Alt Title

Habis Ojo Dibandingke Terbitlah Rungkad, Inikah Merdeka?

Habis Ojo Dibandingke Terbitlah Rungkad, Inikah Merdeka?

 


Hakikat kemerdekaan adalah terbebasnya manusia dari penghambaan kepada sesama manusia menjadi penghambaan hanya kepada Allah Swt.. 

Suatu bangsa atau umat yang tidak menghambakan diri kepada Allah Swt. dalam seluruh aspek kehidupannya dapat dipastikan akan memperhamba sesama manusia


_______________________


Penulis Elfia Prihastuti, S.Pd

Kontributor Tetap Media Kuntum Cahaya dan Praktisi Pendidikan


KUNTUMCAHAYA.com, OPINI - Istana bergoyang, di HUT Kemerdekaan RI ke-78. Peringatan hari kemerdekaan tidak hanya diisi acara seremonial upacara bendera, tetapi juga diramaikan oleh seorang penyanyi dengan disabilitas netra yang saat ini viral karena menjadi pemenang dalam acara American Got Talent. Semua peserta upacara bergoyang ketika Putri Ariani mendendangkan lagu 'Rungkad'.


Hal yang sama juga terjadi pada peringatan hari kemerdekaan tahun lalu. Saat itu hari kemerdekaan dimeriahkan oleh seorang penyanyi cilik bernama Farel Prayoga. Situasinya pun tak jauh berbeda, Istana bergoyang bersama lantunan lagu 'Ojo Dibandingke'.


Sebenarnya, tidak terlalu mencengangkan. Sebab, euforia peringatan kemerdekaan seringkali dipertemukan dengan fakta-fakta aneh, unfaedah dan kerap tidak masuk akal. Situasi ini semakin memperburuk kondisi negeri ini yang dipenuhi nestapa.


Kaburnya Pemahaman 

Gemerlapnya dunia, hura-hura yang selalu mewarnai hari peringatan kemerdekaan RI, mengindikasikan bahwa penguasa dan masyarakat negeri ini belum memahami hakekat kemerdekaan. Barangkali aktivitas bersenang-senang dimaksudkan untuk rehat dari permasalahan negeri yang semakin tak terkendali.


Deru peluru, moncong senjata para penjajah, rasa takut, rasa cemas dan lainnya, memang tak ditemui lagi. Sebab, penjajah telah lama pergi dari bumi Nusantara. Penjajahan secara fiisik memang telah berakhir. Terlepasnya belenggu penjajahan fisik, membuat orang-orang di negeri ini terjebak dalam euforia semu yang sengaja di-setting oleh sistem yang menaunginya. 


Padahal negeri ini masih memerlukan daya dan energi untuk membuat tatanan menuju kondisi lebih baik dan menyelesaikan berbagai persoalan yang melilit. Rakyat sejatinya belum terbebas dari nestapa bertubi-tubi yang enggan pergi.


Jumlah kriminalitas yang tinggi, korupsi yang kian menjadi, kolusi yang terjadi hampir di setiap instansi, anak muda yang tak lagi punya jati diri sehingga tawuran, seks bebas dan bulyying menjadi passion mereka. Belum lagi nestapa umat yang kian membelenggu. Harga kebutuhan yang kian melambung bahkan nyaris tak terjangkau. Kelaparan di wilayah- wilayah kaya SDA, fasilitas layanan seperti kesehatan dan pendidikan dengan nominal pembayaran yang terus meroket dan lainya.


Itulah sekelumit persoalan yang berceceran di seantero zamrud katulistiwa. Pantaskah berhaha-hihi di tengah semua persoalan yang membelenggu negeri ini?


Tafakur

Merdeka, bagi negeri ini seolah hanya menjadi sebuah retorika belaka, tanpa memahami hakikat merdeka itu sendiri. Jika kita potret kembali definisi merdeka dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), diartikan bebas (dari perhambaan, penjajahan, dan sebagainya); berdiri sendiri: tidak terkena atau lepas dari tuntutan; tidak terikat, tidak bergantung kepada orang atau pihak tertentu; leluasa. Benarkah negeri ini sudah memenuhi kreteria merdeka?


Sementara Syekh Taqiyyuddin al-Nabhani dalam kitab Mafahim Siyasiyah, mengungkapkan kapitalisme sebagai sebuah ideologi akan selalu berusaha melakukan penyebaran paham dan menancapkan  pengaruhnya ke seluruh penjuru dunia. Metode atau thariqah-nya, menurut Nabhani, adalah melalui penjajahan (isti’mar), yakni berupa penguasaan (pengendalian) dan dominansi di bidang politik, ekonomi, sosial pendidikan, budaya dan hankam. 


