Alt Title

Ojol dan Motor Listrik

Ojol dan Motor Listrik

Maka dari sini sudah jelas bahwa kebijakan yang dibuat untuk memudahkan para ojol ternyata tidak tepat sasaran

Bahkan para ojol semakin dipersulit dengan adanya kebijakan penyewaan motor listrik ini

_________________________________

 

Penulis Siti Nurtinda Tasrif

Kontributor Tetap Media Kuntum Cahaya dan Aktivis Dakwah Kampus

 



KUNTUMCAHAYA.com, OPINI - Ojol, salah satu pekerjaan yang didapatkan oleh masyarakat terkhusus bagi kepala keluarga. Jangan tanyakan, apakah pekerjaan ini pilihan satu-satunya atau apa. Karena semua orang tentu berharap memiliki pekerjaan yang lebih baik, dibandingkan dengan ojol. Mengingat penghasilannya juga tidak menentu setiap harinya. Bahkan cenderung syukur-syukur saja jika penumpangnya banyak.

 

Di samping itu, bekerja sebagai ojol juga banyak tantangannya, salah satunya harus berlomba-lomba dengan banyaknya orang yang memiliki pekerjaan yang sama yakni sebagai ojol juga. Sehingga para pekerja harus lebih bersabar dalam menunggu penumpang atau apabila sedikit penumpang, maka ketika pulang dengan membawa sedikit penghasilan juga harus bersabar.

 

Mau bagaimana lagi, sudah nasib. Kalimat yang biasa diucapkan oleh para ojol. Mau sedikit ataupun banyak, yang penting bisa bekerja. Lebih baik jika dibandingkan dengan pengangguran, yang sama sekali tidak memiliki penghasilan. Maka sesulit apapun yang dihadapi, para ojol harus menerimanya, karena jika menolak yang rugi adalah diri sendiri.

 

Di saat sulitnya ekonomi membuat para ojol hanya bisa menerima dengan lapang dada segala keputusan yang ditetapkan. Dimana beberapa waktu yang lalu, pemerintah mengeluarkan kebijakan, bahwa para ojol diminta untuk menyewa sebuah motor listrik. Sebuah terobosan terbaru yang dikira dapat memudahkan para ojol. Namun apakah benar faktanya seperti demikian? Pasalnya yang terjadi tidak semudah yang diharapkan.

 

Sebagaimana yang penulis kutip dari Media Bisnis[dot]com (01/08/23) bahwasanya Ketua Umum Asosiasi Pengemudi Ojek Online Garda Indonesia, Igun Wicaksono mengatakan penggunaan motor listrik terbilang tidak menguntungkan dari sisi konsumen. Dia menuturkan, ada beberapa faktor yang membuat motor listrik tidak terlalu diminati oleh konsumen. Dari sisi kecepatan, sepeda motor listrik saat ini lebih cocok digunakan pada lingkungan perumahan, tetapi kurang cocok digunakan pada jalan raya.

 

"Penggunaan motor listrik ini banyak membuang waktu konsumen juga, sehingga tidak efisien,  kami yakin pihak konsumen yang memiliki mobilitas tinggi juga tidak berminat pada sepeda motor listrik karena efisiensi waktu pengisian baterai sepeda motor listrik juga jauh membutuhkan waktu lebih lama dibandingkan mengisi bahan bakar minyak sepeda motor konvensional," jelas Igun saat dihubungi.

 

Igun menambahkan faktor lainnya adalah konsumen kerap mendapatkan pengemudi yang tengah melakukan pengisian baterai atau mengganti (swap) baterai pada motor listriknya. Selanjutnya, Igun juga menyoroti ketersediaan infrastruktur pendukung untuk motor listrik. Dia menyebut, saat ini belum banyak infrastruktur penunjang seperti Stasiun Pengisian Kendaraan Listrik Umum (SPKLU). Hal ini akan menyulitkan produktivitas konsumen apabila pengemudi ojol kehabisan baterai dalam perjalanan.

 

Maka dari sini sudah jelas bahwa kebijakan yang dibuat untuk memudahkan para ojol ternyata tidak tepat sasaran. Bahkan para ojol semakin dipersulit dengan adanya kebijakan penyewaan motor listrik ini. Sehingga kembali lagi, pemerintah seharusnya mencari solusi yang lebih baik dalam membantu umat, bukan malah sebaliknya.

 

Jika terus seperti ini, pemerintah terlihat membantu para korporasi. Dimana ketika perusahaan yang menciptakan motor listrik ini memiliki banyak stok, otomatis ia membutuhkan para konsumen. Untuk bisa membeli atau minimal menyewanya. Hal ini berhubungan dengan kebijakan yang terkesan gegabah dan tidak memikirkan kesulitan-kesulitan yang umat hadapi.

 

Kegagalan dalam memberikan solusi terbaik dalam memudahkan perekonomian rakyat adalah bukti buruknya penerapan hukum dan sistem yang dipegang oleh negara yaitu kapitalisme. Sistem yang penerapannya hanya memiliki satu tujuan yaitu materi. Sistem ini meniscayakan bahwa segala kebijakan, regulasi dan hukum yang ada hanyalah jalan untuk mendapatkan materi sebanyak-banyaknya.

 

Termasuk memanipulasi rakyat untuk tertarik menjadi buruh-buruh korporasi, maka tidak heran rakyat hanya menjadi pion untuk memperkaya para oligarki dan korporasi. Sehingga kata rakyat dalam benak mereka merupakan nomor terakhir yang dipikirkan. Bukan untuk masa depan rakyat tapi masa depan para oligarki sendiri. Sedang rakyat terus-menerus ditipu hingga titik darah penghabisan.

 

Maka, sebuah kebodohan jika rakyat suka ditipu berkali-kali oleh oknum penguasa. Bagaimana tidak, sudah nyata-nyata penguasa menipu rakyat tetapi tetap saja percaya pada janji-janji manis pada pemilu. Padahal jika masih pada sistem yang sama, tentu penguasa yang lahir pasti akan memiliki hasil yang sama seperti sebelumnya, bahkan bisa lebih parah.

 

Sehingga letak masalahnya saat ini bukanlah penguasanya saja, sehingga solusinya adalah ganti penguasa terus-terusan, tetapi masalah utamanya adalah sistem kapitalisme yang bersarang dalam negeri kaum muslim. Dimana kapitalisme meniscayakan segala kebijakan yang dibuat berorientasi pada materi, sehingga tidak terpikir yang namanya keadaan umat atau dampak negatif yang dirasakan.

 

Oleh sebab itu, hendaklah negeri ini, mengganti sistem kapitalisme dengan sistem Islam, dengan membangun negara yang akan menjadi perisai bagi sistem, pun juga umat. Negara dalam sistem Islam berdiri atas satu tujuan yaitu kemaslahatan umat, sehingga tidak ada satu pun kebijakan yang ditetapkan melainkan untuk kemaslahatan umat atau kemanfaatan bagi umat.

 

Manfaat dari segi sandang, pangan dan papan. Juga dari segi keamanan, sosial, pendidikan dan seluruh aspeknya akan dirasakan secara nyata kemanfaatannya. Sehingga jelas perbedaan antara keduanya, terutama dari segi sumbernya. Dimana kapitalisme bersumber dari kejeniusan manusia yakni hasil kesepakatan antara agamawan dan cendekiawan. Sedangkan Islam bersumber dari wahyu Allah Swt.. Wallahualam bissawab. [SJ]