Kegemilangan Pendidikan dalam Catatan Sejarah Islam
Opini
Pendidikan dalam Islam, negara akan bertanggung jawab sepenuhnya dalam melayani rakyat. Penguasa menyadari betul pentingnya pendidikan bagi masa yang akan datang, yaitu untuk membentuk generasi yang gemilang
Maka penting kiranya menyiapkan sistem pendidikan yang berkualitas dan unggul_________________________
Penulis Oom Rohmawati
Kontributor Media Kuntum Cahaya dan Member Akademi Menulis Kreatif
KUNTUMCAHAYA.com, OPINI - Momen penerimaan siswa baru adalah saat yang menegangkan bagi para orang tua murid. Rasa harap-harap cemas memenuhi ruang hati, terlebih pasca diberlakukannya sistem zonasi. Harapan bisa memasuki sekolah terbaik dan murah menjadi sesuatu yang tak pasti.
Terkait hal ini, Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil, berharap Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) tersebut dapat dievaluasi secara keseluruhan termasuk di dalamnya sistem zonasi. Terkuak fakta di lapangan, sekitar 4.791 calon siswa telah melakukan pemalsuan data dalam pelaksanaan PPDB. Ungkapan tersebut disampaikan pria yang biasa disapa dengan Kang Emil itu ketika melakukan kunjungan kerja ke Kecamatan Situraja Kabupaten Sumedang. Adapun baik atau buruknya sistem tersebut, masih menunggu hasil evaluasi ke depan. (detikcom[dot]Jabar, Rabu 02/08/2023)
Dengan terkuaknya 4.791 kasus, 80 di antaranya telah terbukti melanggar, dan sudah dilaporkan ke polisi. Kang Emil menegaskan, bahwa pihaknya tidak akan mentolerir siapapun yang melakukan kecurangan. Dari data yang diungkapkan oleh Kepala Dinas Pendidikan Jabar, Wahyu Mijaya, ada tiga wilayah yang terbukti berbuat kecurangan yaitu Bogor, Bekasi, dan Bandung. Adapun modus yang dilakukan oleh para orang tua calon siswa adalah dengan melakukan migrasi dan manipulasi KK, atau jual beli kursi. Mereka mencoba mengubah QR Code-nya. Padahal itu adalah suatu kesalahan besar. Karena saat panitia melakukan pemindaian, data dipastikan tidak akan terhubung ke Disdukcapil pusat, jadi seolah-olah siswa tersebut beralamatkan dekat dengan sekolah. Perbuatan ini sama dengan memalsukan dokumen negara, sehingga wajib dilaporkan.
Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) RI Muhadjir Effendy, dalam sebuah Seminar National Cooperative Summit 2023 di SMA Muhammadiyah 1 Kota Yogyakarta menegaskan bahwa kecurangan yang muncul dalam pelaksanaan (PPDB) bukan karena kesalahan sistemnya, tetapi lebih kepada pengawasan yang tidak berjalan.
Begitupun menurut pemerhati kebijakan publik Noor Afeefa, bukan semata salah sistem karena semua itu dapat diantisipasi pemerintah daerah. Yaitu dengan cara memetakan jumlah kursi di sekolah negeri, enam bulan sebelum pelaksanaan PPDB.
Kekisruhan di atas menunjukkan abainya negara dalam memenuhi kebutuhan warganya. Padahal pendidikan merupakan salah satu kebutuhan pokok bagi setiap warga. Namun, di dalam negara yang menganut kapitalisme sekular, tentu kesempatan untuk mengenyam bangku sekolah sesuai harapan hanya diperuntukkan bagi mereka yang kuat secara materi. Sebab sistem ini memandang pendidikan sebagai ajang bisnis bernilai ekonomi yang tata kelolanya dikapitalisasi.
Saat ini bangunan sekolah negeri dengan kualitas terbaik jumlahnya sangat terbatas, terlalu timpang dengan swasta yang menjamur dan tentunya sangat mahal. Kapitalisme, membangun persepsi keliru di tengah masyarakat tentang hakikat pendidikan dan tujuan bersekolah. Banyak masyarakat sangat terpaku pada sekolah favorit karena sudut pandangnya terpengaruh oleh paradigma sekuler kapitalistik yang mengukur segalanya dari materi. Sehingga tidak sedikit orang tua yang rela menghalalkan segala cara agar anaknya dapat masuk ke sekolah yang memiliki fasilitas bagus dan berprestasi. Adanya kasta, gengsi sekolah, hingga perbedaan infrastruktur, menjadi titik balik dari itu semua.