Setelah  payung dunia Islam, Khilafah Utsmani runtuh pada tahun 1924, di masa sebelum dan seputar Perang Dunia I dan II, yang dilakukan Barat adalah penjajahan militer. Negeri Islam menjadi terpecah-pecah, padahal semula utuh menjadi satu. Sebagiannya lama sebelum itu malah sudah diduduki oleh penjajah. Di antaranya, Aljazair oleh Perancis, Irak, India, Palestina, Yordania, Mesir dan kawasan Teluk dikuasai Inggris dan sebagainya. 


Kini setelah negeri-negeri itu merdeka, negera-negara Barat tetap berusaha menjajah dengan dengan cara yang baru. Ketergantungan utang luar negeri dijadikan sebagai alat penjajahan di bidang ekonomi. Dengan dalih membantu negara-negara berkembang, termasuk Indonesia, mereka meminjamkan uang dalam jumlah besar.


Alih-alih mengentaskan kemiskinan, melainkan bertambah miskin dan memunculkan ketergantungan ekonomi. Maka, hal ini menjadi jembatan untuk dapat memaksakan kemauan ekonomi dan politiknya atas sebuah negara. Jadi, negeri-negeri itu menjadi tidak merdeka secara politik sehingga tidak leluasa mengatur negaranya sendiri. Hal yang dipaksakan misalnya pasar bebas, globalisasi, investasi, dan lainya. Dapat dikatakan bahwa secara fisik merdeka secara ekonomi dan politik tetap terjajah.


Kemajuan luar biasa di bidang teknologi informasi bak pisau bermata dua. Satu sisi menguntungkan karena dengan teknologi informasi bisa diakses secepat kilat dari berbagai belahan dunia, tetapi di saat yang sama gelombang arus budaya Barat (westernisasi) merambah negeri-negeri Islam. Hal ini membuat kerusakan kian tak terbendung.


Dalam era digitalisasi, keluarga-keluarga muslim dicekoki dengan gaya hidup, perilaku, dan cara berfikir Barat yang tidak sesuai syariat. Hal ini berpengaruh besar terhadap perilaku.


Di bidang hukum, hukum dan perundang-undangan Barat masih dijadikan rujukan negeri muslim, termasuk Indonesia. Merasa bangga terbebas dari penjajahan Barat, tapi tanpa merasa risih menggunakan Undang-undang buatan Belanda? Itu berarti, secara tidak langsung menyelesaikan berbagai masalah di negeri yang mayoritas muslim ini dengan cara penjajah. Penjajah telah lama pergi, tapi mereka masih bercokol dalam wajah yang berbeda.


Hakikat Kemerdekaan

Di masa Khalifah Umar bin Al Khatab ra. yang wilayah pemerintahannya waktu itu meliputi seluruh jazirah Arab dan sekitarnya (sekarang Arab Saudi yang mengiringi Israel, Lebanon, dan Mesir). Terjadi kezaliman yang dilakukan Abdullah bin Amr bin Ash terhadap seorang beragama Kristen dari Qibti. Ia mencambuknya sambil mengatakan "aku adalah anak yang paling terhormat di negeri ini".


Warga yang menjadi Ahlu adz dzimmah itu datang ke Madinah untuk mengadukan kasus itu. Khalifah kemudian mengirim utusan memanggil Amr bin ash dan anaknya m. Setelah mereka hadir dalam persidangan, kekhalifahan menjatuhkan hukum qisas atas anak gubernur itu, yakni dengan menyuruh orang Qibthi tersebut mencambuk anak sang gubernur.


Setelah itu, khalifah mengatakan bahwa Abdullah berani menzalimi rakyat karena ia anak gubernur maka khalifah juga menyuruh orang Qibthi itu mencambuk sang anak, tetapi orang Qibthi itu menolak lantaran ia sudah puas membalas perlakuan anak sang gubernur. Khalifah Umar berkata kepada gubernur Mesir itu, "Hai Amr, sejak kapan engkau memperbudak manusia yang dilahirkan oleh ibu mereka dalam keadaan merdeka?" (Sirah Umar bin Khatab)


Jelaslah bahwa hakikat penjajahan adalah bentuk dominasi pihak yang kuat terhadap yang lemah untuk tujuan eksploitasi. Sedangkan hakikat kemerdekaan adalah terbebasnya manusia dari penghambaan kepada sesama manusia menjadi penghambaan hanya kepada Allah Swt.. Suatu bangsa atau umat yang tidak menghambakan diri kepada Allah Swt. dalam seluruh aspek kehidupannya dapat dipastikan akan memperhamba sesama manusia. Maka, slogan 'kemerdekaan' hanya hiasan dan tipuan belaka.


Karena jika bangsa ini yang mayoritas muslim mensyukuri atas kemerdekaannya maka hendaklah bangsa ini introspeksi. Sudahkah dalam seluruh aspek kehidupannya membebaskan diri dari segala dominasi bangsa lain dan hanya menghambakan diri kepada Allah Swt.?

Wallahualam bissawab.[Dara]