Mewaspadai Paham Pluralisme Agama
Tsaqafah"Allah Swt. mengatakan tidak ada paksaan di dalam masuk agama Islam. Siapa yang mau beriman silakan, yang mau kufur silakan. Maka sudah bukan hal yang asing di tengah-tengah masyarakat itu nanti atau sejak zaman dulu ada yang muslim dan nonmuslim. Karena Islam mengakui keragaman. Islam mengakui pluralitas agama tapi menolak pluralisme agama."
_________________________________
Bersama Ustaz Ismail Yusanto
KUNTUMCAHAYA.com, TSAQAFAH - "Dari sekian banyak tantangan yang dihadapi oleh umat Islam saat ini adalah berkembangnya paham pluralisme," ungkap Ustaz Ismail Yusanto dalam channel youtube pribadinya.
Lantas apa yang dimaksud dengan paham pluralisme agama?
"Pada intinya pluralisme agama mengatakan bahwa seluruh agama itu sama-sama benarnya. Kalau ada yang berbeda dari agama-agama, yang berbeda itu kata para penganjur paham ini hanyalah aspek luarnya. Kalau dalam Islam itulah puasa, salat, zakat, haji. Kalau di agama mereka bisa ke pura dan sebagainya. Tetapi aspek di dalamnya itu menurut mereka, sesungguhnya semua agama itu sama," jelasnya.
Ustaz menambahkan, semua agama itu menghantarkan kepada jalan kebenaran yang sama. Menurut teolog pluralisme, pluralisme itu diartikan agama-agama itu hanyalah jalan yang berbeda menuju kebenaran yang sama. Seperti pepatah ada banyak jalan menuju Roma. Karena itu maka tidak boleh ada klaim kebenaran. Semua agama harus dianggap benar, karena semua agama mengantarkan kepada jalan kebenaran yang sama. Maka pada ujungnya juga akan menghantarkan kepada keselamatan.
"Kata mereka, nanti di surga kita akan terkejut karena di sana berjumpa Nabi Muhammad dengan Buddha Gautama. Akan bertemu sahabat Umar Bin Khattab dengan Bunda Teresa, Romo Mangun dan lain sebagainya," ucapnya.
Mengapa paham pluralisme agama ini dikembangkan?
Ustaz menjelaskan, mereka berpendapat paham ini diperlukan untuk menciptakan kerukunan di tengah kebhinekaan dan keragaman agama yang demikian rupa, sehingga diperlukan satu teologi pemersatu. Itulah pluralisme agama. Sebab kata mereka salah satu faktor pemicu disintegrasi sosial bahkan konflik sosial itu adalah karena fanatisme terhadap agama. Karena itu fanatisme agama harus dikikis dengan mengembangkan paham pluralisme agama.
Haruskah untuk menciptakan kerukunan itu pemeluk agama mengikis sebagian dari keyakinan-keyakinan agama itu?
"Sebagai seorang muslim kita harus yakin seyakin-yakinnya bahwa agama kitalah yang benar, bukan yang paling benar. Kalau yang paling benar berarti yang lain benar, kita paling benar. Kita harus yakin bahwa agama Islam jelas satu-satunya agama yang diridai oleh Allah," ujarnya.
Rasulullah saw. pada suatu ketika bersama sahabatnya. Beliau menggambar satu garis lurus. Beliau mengatakan Allah satu. Lalu beliau menggambarkan beberapa garis di kiri kanannya, kemudian mengatakan ini adalah jalan-jalan setan. Jadi jalan-jalan Allah itu hanya satu, sementara jalan selain Allah itu banyak.
"Maka kalau dikatakan tidak boleh ada klaim kebenaran, justru kita harus mengklaim ini bagian dari akidah Islam. Bahkan kemudian Allah Swt. menegaskan di ayat yang lain bahwa siapa saja yang mencari agama selain Islam, tidak akan diterima oleh Allah," ucapnya.
"Jalan Islamlah satu-satunya yang akan mengantarkan kita kepada keselamatan. Allah sendiri mengatakan mereka itu yang memeluk agama selain Islam itu tidak diterima dan mereka nanti di negara akhirat akan merugi, artinya tidak selamat dan itu ditegaskan pada Surah Al-Bayyinah," tambahnya.
Allah Swt. mengabarkan di surga itu hanyalah orang-orang yang beriman, "khairul bariyyah", bahkan Allah sendiri memberikan predikat kepada orang-orang kafir itu sebagai "syarrul bariyyah" sebagai manusia yang buruk. Seburuk-buruk makhluk itu adalah orang yang ingkar kepada Allah Swt.. Di ayat lain disebutkan seperti hewan ternak bahkan lebih buruk, lebih sesat.
Terus bagaimana dengan soal keragaman?
"Allah Swt. mengatakan tidak ada paksaan di dalam masuk agama Islam. Siapa yang mau beriman silakan, yang mau kufur silakan. Maka sudah bukan hal yang asing di tengah-tengah masyarakat itu nanti atau sejak zaman dulu ada yang muslim dan non muslim. Karena Islam mengakui keragaman. Islam mengakui pluralitas agama tapi menolak pluralisme agama," tegasnya.
Ustaz mengungkapkan, Islam juga punya tuntunan yang sangat jelas untuk menciptakan kerukunan. Pertama, jelas bahwa kita tidak boleh memaksa orang itu untuk masuk Islam, karena akidah itu keyakinan yang hanya mungkin terbit di atas kerelaan tidak mungkin terbit di atas paksaan.
