Alt Title

Kemarau, 'Kambing Hitam' Kelangkaan Air bersih dan Tingginya Harga Beras

Kemarau, 'Kambing Hitam' Kelangkaan Air bersih dan Tingginya Harga Beras

Di dalam Islam, urusan pangan sangat diperhatikan, karena merupakan kebutuhan pokok masyarakat sama halnya dengan kebutuhan air

Air diposisikan sebagai kebutuhan publik sehingga termasuk milik umum, tidak boleh ada pihak yang sewenang-wenang mengklaim milik pribadi sehingga menyulitkan rakyat untuk mengakses air

_________________________________



KUNTUMCAHAYA.com, SURAT PEMBACA -  Musim kemarau yang masih berlangsung mulai memberikan dampak kekeringan di wilayah Jawa Barat. Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPDB) Provinsi Jawa Barat mencatat ada 15 kabupaten/kota yang mengalami kesulitan air bersih, kekeringan pun berdampak pada kenaikan harga beras di beberapa wilayah. 


Berdasarkan data Bappenas, 31% kematian anak di Indonesia disebabkan diare dan waterborne diseases. Data tersebut juga mengonfirmasi bahwa terdapat 80 juta orang Indonesia yang belum memiliki akses terhadap air bersih.


Begitu pula kenaikan harga beras yang terus merangkak, sehingga masyarakat kebingungan memenuhi kebutuhan makanan pokoknya. Menurut IKPPI kenaikan harga beras telah mencapai titik tertinggi dalam sepuluh tahun terakhir.


Namun, apakah benar kelangkaan air bersih dan kenaikan harga beras disebabkan semata karena kemarau panjang?


Kenyataannya, polusi yang berasal dari kendaraan bermotor terus memperparah pemanasan global yang pada akhirnya menyebabkan suhu di bumi meningkat dan memicu kekeringan. Rakyat pun sulit mendapatkan sumber air (bersih) bagi kebutuhan hidupnya.


Di sisi lain pengelolaan dan penguasaan sumber daya air justru diserahkan pada pihak swasta, yang jelas-jelas hanya memperhitungkan keuntungan bagi pribadi mereka. Belum lagi terjadi alih fungsi lahan pertanian secara besar-besaran dan perusakan lingkungan secara sistematis. Dampaknya lahan pertanian semakin terbatas, sehingga produksi hasil pertanian (padi) menurun, otomatis harga beras naik.


Sayangnya, solusi yang dipilih pemerintah selama ini hanya solusi sementara, tidak menuntaskan permasalahan. Pemerintah tampak enggan untuk melakukan koreksi mendasar terhadap akar permasalahan. Pemerintah sibuk dengan hal teknis, pragmatif atau kuratif, seperti berupa imbauan atau penerapan hidup bersih dan sehat. 


Sungguh ironis, sebagai negeri mayoritas muslim, tidak menyadari bahwa Islam sudah memiliki peraturan untuk menyelesaikan berbagai permasalahan, termasuk masalah kekeringan yang berdampak sulitnya air bersih.


Di dalam Islam, urusan pangan sangat diperhatikan, karena merupakan kebutuhan pokok masyarakat sama halnya dengan kebutuhan air. Air diposisikan sebagai kebutuhan publik sehingga termasuk milik umum, tidak boleh ada pihak yang sewenang-wenang mengklaim milik pribadi sehingga menyulitkan rakyat untuk mengakses air.


Islam mewajibkan pemerintah untuk menyediakan kebutuhan pokok, tidak hanya memperkirakan kecukupan namun memastikan kebutuhan setiap individu terpenuhi.


Negara berfungsi sebagai raa’in dan junnah, yakni mengatur seluruh urusan umat, kekuasaan diberikan kepada pemerintah untuk menyelesaikan persoalan umat secara keseluruhan dan tidak ada pembagian kekuasaan dan wewenang. Kalaupun ada pendelegasian bukan berarti menyerahkan wewenang tersebut kepada delegasi. Peran pemerintah adalah melayani masyarakat dan bukan mencari keuntungan, apalagi berlepas diri dari tanggung jawab. Wallahualam bissawab. [SJ] 


Penulis Zidny 

Pegiat Literasi Bandung Barat