Alt Title

Mental Illness dan Bagaimana Cara Menyikapinya

Mental Illness dan Bagaimana Cara Menyikapinya

Faktanya orang yang depresi dan tertekan itu bisa berarti jauh dari Allah Swt. atau juga tidak

Yang jelas orang yang dekat dengan Allah Swt., dia akan lebih mudah mengatasi setiap tekanan hidupnya  

_______________________________

Bersama Ustaz Felix Siauw 



KUNTUMCAHAYA.com, TSAQAFAH - "Apakah setiap mental Illness itu jauh dari Allah Swt.?" Karena orang sering bilang, "Saya tuh cuma mental illness, saya tuh jangan dihubungkan dengan orang yang bermaksiat kepada Allah Swt."


Begitulah Ustaz Felix Siauw mengulang pertanyaan yang disampaikan oleh salah satu jemaah yang hadir di dalam sebuah majelis ilmu, yang diunggah di kanal youtube miliknya.


Menjawab pertanyaan tersebut, Ustaz Felix menjelaskan, "Kalau anda merasa mengalami mental illness, jangan ragu untuk mencari pertolongan. Cari orang  yang paham, carilah psikolog, carilah dokter yang mempunyai pengetahuan tentang apa itu mental illness. Jangan self judge, saya tuh bipolar Mas, jadi kalau saya marah-marah, Anda harus paham, saya tuh sakit."  


"Padahal belum pergi ke mana-mana, belum tahu kebenarannya, apakah benar bipolar atau tidak. Hanya karena gara-gara sering lihat di medsos, ada artis yang suka ngamuk-ngamuk, dan dia bipolar, lantas membuat kita ikut-ikutan mengatakan, kayanya gue juga bipolar nih. Mengapa? Karena suka ngamuk-ngamuk juga. Padahal dia ya cuma ngamuk-ngamuk aja," ujarnya. 


"Jadi tolong ya, cari orang supaya kita nggak self judge. Karena kalau kita self judge nanti akan banyak mudaratnya. Contoh, saat ada orang mengatakan, saya tuh lagi enggak mood salat Mas sekarang, bukan berarti saya jauh dari Allah Swt.," tegas ustaz Felix. 


Selama dia tidak maksiat, masih bisa diterima. Tapi kalau kemudian dia bermaksiat, itu yang membuat kita kemudian harus mawas diri. Kenapa? Karena tidak serta-merta, ketika kita tidak tahu kesungguhannya apakah kita ini sakit atau tidak secara fisik, lantas kita merasa sakit padahal enggak.


Bermaksiat dengan alasan kalau kita sakit. Contoh ketika kita marah-marah lantas mengatakan, "Saya tuh emang sudah seperti ini Mas, saya tuh begini karena faktor genetik." Hal seperti ini yang harus membuat  kita waspada, karena selain merugikan diri sendiri, juga akan berdampak kepada orang lain. 


Sama seperti orang L6bt yang mengatakan, "Saya tuh bukan ingin melawan Allah ustaz, tapi saya memang dari lahir ya begini!" Mereka menganggap apa yang mereka lakukan karena adanya faktor genetika.


Hal itu pun pernah dikatakan oleh seorang laki-laki L6bt kepada Ustaz Felix saat berada dalam satu mobil. Saat tiba-tiba cowok itu bilang, "Saya mau ngomong sama Ustaz, saya itu bukannya mau Ustaz, saya lahir ya udah begini," ujar Ustaz Felix menirukan omongan laki-laki tersebut.


Kemudian Ustaz Felix memberikan nasihat. Beliau menjelaskan, bahwa tidak ada orang yang terlahir dengan maksiat, dimana Allah Swt. menjadikan dia sebagai sumber masalah. Apa yang terjadi dengan dirinya itu adalah pilihan. Tidak ada orang serta-merta menjadi L6bt. Pasti ada kejadian- kejadian yang membuat orang menjadi begitu.


Berawal dari kumpul bersama komunitas-komunitas mereka, komunitas L6bt, akibatnya lambat laun perilaku menyimpang mereka menjadi sebuah pembenaran. Contohnya adalah apa yang terjadi di Amerika. Ada orang yang terlahir kembar identik. Itu artinya gen mereka berdua sama. Satu L6bt, satunya normal. Hal ini membuktikan bahwa tidak ada perbuatan maksiat karena faktor genetik, tapi murni karena pilihan.


Kembali ke mental illness. Kalau dokter sudah menyatakan ada orang yang terlahir dengan sistem saraf tertentu, yang tidak bisa mengakses kemampuan tertentu, berarti dia tidak normal. Kalau tidak normal, berarti berlaku hukum baru. Dia tidak dihisab di hadapan Allah Swt..


"Memangnya ada Ustaz?"

"Ada, yaitu orang-orang yang terlahir dengan keterbatasan. Kadang dia marah-marah, namun di lain waktu tiba- tiba baik. Kadang ibunya dipukul-pukul, namun saat lagi baik, dia sayang banget. Apakah dia berdosa? Tidak, dia tidak berdosa, bahkan pahala bagi ibunya di sisi Allah Swt., jika sang ibu sabar menjalaninya," jelasnya. 


Tapi jangan self judge, menganggap bahwa kita sama dengan mereka, sebenarnya kita bisa berubah. Masalahnya adalah, apakah kita mau berubah atau tidak. Jangan karena sebuah alasan, dilahirkan dari keluarga yang miskin, berasal dari keluarga broken home, menjadi anak yang tidak diinginkan, misalnya. Namun, harus diingat banyak orang lain di luar sana yang mempunyai masalah yang sama.


Bahkan bisa jadi masalah mereka lebih berat dari masalah kita, tapi mereka bisa tumbuh menjadi manusia yang lebih baik. Ibarat pohon durian, mau ditanam di mana saja, di Bogor, di Bandung, maupun ditanam di Palembang, tetap keluar buahnya durian. . 


Ustaz menegaskan, masalah sebenarnya ada pada internal diri kita, kita mau jadi pohon apa? Sekali lagi, jangan self judge! Kalau kita depresi, kita tertekan, belajar dulu untuk mengendalikan diri. Ingat, bukan hanya kita yang punya masalah.


Itulah yang disebut ujian. Dan ujian, biasa datang berdasarkan apa yang paling lemah pada diri kita, apa yang paling penting bagi kita. Di situlah letak ujian kita. Kalau yang paling penting adalah keluarga, maka ujiannya ada pada keluarga.


Ustaz mengingatkan, mulai sekarang berhenti menyalahkan keadaan. Kita bisa mengubah diri kita sendiri. Sementara orang yang selalu menyalahkan keadaan pasti otaknya off. Artinya, mereka tidak akan pernah mencari solusi, mereka akan selalu mencari alasan. Dan orang dengan banyak alasan, mau ditempatkan di manapun sama saja, tetap mencari-cari alasan.  


Jika kita merasa depresi, yang terpenting segera mencari bantuan. Faktanya orang yang depresi dan tertekan itu bisa berarti jauh dari Allah Swt. atau juga tidak. Yang jelas orang yang dekat dengan Allah Swt., dia akan lebih mudah mengatasi setiap tekanan hidupnya. Wallahualam bissawab. (Tinah Ma'e Miftah)