Jual Ginjal Demi Uang, Bukti Rakyat Ditinggalkan
OpiniDengan terbongkarnya kasus perdagangan organ ilegal tersebut menandakan betapa dangkalnya pemikiran rakyat yang bahkan tidak takut akan risiko pasca-operasi yang mereka alami untuk mendonorkan ginjalnya
Meski, manusia memiliki sepasang ginjal di dalam tubuhnya, namun risiko donor ginjal hidup yang paling fatal ialah risiko gagal ginjal stadium akhir
______________________________
Penulis Anita Rahayu
Kontributor Media Kuntum Cahaya
KUNTUMCAHAYA.com, OPINI - Dilansir dari Kompas[dot]com pada Jumat, (21/7/2023) lalu 122 WNI nekat menjual ginjal mereka ke Kamboja melalui sindikat internasional. Aktivitas ilegal ini terbongkar setelah pihak kepolisian melakukan penggerebekaan rumah kontrakan di perumahan Villa Mutiara Gading, Setia Asih, Tarumajaya, Bekasi Regency, Bekasi, Jawa Barat pada senin, 19 Juni 2023 dini hari oleh pihak kepolisian yang mencurigai adanya dugaan kontrakan tersebut merupakan markas penampungan penjualan ginjal berskala internasional.
Hasil pengembangan kasus mendapati 12 pelaku yang ditangkap adalah 10 orang merupakan bagian dari jaringan perdagangan organ dengan 9 di antaranya adalah mantan pendonor yang juga pernah menjual ginjalnya. Yang mengejutkan bahwa dua orang lainnya merupakan anggota Polri dengan pangkat ajun inspektur polisi dua (Aipda) berinisial M dan petugas imigrasi berinisial HA. Aipda M berperan membantu jaringan agar pergerakan mereka tidak terlacak, sedangkan oknum petugas imigrasi HA berperan memalsukan dokumen para korban agar dapat diberangkatkan ke Kamboja.
Pelaku Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) tersebut merekrut korbannya melalui media sosial. Direktur Reverse Kriminal Umum Polda Metro Jaya Komisaris Besar Polisi Hengki Haryadi mengungkapkan bahwa modus pelaku dalam merekrut korbannya ialah melalui media sosial Facebook. Pelaku juga membuat dua akun dan dua grup komunitas bernama Donor Ginjal Indonesia dan Donor Ginjal Internasional.
Operasi donor ginjal tersebut dilakukan di Rumah Sakit Preah Ket Mealea Hospital, Kamboja. Korban akan menjalani observasi selama sepekan sebelum mendonorkan ginjalnya. Bayaran yang ditawarkan oleh pelaku sebesar 200 juta rupiah dengan potongan 65 juta rupiah sebagai biaya operasional seperti pembuatan paspor, tiket pesawat, akomodasi menuju rumah sakit dan sebagainya. Sehingga, korban menerima hasil donor ginjalnya hanya sebesar 135 juta rupiah saja.
Menurut korban atau pendonor, penerima donor ginjal tersebut berasal dari berbagai negara seperti Cina, India, Malaysia, Singapura dan sebagainya. Hengki mengungkapkan bahwa pendonor rata-rata mendonorkan ginjalnya akibat himpitan ekonomi dan beberapa pendonor adalah orang yang kehilangan pekerjaan akibat terdampak covid-19 dan ada pula yang berlatar belakang sebagai pedagang, guru privat, sekuriti, buruh hingga lulusan S2 dari universitas ternama di Indonesia.
Meski belum ada korban yang meninggal, setelah dilakukan pemeriksaan menyeluruh terhadap korban. Namun, korban dipulangkan ke Indonesia dalam keadaan belum pulih seutuhnya. Lebih tepatnya dalam kondisi luka yang masih basah lantaran hanya diberi waktu 1 minggu untuk pemulihan. Dari 122 korban yang diberangkatkan ke Kamboja, 6 di antaranya sedang menjalani perawatan intensif di Rumah Sakit Polri Kramatjati, dari 6 korban yang dirawat diketahui 1 ginjal kanan sudah tidak ada dan 5 orang sisanya mendonorkan ginjal kirinya. Kini, polisi sedang melakukan pemeriksaan menyeluruh pada korban mulai dari laboratorium forensik hingga CT scan.
