban melindungi dan mewujudkan kesejahteraan bagi warganya. Hal itu disadari sebagai kewajiban yang kelak akan dipertanggungjawabkan di hadapan Allah Swt. Sebagaimana sabda Rasulullah saw. dalam HR. Bukhari: ".... Seorang imam adalah pemimpin dan akan dimintai pertanggungjawabannya .…"


Seorang penguasa tidak akan membiarkan urusan rakyatnya diserahkan pada swasta maupun asing, sekalipun tengah berada dalam keadaan defisit anggaran. Dalam sebuah sistem Islam, ada baitulmal yang akan menjadi kekuatan dan menopang ekonomi negara yang pemasukannya berasal dari: fai, kharaj, kepemilikan umum dan pos sedekah.


Kita akan mendapati kesempurnaan pengaturan dan kehidupan yang aman saat seluruh aspek kehidupan diatur oleh syariat Allah Swt.  tegak dalam naungan kepemimpinan Islam. Yang akan memberi keamanan, kenyamanan serta kesejahteraan bagi seluruh umat manusia. Wallahualam bissawab. [By]