Maraknya Kasus Kekerasan dalam Bidang Pendidikan, Kegagalan Sistem!
OpiniMasalah tindak kekerasan adalah sebuah aib sehingga harus dihapuskan. Akan tetapi, penanganan yang kurang serius mulai dari pola asuh keluarga, sikap acuh masyarakat bahkan sistem yang diterapkan masih perlu praktik yang riil
Perlu kerjasama untuk menciptakan perlindungan terhadap anak secara kompleks dimulai dari rumah hingga negara
________________________________
Penulis Zulhilda Nurwulan, S.Pd.
Kontributor Media Kuntum Cahaya dan Mahasiswa Pascasarjana UGM
KUNTUMCAHAYA.com, OPINI - Lagi-lagi, dunia pendidikan tercoreng dengan berbagai kasus kekerasan baik fisik maupun psikis. Sejak Januari hingga Juli 2023 sudah tercatat hampir 50 kasus kekerasan di dunia pendidikan yang merupakan kasus perundungan dan kasus kekerasan.
Seperti dilansir dari detikEdu news (04 Agustus 2023) Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) mencatat terdapat sebanyak 16 kasus perundungan, 22 kasus kekerasan seksual di sekolah dalam kurun Januari-Juli 2023. Tindak kekerasan yang terjadi di bidang pendidikan tidak hanya dialami oleh siswa melainkan guru pun ada yang menjadi korban tindak kekerasan.
Dalam kurun waktu Januari-Juli 2023 tercatat korban perundungan sekolah sebanyak 43 orang yang terdiri dari 41 siswa (95,4%) dan dua guru (4,6%). Adapun pelaku perundungan didominasi oleh siswa yakni sebanyak 87 orang (92,5%), sisanya oleh pendidik sebanyak 5 pendidik (5,3%), 1 orang tua siswa (1,1%), dan 1 Kepala Madrasah (1,1%).
Berbagai bentuk kekerasan di sekolah bisa disebabkan oleh faktor internal maupun eksternal. Faktor internal muncul dari dalam diri pelaku dan faktor eksternal bisa muncul dari luar diri pelaku. Ahmad Baidhowi, Ketua Yayasan Sekolah Sukma sekaligus pakar pendidikan mengatakan bahwa terkadang di antara guru di sekolah sering ada salah paham.
Persaingan tidak sehat antar guru menjadi salah satu pemicu munculnya kekerasan antar siswa. Persaingan tersebut menjadi contoh bagi siswa untuk menumbuhkan rasa kebencian terhadap siswa lainnya. Hal ini merupakan faktor eksternal yang muncul dari luar diri siswa.
Kegagalan Sistem
Terlepas dari faktor internal dan faktor eksternal yang menyebabkan tindakan kekerasan di sekolah, berbagai bentuk kasus kekerasan di bidang pendidikan adalah hasil dari kegagalan sistem yang diterapkan negara. Sistem sekuler yang memisahkan aturan agama dari kehidupan dunia adalah payung dari segala bentuk penyimpangan sosial yang terjadi di tengah masyarakat hari ini.
Hukum negara yang ditegakkan untuk menindak setiap tindakan kriminal seperti kekerasan fisik dan kekerasan seksual, faktanya tidak mampu menghentikan tindakan-tindakan kriminal tersebut terus terjadi. Terlebih, masalah-masalah tindakan kekerasan yang terjadi di sekolah tidak langsung ditangani secara hukum negara melainkan masih dikembalikan pada pihak sekolah untuk diselesaikan secara kekeluargaan.
Langkah ini adalah bentuk lemahnya hukum yang diterapkan negara hingga kadangkala adalah hal yang wajar ketika ada keringanan hukum dan terjadinya pengalihan isu. Sistem sekuler yang tegak di negeri ini terkesan menekan kaum lemah atau bahkan korban dalam sebuah tindakan kriminal. Malahan, tak jarang korban dari sebuah masalah berubah dilaporkan sebagai pelaku hingga kasusnya menjadi kabur atau hilang.
Inilah dampak dari sistem sekuler yang menjauhkan urusan agama dari kehidupan dunia. Hukum semacam ini sangat rentan dengan main hakim sendiri atau mencari kambing hitam, hingga kerap terjadi hukum rimba, yang kuat yang menang dan yang lemah semakin tertindas.
Butuh Atensi Berbagai Pihak
Berbagai bentuk kekerasan yang terjadi di bidang pendidikan bukan masalah sekolah saja, melainkan menjadi masalah semua pihak. Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) I Gusti Ayu Bintang Darmawati menyampaikan bahwa dibutuhkan sinergi dan kolaborasi yang kuat antar pemangku kepentingan untuk memenuhi hak anak soal perlindungan.
Senada dengan Ahmad Baidhowi, Ia mengatakan bahwa orang tua perlu terlibat secara langsung dalam parenting education. Perkembangan anak bukan sekadar numerik tapi juga psikologis. Semakin sering orang tua terlibat dalam urusan sekolah anak, maka hubungan yang terjalin antara orang tua dan lingkungan sekolah semakin baik.
Selain orang tua sebagai benteng utama pelindung anak, masih ada benteng yang lain untuk menjaga hak-hak anak atas kekerasan, yakni masyarakat dan negara. Terlebih, masalah tindak kekerasan adalah sebuah aib sehingga harus dihapuskan. Akan tetapi, penanganan yang kurang serius mulai dari pola asuh keluarga, sikap acuh masyarakat bahkan sistem yang diterapkan masih perlu praktik yang riil. Oleh karena itu, perlu kerjasama untuk menciptakan perlindungan terhadap anak secara kompleks dimulai dari rumah hingga negara.
Wajib Pakai Hukum Allah
Allah telah menurunkan Islam untuk menjadi rahmat bagi seluruh alam. Dalam hal ini, kedudukan Islam tidak terbatas oleh ibadah mahdah saja namun mencakup penerapan sistem hukum dalam kehidupan. Memilih hukum lain selain hukum Allah adalah akar dari berbagai permasalahan di dunia ini. Aturan yang dibuat manusia tentu akan mendatangkan bencana bagi seluruh umat manusia. Berhukum dengan aturan manusia sama halnya mengajak bermakar dengan Allah.
Dengan demikian, hal yang lumrah ketika banyak musibah dan bencana yang terjadi di bumi ini karena perbuatan manusia sendiri. Olehnya karena itu, wajib memakai hukum Allah dalam menyelesaikan berbagai konflik dan permasalahan dunia untuk mencapai kebahagiaan dan kesejahteraan hakiki. Wallahualam bissawab. [SJ]