Guru di-Bully Murid di Maluku: Cermin Bobroknya Hati Nurani Output Pendidikan
Opini
Sungguh memprihatinkan, lembaga pendidikan yang harusnya melahirkan para penerus bangsa yang cerdas dan berjiwa spiritualitas yang tinggi, nyatanya hanya melahirkan generasi yang berpengetahuan, tetapi minim hati nurani
Bukan tanpa sebab, dalang dari semua kejadian ini tak lain dan tak bukan adalah sistem kapitalisme yang berasaskan ide sekularisme (pemisahan antara agama dan kehidupan). Akibatnya, muncul para generasi yang hanya berorientasi pada materi duniawi dan menomorduakan aspek ukhrawi
_____________________________
Penulis Novi Puji Lestari
Kontributor Media Kuntum Cahaya dan Mahasiswi
KUNTUMCAHAYA.com, OPINI - Ada pepatah yang mengatakan bahwa: “Guru adalah pahlawan tanpa tanda jasa”. Semboyan ini jelas membuktikan bahwa jasa dan peran seorang guru dalam mencerdaskan bangsa sangat besar. Oleh karena itu, sudah sepatutnya bagi kita untuk senantiasa memuliakan para guru yang telah berjuang mengalirkan ilmunya demi terwujudnya masa depan gemilang suatu bangsa.
Namun, baru-baru ini publik dibuat geger dan mengelus dada. Pasalnya, ada sebuah rekaman video yang beredar di sosial media, di mana seorang guru terlihat mengalami perundungan oleh para siswa di sekolah tersebut. Miris!
Dilansir dari pikiranrakyat[dot]com, kejadian tersebut terjadi di Maluku tepatnya pada tanggal 14 Agustus 2023. Kabaranya, saat itu banyak siswa yang sedang mengadakan unjuk rasa terkait dengan regulasi sekolah yang tidak sesuai dengan aspirasi para siswa tersebut. Geram dengan pihak sekolah, para siswa melakukan demonstrasi sebagai wujud ketidakpuasan mereka. Ironinya, tak hanya berakhir pada aksi unjuk rasa, beberapa oknum siswa nekat melakukan perundungan terhadap seorang guru yang sekaligus menjabat sebagai wakil kepada sekolah tersebut. (Pikiranrakyat[dot]com, 18/08/2023)
Perundungan dimulai dengan aksi seorang siswa yang tega mengambil kunci sepeda motor sang guru, diikuti dengan para siswa lainnya yang mulai berkerumun di area parkir sambil menyoraki sang guru yang tengah kelimpungan mencari kunci sepeda motornya. “Seng (tidak) bisa pulang, seng bisa pulang, seng bisa pulang," kata mereka.
Sang guru yang tampak berusaha mendapatkan kunci motornya tersebut, terlihat sesekali menasihati para murid yang telah kelewatan batas itu. Sempat diacuhkan oleh murid, pada akhirnya guru tersebut bisa mendapatkan kembali kunci motornya setelah meminta berulang kali.
Di laman sosial media, terlihat banyak netizen yang ikut berkomentar dan prihatin melihat fenomena memalukan yang terjadi ini. Guru yang seharusnya menjadi seorang tokoh yang dihormati dan dijunjung tinggi, seakan telah kehilangan wibawa lantaran sikap siswa yang sembrono terhadapnya.
Dilansir dari Kompas[dot]com, setelah viralnya video perundungan ini, pihak sekolah terkait angkat bicara menanggapi hal tersebut. Untuk melerai permasalahan ini, pihak sekolah berinisiatif untuk mendata para oknum perundungan dan meminta mereka membuat video klarifikasi serta permintaan maaf kepada sang guru. Selain itu, pihak sekolah akan melakukan tindakan tegas dengan memanggil para orang tua dari pihak terkait dengan harapan bisa menjadi pembelajaran bagi para pelaku. (kompas[dot]com 18/08/2023)
Jika kita lihat faktanya, tampaknya ini hanya satu dari sekian banyak perilaku kurang terpuji terhadap seorang guru. Lantas, apakah pembuatan video klarifikasi dan pemanggilan orangtua akan cukup untuk memberantas masalah ini hingga ke akar-akarnya? Lebih dari itu, apakah pihak sekolah mampu memastikan bahwa takkan ada kejadian serupa yang mungkin terjadi di kemudian hari?