Dengan terbongkarnya kasus perdagangan organ ilegal tersebut menandakan betapa dangkalnya pemikiran rakyat yang bahkan tidak takut akan risiko pasca operasi yang mereka alami untuk mendonorkan ginjalnya. Meski, manusia memiliki sepasang ginjal di dalam tubuhnya, namun risiko donor ginjal hidup yang paling fatal ialah risiko gagal ginjal stadium akhir. Bayangkan saja jika pendonor ginjal yang semula memiliki sepasang ginjal yang kini hanya menyisakan satu buah ginjal saja. Ini akan dapat menghambat laju filtrasi darah dalam tubuh sebagaimana fungsi ginjal seharusnya, dan berpotensi mempercepat onset penyakit ginjal kronis.
Lalu dilihat dari sisi tanggung jawab pemerintah yang bahkan anggota kepolisiannya sendiri yang menjadi oknum Tindak Pidana Perdagangan Organ itu sendiri, menandakan masih lemahnya hukum yang seolah berpihak hanya pada pemilik jabatan atau kekuasaan saja. Kerusakan yang tampak di depan mata seolah sulit dipahami oleh logika sebab, menjadi sebuah hal yang biasa. Masyarakat seolah hanya sapi perah yang dapat dimanfaatkan begitu saja dengan lemahnya perlindungan terhadap individunya. Terlebih himpitan ekonomi yang menjadi persoalan setiap individu rakyat yang kesulitan bertahan hidup di negeri nan subur ini.
Berbanding terbalik dengan Daulah Islam yang pernah menjadi peradaban mulia di atas muka bumi. Pada masa pemerintahan Daulah Abbasiyah di tangan Harun Al-rashid ia berhasil menjadikan daulah sebagai pusat pengetahuan dunia. Di masa inilah empat mazhab tumbuh dan ilmu-ilmu agama serta ilmu-ilmu lainnya berkembang pesat. Para ilmuwan dan ulama dihargai dan dihormati, negara berada dalam keadaan yang makmur, kekayaan berlimpah dan terjamin keamanannya.
Daulah akan membina setiap individu-individu rakyatnya untuk menjadi individu yang bertakwa. Sehingga, setiap individu akan sangat memahami bahwa apa-apa yang mendatangkan kemudharatan dalam dirinya akan ia hindari mskipun memberi kemaslahatan bagi orang lain. Daulah juga membina masyarakat sebagai kontrol setiap perbuatan individu dalam masyarakat, serta menerapkan peraturan yang berlandaskan atas hukum syarak.
Sehingga, tidak ada rakyat pada masa itu di dalam daulah yang kesulitan dalam segi ekonominya. Apalagi sampai menjual organ bagian tubuh yang sejatinya merupakan titipan dari Allah Subhanahu wa Ta'ala yang sepatutnya kita jaga. Islam sebenarnya telah menyajikan solusi di tengah-tengah umat sebagai solusi terbaik yang mampu menyelesaikan segala problematika kehidupan manusia. Sebab peraturan Islam lahir dari Sang Pencipta Manusia itu sendiri, namun masih banyak di antara kaum muslim yang belum menyadari dan bahkan enggan mengambil Islam sebagai solusi kehidupannya.
Di sinilah, peran seorang penguasa atau pemimpin sangat dibutuhkan, sebab sindikat penjualan organ yang berskala internasional tidak akan muncul di tengah-tengah umat dengan kebijakan yang tegas. Peraturan yang memanusiakan manusia, serta ketakwaan yang menghadirkan tanggung jawab penuh dalam mengurusi rakyat.
Sebagaimana hadis Nabi Shallallahu'alaihi wasallam, dari Umar radhiyallahu 'anhuma beliau bersabda yang artinya: "Setiap kalian adalah pemimpin, dan setiap pemimpin akan dimintai pertanggungjawaban atas yang dipimpinnya. Imam adalah pemimpin yang pasti akan dimintai pertanggungjawaban atas rakyatnya." (HR. Bukhari)
Pertanggungjawaban di hadapan Sang Pencipta yang seharusnya menjadi tolak ukur penguasa dalam mengawasi, mengurusi, serta membina rakyat yang akan menjadi saksi atas kepemimpinannya. Wallahualam bissawab. [Dara]