Haramya Membuat Patung dan Apakah Dapat Menguntungkan Rakyat?
OpiniSangat miris jika negeri Indonesia yang mayoritas Muslim ini justru warga dan pemerintahnya gemar membangun patung yang jelas telah diharamkan oleh syariat Islam
Biayanya pun sangatlah besar, sementara manfaatnya hanya untuk estetika semata. Apalagi yang dibutuhkan masyarakat adalah sarana dan prasarana untuk menunjang kehidupan sehari-hari mereka
__________________________________
Penulis Mey Maryati
Kontributor Media Kuntum Cahaya
KUNTUMCAHAYA.com, OPINI - Dengan adanya rencana pembangunan Patung Soekarno setinggi 100 meter di Kabupaten Bandung kini menuai kontroversi. Rencananya akan dibangun bersamaan dengan pengembangan kawasan wisata dan Kotabaru/Kota Mandiri (Taman Asia Afrika) yang diperkirakan akan menghabiskan biaya Rp20 triliun. Seperti pernyataan Hengki Kurniawan Bupati Bandung biaya tersebut tidak ditanggung oleh APBD melainkan murni investasi dari pihak luar yaitu, konsorsium Ciputra dan PTPN VIII yang harus dibantu perizinannya.
Adapun sejumlah pihak yang mengkritik rencana pembangunan patung tersebut, seperti MUI bersama tokoh-tokoh Islam lainnya. Selain bertentangan dengan hukum Islam, biaya yang dikeluarkan tidak sedikit dan akan sia-sia di tengah masyarakat yang sedang kesusahan.
Haramnya Pembangunan Patung
Tashwir adalah aktivitas menggambar sesuatu dalam Bahasa Arab. Tidak hanya mencakup aktivitas menggambar dua dimensi, atau tidak memiliki bayangan, termasul aktivitas membuat patung (at-timtsâl) dan pahatan (an-nahtu). Dalam syariat Islam aktivitas tashwîr telah diharamkan, seperti menggambar, memahat serta membuat patung pada setiap makhluk yang bernyawa.
Sama ketika dibuat di atas kertas, kulit, tembok, koin, dan sebagainya. Keharaman ini berdasarkan hadis Nabi saw. yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad. Hadis tersebut menyebutkan bahwa mereka yang berprofesi sebagai tukang gambar tempat kembali mereka adalah neraka bahkan setiap gambar yang dibuatnya akan ditiupkan jiwa.
Masih banyak lagi hadis-hadis yang menunjukkan keharaman aktivitas menggambar, memahat dan membuat patung makhluk bernyawa; baik manusia atau hewan yang utuh maupun separuh. Telah disimpulkan oleh Prof. Dr. Wahbah az-Zuhaili dalam bukunya, Al-Fiqh al-Islâmi wa Adillatuhu, bahwa para ulama bersepakat atas dasar keharaman membuat gambar dan patung makhluk bernyawa, baik hewan maupun manusia, juga haram meletakkannya di mana pun (Az-Zuhaili, Al-Fiqh al-Islâmi wa Adillatuhu, 2/2674, Maktabah Syamilah).
Dengan haramnya membuat lukisan dan patung tidak berdasarkan pada ‘illat tertentu. Misalnya, karena khawatir disembah seperti prasangka sebagian orang. Kemudian, ada pendapat yang menghalalkan membuat lukisan dan patung makhluk bernyawa didasarkan pada hadis Nabi saw. yang pernah membiarkan Aisyah ra. bermain boneka bersama-sama kawannya.
Tentu pendapat ini tidak tepat karena yang digunakan oleh Aisyah adalah boneka yang dijadikan mainan anak-anak. Pengecualian ini didasarkan pada pendapat Qadhi Fudail bin Iyadh, yakni ada rukhshah untuk itu (Wahbah az-Zuhaili, Al-Fiqh al-Islâmi wa Adillatuhu, 4/2674, Maktabah Syamilah). Imam an-Nawawi telah menjelaskan tentang pengkhususan dalil boneka ini adalah hukumnya boleh (An-Nawawi, Al-Minhâj Syarh Shahîh Muslim, XVI/200).
Keharaman Mengkultuskan Seseorang
Bukan budaya kaum muslim membuat patung-patung makhluk bernyawa, khususnya patung para pahlawan atau para tokoh. Melainkan tradisi orang-orang kafir sebagai bentuk pengkultusan kepada mereka pada zaman dahulu seperti Mesir, Romawi, dan negara lain yang memang terbiasa membuat patung para raja, tokoh atau pahlawan. Di masa sekarang, negara-negara semisal Uni Soviet dulu kerap membangun patung-patung tokoh besar mereka. Hal itu demi mengkultuskan yang bersangkutan.