Ironis memang, di tengah gegap gempitanya pelaksanaan program MBKM di berbagai institusi pendidikan, ternyata di sisi lain kita memiliki PR besar untuk menjaga akidah dan keimanan para generasi muda. Sebab, tampaknya sangat tak berguna penerapan berbagai macam kurikulum dan perencanaan pendidikan, jika pada akhirnya hanya sekadar memprioritaskan kebutuhan intelektualitas, tetapi mematikan hati nurani para generasi muda. Padahal, tujuan pendidikan sesungguhnya adalah terlahirnya generasi yang berkualitas, tak hanya dari segi intelektualitas namun dari segi spiritualitas.
Generasi Cerdas Minim Hati Nurani
Jika kita lihat ke belakang, kasus-kasus kriminalitas seperti perundungan, pelecehan seksual bahkan pembunuhan memang bukan suatu hal yang baru. Bahkan, hal ini seakan menjadi fenomena gunung es yang tak ada habisnya. Mirisnya, kasus-kasus kriminalitas seringkali terjadi pada kalangan civitas akademika yang tak diragukan lagi kecerdasannya. Contohnya, kasus mahasiswa UI yang harus meregang nyawa di tangan seniornya, berbagai kasus pelecehan seksual oleh dosen pada mahasiswinya, serta berbagai macam kasus perundungan yang terjadi di lembaga pendidikan.
Sungguh memprihatinkan, lembaga pendidikan yang harusnya melahirkan para penerus bangsa yang cerdas dan berjiwa spiritualitas yang tinggi, nyatanya hanya melahirkan generasi yang berpengetahuan, tetapi minim hati nurani. Bukan tanpa sebab, dalang dari semua kejadian ini tak lain dan tak bukan adalah sistem kapitalisme yang berasaskan ide sekularisme (pemisahan antara agama dan kehidupan). Akibatnya, muncul para generasi yang hanya berorientasi pada materi duniawi dan menomorduakan aspek ukhrawi.
Islam Memuliakan Seorang Guru
Jika kita lihat fenomena perundungan yang dilakukan oleh sekelompok siswa di Maluku ini jelas menunjukan ketidakhormatan pada seorang guru. Hanya karena ketidakpuasan akan regulasi sekolah, mereka dengan tega mempermalukan seorang guru di depan publik. Ini jelas bukanlah output pelajar muslim yang sesungguhnya.
Dalam Islam, guru adalah sosok yang amat mulia, bahkan Nabi saw. pernah bersabda seperti yang dikutip dalam Lubab al-Hadits oleh Imam Jalaluddin al-Suyuthi,
“Barangsiapa memuliakan orang berilmu (guru), maka sungguh ia telah memuliakan aku. Barangsiapa memulikan aku, maka sungguh ia telah memuliakan Allah. Barangsiapa memuliakan Allah, maka tempatnya di surga”.
Hadis ini menunjukan bahwa ilmu memiliki posisi tertinggi. Menghormati seorang guru, tiada lain adalah menjunjung tinggi ilmu pengetahuan. Oleh karena itu, Islam memerintahkan kita untuk senantiasa menghormati, menghargai, dan memuliakan guru kita. Sayangnya, hal ini tak akan dapat terimplikasi secara optimal dalam ranah pendidikan di sistem kapitalisme ini. Sebaliknya, penerapan ilmu pengetahuan yang berbasis pada akidah hanya akan ditemukan dalam Daulah Islamiyyah.
Negara Islam akan memastikan kesejahteraan guru dalam berbagai aspek termasuk harga diri seorang guru yang senantiasa dijunjung tinggi. Salah satunya tercermin dari sikap para peserta didik yang senantiasa menghormatinya.
Wallahualam bissawab [Dara]