Aisyah binti Abu Bakar r.a. (Muslimah pelopor keilmuan umat Islam)
Kisah
Nama Aisyah menjadi harum semerbak dan ditulis dengan tinta emas sejarah. Beliau berperan besar dalam mentransmisikan hadis-hadis Rasulullah saw. kepada umat Islam
Beliau adalah pelopor yang memiliki peran besar dalam memajukan keilmuan umat Islam. Dalam hal ini beliau mengatakan, "Sebaik-baik wanita adalah wanita Anshar. Mereka tidak malu untuk belajar agama."
_____________________
Penulis Risa Fitriyanti. S, S.Pd
Kontributor Media Kuntum Cahaya
KUNTUMCAHAYA.com, KISAH - Pernikahan baginda Rasulullah saw. dengan Aisyah binti Abu Bakar yang masih belia, menyimpan sejuta hikmah bagi umat Islam. Aisyah merupakan salah satu di antara istri Rasulullah saw. yang banyak memperoleh pendidikan langsung dari Rasulullah saw., menerima ilmu, hikmah, dan petunjuk dari beliau. Karena, setelah Rasulullah wafat, Aisyah menjadi sumber rujukan ilmu, terutama berkenaan dengan kepribadian Rasul dan keadaan rumah tangga beliau yang tidak banyak diketahui oleh khalayak.
Dalam hal ini, Abu Musa al-Asy'ari, "Bila kami para sahabat mengalami kesulitan dalam suatu perkara, maka kami menanyakan jawabannya pada Aisyah."
Diriwayatkan dari 'Atha Bun Rabah, "Adalah Aisyah yang paling faqih dan paling alim serta paling baik pendapatnya mengenai permasalahan hukum. Aisyah adalah tempat berguru kaum pria dan banyak muridnya yang kemudian hari terkenal menjadi guru dan panutan generasi berikutnya."
Oleh sebab itu, nama Aisyah menjadi harum semerbak dan ditulis dengan tinta emas sejarah. Beliau berperan besar dalam mentransmisikan hadis-hadis Rasulullah saw. kepada umat Islam. Beliau adalah pelopor yang memiliki peran besar dalam memajukan keilmuan umat Islam. Dalam hal ini beliau mengatakan, "Sebaik-baik wanita adalah wanita Anshar. Mereka tidak malu untuk belajar agama."
Begitu banyak hadis yang diriwayatkan oleh Aisyah r.a. Pada masa Khulafaur Rasyidin aktivitas publik Aisyah terus berlanjut. Ia sering menyampaikan gagasan atau ide-idenya kepada para penguasa dalam urusan kenegaraan dan dihadirkan dalam rapat-rapat kenegaraan baik di masa Abu Bakar, Umar dan Utsman. Termasuk manuver Aisyah mengoreksi penguasa di masa kekhilafahan Ali bin Abi Thalib.
Inilah potret muslimah pada masa peradaban Islam. Saat Islam diterapkan dalam segala lini kehidupan. Sehingga melahirkan generasi yang memberikan pengaruh besar dalam kehidupan. Mereka adalah intelektual peradaban, penggerak opini dakwah dan ibu bagi generasi pemimpin umat yang menyadari keberhasilan terbesarnya adalah berkarya mendidik generasi dan menyiapkan peradaban prestasi menjulang.
Mereka bukan wanita karier yang hanya mengejar kesenangan dunia yang bersifat sementara seperti yang terjadi hari ini. Mengejar kesuksesan semu dengan capaian materi, hanya memikirkan kesuksesan diri, atau mereka yang berhasil duduk di bangku parlemen karena memenangkan pemilu ala demokrasi sekuler. Bahkan, tidak jarang mereka abai terhadap pendidikan agama pada anak-anaknya dan lalai dalam menjalankan kewajiban kepada pasangannya.
Wallahualam bisssawab [Dara]
Sumber: Fika Komara (2016). Menjadi Muslimah Negarawan (Cita-cita Besar yang Memuncaki Peran Muslimah Ideologis)