Allah Swt. berfirman dalam Al-Qur’an surah Nuh ayat 23, yang berbunyi: "Mereka berkata, “Janganlah kalian sekali-kali meninggalkan sesembahan-sesembahan kalian dan jangan pula sekali-kali kalian meninggalkan (penyembahan) Wadd, Suwa’, Yaghuts, Ya’uq maupun Nasr.”
Diriwayatkan oleh Imam al-Bukhari dari Ibnu Abbas ra. yang menyatakan ayat ini berkaitan dengan umat Nabi Nuh as.. Mereka terbiasa membuat patung-patung dari sosok saleh di kalangan mereka. Hal itu dilakukan untuk mengenang jasa orang saleh tersebut, hingga lama kelamaan patung tersebut menjadi sesembahan kaum Nuh.
Oleh karena itu, budaya membuat patung makhluk bernyawa yang bertujuan mengenang dan memuliakan orang-orang terdahulu termasuk tasyabbuh terhadap orang kafir. Sekalipun mereka adalah ulama, pahlawan atau khalifah, syariat Islam telah melarang pengkultusan kepada seseorang. Dimana, orang-orang Yahudi juga Nasrani tergolong kaum yang gemar berlebih-lebihan ketika menghormati dan memuliakan nabi-nabinya.
Rasulullah saw. telah menolak dan melarang diri beliau dikultuskan oleh umat beliau. Padahal beliau adalah sosok yang ma’shûm (terpelihara dari dosa dan kesalahan), mendapatkan pujian dari Allah Swt., pemilik syafaat pada Hari Akhir.
Bahayanya pengkultusan dikarenakan akan membuat para pengikutnya menutup mata dari dosa-dosa dan kesalahan pihak yang dikultuskan. Menurut mereka, tokoh yang dikultuskan adalah sakral dan wajib dibela. Apapun perbuatannya. Terlebih jika tokoh yang dikultuskan itu, semisal membawa pemikiran yang batil seperti paham sosialisme-komunisme dan memusuhi Islam. Hal ini akan semakin berbahaya bagi umat. Karenanya, ini akan membuat umat bukan hanya mengkultuskan figur tokoh tertentu, tapi juga membenarkan pemikiran batil tersebut.
Yang Dibutuhkan Rakyat
Dengan dibangunnya patung serta kota mandiri yang diperkirakan akan menghabiskan biaya Rp10 triliun sampai Rp20 triliun perlu dipertanyakan manfaatnya untuk rakyat. Jangan sampai ini hanya untuk ambisi politik kelompok tertentu dan keuntungan oligarki. Pembangunan patung itu seolah-olah menafikan peran para pahlawan lain yang tak kalah berjasa melawan penjajahan.
Saat ini pembangunan kota mandiri semakin marak di Indonesia telah terbukti hanya menjadi kawasan elitis yang hanya bisa dinikmati oleh segelintir orang saja. Seperti sindiran Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas Andrinof Chaniago mengenai kota mandiri yang cenderung diskriminatif karena hanya dapat dimiliki oleh masyarakat berkantong tebal. Juga sering terjadi ketimpangan sosial dan ekonomi antara kawasan kota mandiri dan masyarakat di luarnya.
Menurut Bank Dunia saat ini ada 40% warga miskin di Indonesia, ada 81 juta warga milenial tidak mempunyai rumah, dan ada 20 juta warga yang tinggal di kediaman tidak layak huni. Di daerah pelosok Indonesia masih kekurangan layanan kesehatan yang memadai. Ada 171 kecamatan di Indonesia yang belum mempunyai puskesmas. Ada 586 puskesmas yang belum memiliki dokter. Disamping itu, dari 18.206 desa yang berada di daerah tertinggal, ada sekitar 34 persen di antaranya yang masih belum memiliki akses jalan yang baik.
Akan sangat miris jika negeri Indonesia yang mayoritas Muslim ini justru warga dan pemerintahnya gemar membangun patung yang jelas telah diharamkan oleh syariat Islam. Dan biayanya sangatlah besar, sementara manfaatnya hanya untuk estetika semata. Apalagi yang dibutuhkan masyarakat adalah sarana dan prasarana untuk menunjang kehidupan sehari-hari mereka.
Sudah diperingatkan oleh Allah Swt. dengan kaum ‘Ad yang gemar membangun proyek-proyek raksasa untuk mereka banggakan. Kemudian, mereka berani menentang kepada Allah serta para nabi dan rasul yang Allah utus. Yang mengakibatkan, Allah Swt. membinasakan mereka. Dengan dikisahkannya kaum ‘Ad dan Tsamud menjadi pelajaran bagi kita. Mudah-mudahan kita tidak seperti mereka yang bangga dengan bangunan megah dan patung-patung, lalu menentang hukum-hukum Allah yang akhirnya Allah mengazab kita. Waallahualam bissawwab. [Dara]