Kedua, kita juga tidak boleh menghina, melecehkan Tuhan mereka seburuk apapun menurut kita Tuhan mereka. Kalau kita menghina Tuhan mereka, mereka akan balas menghina Tuhan kita dan itu haram. Kita harus menghormati ibadah mereka. Menghormati tidak berarti mengikuti. Ketika ada Natal, kita hormati mereka dengan membiarkan mereka merayakan. Bukan kemudian kita ikut serta hadir.
"Kita juga harus menghormati tempat ibadah mereka. Jangankan di masa damai, di masa perang saja itu tidak boleh dijadikan sebagai objek perang. Saya kira itulah mengapa di negeri ini yang mayoritas muslim itu masih tegak berdiri Katedral di depan Masjid Istiqlal, masih tegak berdiri Candi Prambanan, Candi Borobudur segala macam itu," cakapnya.
"Kalau kita tidak punya pemahaman yang benar tentang bagaimana sikap kita menghadapi orang-orang selain yang beragama Islam, maka itu semua sudah hilang dari pandangan. Lebih daripada itu, kita juga diwajibkan untuk turut menjaga harta benda, kehormatan dan darah mereka. Kalau harta kita tidak boleh diambil secara semena-mena, maka harta mereka juga tidak boleh diambil secara semena-mena," bebernya.
"Kehormatan kita tidak boleh dilecehkan, direndahkan maka kekurangan mereka juga tidak boleh direndahkan. Kalau darah kita tidak boleh ditumpahkan tanpa hak, maka darah mereka juga tidak boleh ditumpahkan tanpa hak. Inilah ajaran Islam, ajaran yang memberikan tuntunan sangat jelas bagaimana kita menciptakan kerukunan, keharmonisan sosial di tengah keragaman dan itu bukan baru, itu sudah berjalan ratusan tahun lamanya dicatat dengan tinta emas sejarah," terangnya.
Ustaz menceritakan, Spanyol itu pernah dikuasai oleh Islam lebih dari 700 tahun. Para sejarawan menyebut di Spanyol ada tiga agama. Karena selain Islam yang berkuasa, hidup damai dan sejahtera orang-orang Yahudi dan Nasrani di sana. Tapi lihatlah begitu Islam kalah di Spanyol, lalu Spanyol dikuasai oleh orang Katolik, terjadilah inkuisisi untuk orang Yahudi.
Saat itu Islam hanya punya dua pilihan, masuk agama Katolik atau terusir. Orang-orang Yahudi terusir, di mana kemudian mereka mendapatkan perlindungan dari Muhammad al-Fatih di bukit Galata.
"Kita telah mengetahui bagaimana Islam itu menjaga pluralitas keragaman. Karena itulah kita harus menjaga betul akidah kita. Kalau ada harta benda milik kita yang paling berharga, itulah akidah. Akidah inilah yang akan membedakan di hadapan Allah, siapa yang beriman dan siapa yang tidak beriman. Karena itu harus kita jaga dengan sekuat-kuatnya apa pun risikonya, meskipun risiko itu membuat kita mungkin agak sedikit tereliminasi di tengah lingkungan kita," imbuhnya.
Ustaz mengingatkan bahwa Rasulullah saw. sudah mengabarkan bahwa akan datang suatu masa di mana orang yang bersabar di atas agamanya itu seperti memegang bara api. Kita tahu bara api jika dipegang, pasti tangan akan melepuh. Lalu kita akan bergegas untuk melepaskannya. Tapi ini bukan sembarang bara api. Ini adalah bara api yang sangat berharga.
"Itulah agama kita, itulah akidah kita. Karena itu tentu kita tidak hendak melepaskannya apa pun risikonya. Tangan itu melepuh ataupun terbakar. Akibat buruk dari pluralisme agama adalah munculnya sebagian dari umat Islam yang dia tidak suka kepada ajaran Islam, tidak suka ketika ada satu ajaran Islam," tegasnya.
"Dia nilai apakah ini bisa mendorong atau mendukung kerukunan atau tidak. Kalau tidak ini harus ditolak. Seperti misalnya larangan kita untuk memilih pemimpin kafir. Itu dianggap sebagai ajaran yang tidak mendukung pluralisme, tidak mendukung kerukunan. Ini bahaya sekali," jelasnya.
Ustaz menekankan lebih besar lagi adalah kemudian muncul dari sebagian umat Islam yang menolak tegaknya syariat, dengan alasan bahwa syariat ini akan memecah belah masyarakat. Padahal kenyataannya sebagaimana tadi sudah dikemukakan sebagian, bahwa justru syariat inilah yang akan menciptakan masyarakat yang disebut dengan masyarakat yang penuh dengan rahmatan lil alamin, akan menciptakan sebuah negeri yang disebut baldatun thayyibatun wa rabbun ghofur.
"Jadi jelas sekali dari soal teologis itu bisa berdampak sosial, politik, ekonomi yang begitu rupa. Yang membuat akhirnya perjuangan kita untuk mewujudkan tegaknya syariat itu menjadi terhambat. Bukan oleh orang-orang kafir, tetapi orang-orang Islam sendiri yang sudah tercemar oleh pemikiran-pemikiran sekuler, di antaranya adalah pluralisme agama," pungkasnya. Wallahualam bissawab. [Siska]