Masih Ada Krisis Air Bersih di Negeri Zamrud Khatulistiwa
OpiniBeginilah yang terjadi pada pengelolaan sumber daya alam dalam pusaran kapitalisme
Individu dan pemilik modal boleh mengelola dan mengomersilkan semua hasil yang diterima masuk ke dalam kantong-kantong kekayaan mereka. Sedangkan negara dan terutama rakyat menanggung semua dampak yang ditimbulkan dari keburukan sistem ini
_______________________________
KUNTUMCAHAYA.com, SURATPEMBACA - Saat ini Indonesia tengah memasuki musim kemarau. Berdasarkan prakiraan cuaca oleh BMKG pada Maret lalu, disebutkan musim kemarau tahun ini terjadi pada bulan April–Juni 2023 dan puncak musim kemarau akan terjadi di bulan Agustus–September 2023. Tak hanya musim kemarau, BMKG memprediksi sekitar bulan Juni 2023 lalu Indonesia mengalami fenomena El Nino. Yaitu sebuah fenomena yang terjadi yang diakibatkan oleh meningkatnya suhu permukaan air di Samudra Pasifik Tengah dan juga Timur sehingga suhunya lebih hangat dari biasanya. Fenomena alami ini akhirnya menyebabkan pola cuaca global berubah, dan berdampak signifikan pada iklim di berbagai wilayah dunia, salah satunya di Indonesia. El Nino juga mengurangi curah hujan di wilayah Indonesia dan sekitarnya sehingga pada bulan tersebut negara kita berpotensi menjadi lebih kering.
Dari kondisi alam ini banyak wilayah di Indonesia yang mengalami krisis ketersediaan air bersih, yang biasa digunakan untuk konsumsi rumah tangga sehari-hari. Hal ini terjadi di beberapa wilayah di Kabupaten Semarang, dalam kondisi krisis air bersih warga hanya bisa berharap pada bantuan air dari pemerintah (Republika, 12/08/2023). Namun tak hanya di wilayah Semarang, di Kabupaten Bogor pun mengalami hal serupa, bahkan Dinas Kesehatan Kabupaten Bogor mencatat kenaikan penyakit diare yang disebabkan sanitasi yang kurang baik di musim kemarau ini (Republika, 9/08/2023).
Meskipun dalam laman pu[dot]go[dot]id, Plt. Direktur Jenderal Sumber Daya Air Kementerian PUPR Jarot Widyoko mengatakan sebagai langkah antisipasi kekeringan pada musim kemarau tahun ini diprioritaskan pada pemenuhan kebutuhan air bersih konsumsi masyarakat, baru setelah itu untuk irigasi lahan pertanian.
Faktanya ada beberapa kondisi yang bertolak belakang dengan kekeringan dan krisis air bersih ini. Yakni, melimpahnya air kemasan yang dijual di pasaran. Komersialisasi sumber daya air, penguasaan teknologi pengolahan air serta banyaknya air laut yang bisa dimanfaatkan menjadi air bersih. Maka, meskipun Kepala BMKG mengatakan bahwa kekeringan yang terjadi di Indonesia tidak akan seburuk negara lain, namun dengan penanganan yang tidak tepat dan tidak menghapus akar masalahnya, tentu tetap akan menyebabkan dampak yang signifikan.
Beginilah yang terjadi pada pengelolaan sumber daya alam dalam pusara kapitalisme. Individu dan pemilik modal boleh mengelola dan mengomersialisasikan semua hasil yang diterima masuk ke dalam kantong-kantong kekayaan mereka, sedangkan negara dan terutama rakyat menanggung semua dampak yang ditimbulkan dari keburukan sistem ini.
Jika melihat bagaimana Islam mengatur setiap sendi kehidupan, sungguh jauh berbeda. Dalam sistem Islam, sumber daya alam tidak boleh dimiliki oleh individu melainkan dikelola dan dimanfaatkan negara untuk memenuhi kebutuhan umat.
Islam mewajibkan kepada negara untuk menjadi pengurus rakyat dengan cara terbaik, termasuk mitigasi dan langkah-langkah menyeluruh terhadap bahaya kekeringan agar rakyat tidak terancam berbagai macam bahaya. Islam juga memiliki mekanisme terbaik dalam memenuhi kebutuhan rakyat termasuk penyediaan air bersih melalui berbagai teknologi yang ada. Wallahualam bissawab. [GSM]
Anggi Mayasari, S.Tr.T.
Ibu Rumah Tangga dari Bandung Barat