Selain itu sekolah favorit dianggap lebih menjanjikan untuk masa depan, bisa kuliah dan bekerja dengan penghasilan besar. Pada akhirnya, kesuksesan seorang anak pun diukur dari nilai materi saja. Bagusnya sekolah dilihat dari fasilitas, tunjangan, dan sarana prasarananya. Pandangan sephgherti inilah yang menjadi ciri khas kehidupan masyarakat kapitalistik.
Satu sisi ketidakmampuan negara mendirikan sekolah negeri juga sangat terkait dengan minimnya anggaran. Faktanya betapa banyak sumber pendapatan negara yang berasal dari kekayaan alam hilang begitu saja akibat pengelolaannya diserahkan kepada swasta terlebih asing. Padahal semua itu tentu amat berguna untuk membiayai kebutuhan pendidikan. Oleh karena itu kisruh PPDB zonasi bukan hanya disebabkan persoalan teknis semata. Akan tetapi merupakan persoalan sistemis, yaitu kesalahan menerapkan sistem kehidupan.
Lain halnya dengan pendidikan dalam Islam, negara akan bertanggung jawab sepenuhnya dalam melayani rakyat. Penguasa menyadari betul pentingnya pendidikan bagi masa yang akan datang, yaitu untuk membentuk generasi yang gemilang. Maka penting kiranya menyiapkan sistem pendidikan yang berkualitas dan unggul.
Adapun cara yang ditempuh adalah dengan menerapkan sistem pendidikan berbasis akidah dengan tujuan membentuk anak didik berkepribadian Islam. Menghapus paradigma tentang sekolah favorit. Visi misi utama sekolah yaitu membentuk generasi yang menguasai tsaqafah Islam, dan ilmu-ilmu kehidupan (iptek dan keterampilan). Bukan sekadar berburu nilai kognitif, mengejar gengsi dan prestise, atau membuat anak cerdas secara akademis, seperti dalam sistem kapitalisme saat ini, yang jauh dari kepribadian mulia.
Berbagai fasilitas yang menunjang kegiatan belajar dan mengajar, seperti: gedung-gedung sekolah, laboratorium, balai-balai penelitian, buku-buku pelajaran, teknologi, dan sebagainya disediakan penguasa. Bahkan Sumber Daya Manusia (SDM) yang dibutuhkan seperti menghadirkan guru yang profesional, tenaga pengajar yang ahli di bidangnya, sekaligus memberikan gaji yang cukup untuk mereka.
Ketika Islam berjaya, pada masa kepemimpinan Umar bin Khattab, negara mampu memberikan gaji sebesar 15 dinar. Sementara 1dinar=4.25gram emas. Kelayakan peserta didiknya difasilitasi dengan pelayanan penuh. Karena pemimpin dalam Islam menyadari akan tanggung jawab dan kewajibannya sebagai pengurus rakyat. Adapun dari sisi pembiayaan dilakukan dengan menggunakan kas negara yang diperoleh dari: sumber kekayaan alam milik umum, fai', jizyah, kharaj, usyur, ghanimah, dan yang lainnya.
Begitulah bukti kegemilangan pendidikan Islam sudah tercatat dalam sejarah. Islam mampu membentuk generasi cemerlang yang melahirkan ilmuwan-ilmuwan cerdas tanpa mengurangi ketinggian akhlak dan kepribadian mereka. Di antaranya ada Abbas bin Firnas (penerbang pertama), Al Jazari (Insinyur Mesin), Ibnu Sina (Bapak Kedokteran), Az Zahrawi (Dokter Bedah), dan masih banyak lagi. Para siswa bisa sekolah di mana saja karena fasilitasnya yang merata.
Dengan demikian tidak perlu sistem zonasi, karena Islam terbukti mampu memberikan pendidikan secara merata pada seluruh warga tanpa memandang miskin atau kaya.
Oleh karenanya harus menjadi upaya bersama untuk memperjuangankannya melalui tegaknya hukum Allah dalam sebuah naungan satu kepemimpinan.
Wallahualam bissawab. [GSM]