Rencana Penggantian Pertalite Menjadi Pertamax Green RON 92, Antara Solusi Ramah Lingkungan dengan Ramah Kantong Rakyat
OpiniSebuah bentuk kezaliman jika sampai negara mewujudkan wacana penggantian Pertalite menjadi Pertamax Green RON 92 guna mengurangi polusi udara di Indonesia, tanpa dibarengi dengan murahnya harga untuk rakyat
Karena memenuhi kebutuhan migas yang ramah lingkungan dan ramah di kantong rakyat (menjamin kesejahteraan rakyat) adalah tugas pokok negara
______________________________
Penulis Ameera Syahida
Kontributor Media Kuntum Cahaya
KUNTUMCAHAYA.com, OPINI - PT Pertamina mengungkapkan bahwa rencana untuk menghapus BBM jenis Pertalite RON 90 dan digantikan dengan Pertamax Green RON 92 mulai tahun depan itu, sebagai bagian dari program Langit Biru Tahap II yakni penggunaan bahan bakar rendah emisi. Sedangkan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Arifin Tasrif, belum mengiyakan apakah rencana tersebut akan direalisasikan tahun depan, karena masih dalam pengkajian. Namun, ia mengatakan, Pertamina memang terus mengupayakan untuk mendapatkan jenis BBM yang lebih ramah lingkungan. Hanya saja Arifin menegaskan bahwa tidak akan ada subsidi tambahan untuk BBM jenis ini. Dikarenakan pemanfaatan etanol akan membuat biaya produksi semakin bengkak. (CNBC, 31/8/2023)
Selaras dengan upaya pemerintah yakni menyelesaikan permasalahan polusi udara di Indonesia, terutama di wilayah ibukota, karena telah menjadi sorotan dunia. Diketahui penyumbang terbesar polusi udara di Indonesia adalah sektor transportasi dan sektor industri. Sehingga solusi yang diberikan adalah kebijakan penggunaan BBM yang diperbolehkan sesuai aturan KLHK bahwa oktan BBM minimal RON 91. (CNBC, 30/8/2023)
Penggantian Pertalite menjadi Pertamax Green RON 92 diharapkan bisa mengurangi polusi udara, karena Pertamax Green RON 92 ini dibuat dengan mencampurkan bioetanol 7% sehingga bisa menurunkan tingkat emisi. Semakin tinggi tingkat oktan maka semakin rendah tingkat emisi karbonnya.
Penggantian Jenis BBM Ini Apakah Solusi yang Tepat?
Meski masih berupa wacana, pemerintah harus mengkaji baik-baik apakah penggantian jenis BBM ini merupakan solusi yang jitu untuk mengatasi polusi udara di Indonesia, atau justru memperburuk perekonomian rakyat. Karena pengguna BBM jenis Pertalite jumlahnya lebih banyak, bahkan yang sebelumnya menggunakan Pertamax beralih menjadi pengguna Pertalite. Hal ini wajar terjadi, dengan meningkatnya harga-harga barang kebutuhan, masyarakat akan berpikir keras untuk meminimalisir pengeluaran. Bagaimana kalau sampai BBM jenis ini dihapus, sedangkan inflasi diperkirakan akan terus berlanjut akibat naiknya harga BBM, tentu dampak buruknya akan jauh lebih besar.
Usulan yang disampaikan Pertamina terkait BBM ramah lingkungan memang sangat bagus, kita perlu mengapresiasinya. Hanya saja ketika usulan itu tidak disertai dengan kebijakan pemerintah terkait harga BBM yang juga ramah kepada rakyat, tentunya itu akan sangat memberatkan kondisi rakyat. Alih-alih rakyat terkurangi beban polusi yang menyesakkan dada, justru yang didapat adalah beban ekonomi yang mencekik leher.
Liberalisasi Migas
Pernyataan Menteri ESDM terkait tidak adanya subsidi tambahan menunjukkan bahwa pemerintah tidak punya kuasa atas kebijakan liberalisasi migas selama ini. Migas sebagai barang kepemilikan umum yang seharusnya dikelola negara untuk kepentingan rakyat, selama ini tidak bisa dinikmati dengan murah. Ada banyak macam cara yang dilakukan untuk menaikkan harga BBM dan mengurangi subsidi BBM. Ada kapitalisasi dalam kepengurusan rakyat, rakyat dianggap sebagai konsumen yang berkontribusi terhadap untung ruginya negara. Sudah tidak selayaknya pemerintah berbisnis dengan rakyat.
Membuka peluang kerjasama dengan investor swasta dalam menambah jumlah produksi dengan dalih untuk meningkatkan Ketahanan Energi Nasional, justru akan memperparah keadaan. Ada peluang bagi investor dalam mempengaruhi penentuan harga BBM. Ini akan menambah jeritan pilu rakyat. Dengan naiknya harga BBM otomatis mempengaruhi naiknya harga barang kebutuhan masyarakat, sehingga biaya hidup pun akan melambung tinggi sementara gaji tidak ada peningkatan.
Tugas dan Tanggung Jawab Negara dalam Pemenuhan Migas
Sebuah bentuk kezaliman jika sampai negara mewujudkan wacana penggantian Pertalite menjadi Pertamax Green RON 92 guna mengurangi polusi udara di Indonesia, tanpa dibarengi dengan murahnya harga untuk rakyat. Karena memenuhi kebutuhan migas yang ramah lingkungan dan ramah di kantong rakyat (menjamin kesejahteraan rakyat) adalah tugas pokok negara.
Islam telah menetapkan migas sebagai barang kepemilikan umum yang harus dikelola negara mulai dari pengeborannya, penyulingannya hingga pendistribusiannya. Sebagaimana disabdakan Rasulullah dalam hadis riwayat Abu Daud: “Kaum muslim itu berserikat dalam tiga hal, yaitu air, padang rumput, dan api.”
Sehingga pengelolaan migas tidak boleh diserahkan kepada perseorangan maupun swasta. Dimana bisa berpeluang untuk dikomersilkan guna mengeruk keuntungan personal. Berdasarkan hadis yang diriwayatkan dari Abidh bin Hamal al-Mazaniy, bahwa Rasulullah pernah memberikan tambang garam yang diminta Abidh, kemudian seorang sahabat lain memberi tahu bahwa yang diberikan Rasul itu laksana air yang mengalir. Akhirnya beliau meminta sahabat untuk menarik kembali tambang tersebut (HR Tirmidzi).
Wallahualam bissawab. [GSM]