Alt Title

Investasi Cina Meningkat, Mengokohkan Penjajahan Cina

Investasi Cina Meningkat, Mengokohkan Penjajahan Cina


Ketika syariat Islam tidak diterapkan, negara akan semakin terjebak dalam lingkaran utang, bahkan APBN dipertaruhkan

 Negara penjajah bebas masuk melenggang. Berdalih investasi, pemilik kebijakan saat ini seakan mensponsorinya, dan juga mengkokohkan penjajahan gaya baru

_________________________


Penulis Mega Puspita

Kontributor Media Kuntum Cahaya


KUNTUMCAHAYA.com, OPINI - Seperti yang kita ketahui, Cina merupakan salah satu negara dengan investasi besar di Indonesia. Salah satu contohnya, ketika kepulangan Presiden Jokowi dari Cina ke tanah air, yang rupanya membuahkan hasil, berupa investasi dari perusahaan asal Cina, Xinyi International Investment Limited senilai US$11,6 miliar.


Jokowi menyatakan bahwa Cina merupakan mitra strategis bagi Indonesia. Karena itulah, Pemerintah Indonesia sangat mengapresiasi dan menyambut baik rencana investasi yang akan dilakukan oleh Xinyi Group.


Menteri Investasi Bahlil Lahadalia menjelaskan bahwa rencana investasi Xinyi Group senilai US$11,6 miliar tersebut meliputi pengembangan ekosistem rantai pasok industri kaca serta industri kaca panel surya di Kawasan Rempang, Kota Batam, Provinsi Kepulauan Riau. Menurut beliau, investasi Xinyi Group ini merupakan bukti tingginya kepercayaan investor kepada Pemerintah Indonesia. Xinyi Group sendiri adalah perusahaan pemain kaca terbesar di dunia.


Investasi Cina di Indonesia terus meningkat setiap tahunnya. Lembaga riset asal Australia, Lowy Institute, mengungkapkan Cina adalah negara yang menjadi mitra dan investor pembangunan terbesar di Asia Tenggara. Indonesia menjadi negara yang paling besar menerima investasi dan pembiayaan pembangunan dari Cina. 


Penelitian Lowy Institute mengungkapkan, pada tahun 2015-2021, Cina memberikan dana pembangunan sebesar 37,9 miliar dolar AS di Asia Tenggara. Dan Indonesia menjadi negara penerima investasi tertinggi, yakni sebesar 15,1 miliar dolar AS. (Republika, 05-06-2023). 


Pemerintah Indonesia pun menyediakan berbagai macam kemudahan investasi kepada Cina. Seperti halnya, Presiden Jokowi menyatakan bahwa pemerintah Indonesia telah menyiapkan 34.000 hektare (ha) lahan di Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara bagi sektor usaha.


“Ada 34.000 ha lahan yang sudah siap dan bisa dimasuki oleh investor, lahannya dapat digunakan untuk properti kesehatan, untuk pendidikan universitas, dan untuk infrastruktur," kata Jokowi pada pertemuan dengan pengusaha Cina yang disiarkan di Youtube Sekretariat Presiden, Jumat (28-7-2023).


Namun, investasi dari Cina ini, selain berpotensi menambah tumpukan utang, investasi tanpa perhitungan yang benar juga akan berpotensi menjadi bentuk penjajahan terselubung oleh negara pemberi utang. Ekonom mengungkapkan hubungan Indonesia dengan Cina memang cukup erat baik dalam perdagangan dan investasi, tetapi di balik itu semua ada sejumlah masalah dan ancaman. 


Peneliti Cina-Indonesia di Center for Economic and Law Studies (Celios) Muhammad Zulfikar Rakhmat mengatakan bahwa terdapat masalah serius terkait investasi Cina di Indonesia dan hal ini perlu menjadi perhatian bagi pemerintah Indonesia. 


“Ada masalah investasi yang perlu menjadi perhatian, yaitu peningkatan utang luar negeri Indonesia dari Cina dan potensi perangkap utang. Apa yang terjadi di Srilangka, Zimbabwe, saya tidak akan mengatakan Indonesia tidak akan seperti itu, tetapi tanda dari indikasi tersebut sudah terlihat,” ujarnya saat acara Diskusi Pakar Ekonomi Makro di Jakarta, Rabu (26/7/2023).


Contoh adanya potensi perangkap utang dari investasi, dapat dilihat dari proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung. Di bulan April 2023, Bank Indonesia mencatat Cina menjadi negara keempat terbesar pemberi utang luar negeri (ULN), senilai US$20,42 miliar. 


Inilah hasil kebijakan sebuah negara dengan penerapan sistem demokrasi kapitalis, penguasa atau pengambil kebijakan yang selalu berpihak kepada mereka yang memiliki ‘uang’. Pemerintah membuka jalan yang luas dan mudah bagi negara pemilik modal untuk masuk dan menguasai daerah-daerah yang menurut pandangan mereka akan mendatangkan keuntungan. Pemerintah saat ini seakan terjebak oleh keadaan dan tidak berdaya dalam membangun infrastruktur dalam negeri dengan dana sendiri atau menolak datangnya investor asing, akibat negara yang masih mengadopsi sistem kapitalisme yang tujuan utamanya adalah harta dunia semata.


Ketika syariat Islam tidak diterapkan, negara akan semakin terjebak dalam lingkaran utang, bahkan APBN dipertaruhkan. Negara penjajah bebas masuk melenggang. Berdalih investasi, pemilik kebijakan saat ini seakan mensponsorinya, dan juga mengkokohkan penjajahan gaya baru.


Dalam Islam, hukum utang itu boleh. Akan tetapi, dalam hubungan kenegaraan, pemerintah Islam (khilafah) akan sangat menghindari berbagai bentuk skema utang yang bersyarat riba dan berpotensi menjadi alat penjajahan.


Sistem ekonomi Islam bersifat mandiri, dan jauh dari intervensi. Pemahaman bahwa untuk menjadi negara terdepan dan diperhitungkan dalam konstelasi politik internasional, membuat khilafah akan mengerahkan segenap upaya untuk menjadi negara terdepan, bebas dari dikte negara mana pun.


Untuk itu, Negara Islam akan memaksimalkan pemasukan negara dari pos-pos pendapatan, berupa pemasukan tetap, yaitu fai, ganimah, anfal, kharaj, dan jizyah. Termasuk, pemasukan dari hak milik umum dengan berbagai macam bentuknya dan pemasukan dari hak milik negara berupa usyur, khumus, rikaz, dan tambang.


Dengan mekanisme inilah, khilafah membangun infrastruktur, menggalakkan eksplorasi, menstimulus berbagai inovasi, menjadi negara industri, hingga menjadi negara adidaya dan disegani negara-negara dunia lainnya.

Wallahualam bissawab. [GSM]