Remaja Terjebak Kenikmatan Semu
Opini
Sangat miris melihat fakta di atas, remaja yang seharusnya menghabiskan waktu dengan bahagia dan memikirkan masa depan, malah terjebak oleh kenikmatan sesaat akibat terbawa suasana dengan lingkungan buruk yang digelutinya
Di samping itu, kurangnya kontrol oleh empat pondasi yang berpengaruh dalam tumbuh kembangnya anak yakni keluarga, pendidikan, lingkungan dan negara
______________________________
Penulis Siti Nurtinda Tasrif
Kontributor Tetap Media Kuntum Cahaya dan Aktivis Dakwah Kampus
KUNTUMCAHAYA.com, OPINI - Remaja, salah satu bagian masyarakat yang sangat penting. Dan Indonesia memiliki bonus demografi yang luar biasa yakni banyaknya jumlah penduduk yang lahir pada tahun 1997-2012. Penduduk yang lahir pada tahun di atas biasa disebut sebagai Gen-Z. Generasi yang hidup dengan perkembangan teknologi yang sangat pesat.
Remaja, generasi yang akan menentukan arah perubahan suatu bangsa. Dari tangannya, Indonesia bisa maju atau juga bisa merosot. Remaja yang bisa dikatakan sebagai golden age (masa keemasan). Dimana bertumbuh dan berkembang masih sangat dibutuhkannya, sehingga orang tua bisa membentuk sekaligus bisa mengarahkannya.
Namun, apa jadinya jika di masa yang penting seperti ini, remaja malah terjerumus kepada lingkungan yang tidak kondusif? Sedang remaja memiliki nilai yang tinggi bagi kemajuan bangsa dan negara. Kemudian remaja bisa terjangkiti krisis identitas. Yang membuatnya semakin jauh dari kebaikan dan hal-hal yang positif.
Seringkali, terdengar banyak berita yang lalu-lalang berkenaan seputar remaja, bahkan setiap detik dan menitnya jam berputar, selalu terdengar berita-berita yang memilukan tentang remaja. Salah satunya pesta miras, dimana miras sendiri adalah minuman yang bisa menghilangkan akal dan menjadikan peminumnya kehilangan kesadaran. Bahkan tidak sadar telah melakukan kejahatan.
Di samping pesta miras rasanya sudah menjadi hal yang biasa, dilihat dari banyaknya wilayah yang dimana remajanya sudah terjangkiti dengan konsumsi yang merusak tubuh bahkan dalam agama hukumnya haram. Petugas Kepolisian dari Tim Maung Galunggung Polres Tasikmalaya menggerebek puluhan remaja yang sedang pesta minuman keras (miras). (Media viva[dot]co[dot]id, 30/07/2023)
Dari puluhan remaja yang diamankan, lima di antaranya merupakan perempuan di bawah umur berstatus pelajar Sekolah Menengah Kejuruan (SMK). Saat digerebek, remaja putra dan putri itu tengah asyik menenggak miras jenis ciu, yang dikemas di dalam botol air mineral ukuran 1 liter. Untuk mengelabui petugas, mereka berpesta miras di atas loteng rumah, di samping rel kereta api.
Sangat miris melihat fakta di atas, remaja yang seharusnya menghabiskan waktu dengan bahagia dan memikirkan masa depan, malah terjebak oleh kenikmatan sesaat akibat terbawa suasana dengan lingkungan buruk yang digelutinya. Di samping itu, kurangnya kontrol oleh empat pondasi yang berpengaruh dalam tumbuh kembangnya anak yakni keluarga, pendidikan, lingkungan dan negara.
Saat ini sangat terlihat, kesenjangan yang terjadi antara keempat pondasi di atas. Di mana negara hanya memikirkan dirinya sendiri, keluarga hanya memikirkan membangun kekayaan, masyarakat pun demikian bahkan pendidikan sempat-sempatnya mengais pundi-pundi rupiah. Sedangkan nasib remaja tidak digubris, jangankan berharap untuk dikontrol, dipikirkan saja mungkin tidak pernah.
Remaja semakin kehilangan tempat bernaung, bahkan sampai pada titik tidak betah berlama-lama tinggal di rumah. Para remaja sangat tertarik menyelami dunia luar yang tanpa diketahuinya dapat merusak dan menghancurkan masa depannya. Pada akhirnya, orang tua hanya bisa tutup mulut dan kaget melihat kehidupan anaknya yang hancur.
Semua kerusakan yang terjadi pada remaja saat ini merupakan buah dari pengambilan sistem kapitalisme yang berasaskan sekularisme. Di mana sekularisme adalah pemisahan agama dari kehidupan, kemudian meniscayakan adanya pemisahan agama dari negara. Sehingga negara hanya memandang segala sisi hanya dari kemanfaatan dunia bukan akhirat.
Di mana dunia adalah milik umum sedangkan akhirat milik pribadi, dalam artian pengaturan dunia haruslah sesuai dengan apa yang ada dalam dunia, tidak bisa dihubungkan dengan akhirat (agama). Begitu juga dengan agama, ia hanya akan berhubungan dengan pribadi saja, tidak boleh menghubungkannya dalam aktivitas dunia.
Maka tidak heran jika remaja saat ini merasa tidak nyaman jika bawa-bawa akhirat dalam perbuatannya. Lebih parah lagi, para remaja cenderung membantah dengan kasar jika dinasihati dengan agama. Kemudian tidak merasa tertarik untuk memperdalam agama namun lebih tertarik untuk menyelami dunia secara liar tanpa adanya batasan.
Bagaimana tidak, kata batasan hanya bisa diketahui ketika mempelajari agama, jika tidak maka tidak akan mengetahui apa saja yang memiliki batasan, apa saja yang tidak. Sehingga para remaja haruslah diberikan perhatian ekstra dalam tumbuh kembangnya. Karena jika tidak sekarang, maka akan semakin hancur generasi saat ini.
Apalagi dengan lingkungan yang penuh dengan aura negatif, baik itu tentang konsumsinya, pakaiannya, hiburannya dan sebagainya. Sehingga wajib adanya kontrol yang masif oleh setiap aspek, terutama keluarga. Di mana keluarga merupakan tempat pertama yang menjadi tempat belajar untuk seorang anak, kemudian didukung juga oleh negara untuk menetapkan batasan-batasan tertentu dalam pergaulannya.
Namun amat disayangkan, penetapan batasan terhadap pergaulan anak tidak bisa berharap dalam negara saat ini. Mengingat negara menganut empat pilar kebebasan, salah satunya kebebasan berekspresi. Sehingga jika negara menentukan batasan, ini akan dibantah karena tidak sesuai dengan asas kebebasan dan HAM.
Maka jelaslah bahwa tidak bisa memberikan keamanan dalam negara seperti ini, sehingga hendaklah umat kembali pada negara yang sebenarnya yaitu Khilafah Islamiyah. Sebuah negara yang menerapkan sistem Islam. Di mana Islam memiliki dua pondasi yaitu, akidah dan syariah. Akidah yang berkaitan dengan keimanan, keyakinan dan ketakwaan hamba kepada Allah Swt., kemudian syariah yang berkaitan dengan hukum perbuatan hamba.
Maka dengan penerapan sistem ini, akan mampu menjaga keamanan keluarga pun juga generasi. Kemudian akan terlindungi juga lingkungan masyarakat, pendidikan dan negara tentunya. Sehingga proses untuk membangun peradaban yang gemilang bisa segera terwujud.
Wallahualam bissawab. [SJ]