Di Luar Dugaan, Puluhan Siswa Lulusan SD Tidak Bisa Baca Tulis
Analisis
Permasalahan ketidakmampuan membaca dan menulis tentu dilihat dari kualitas peserta didik, pengajar, kurikulum, maupun monitoring dari orang tua. Banyak para peserta didik mulai tidak memedulikan kualitas belajar, di antara mereka ada yang mulai apatis dan tidak mau peduli terhadap berbagai hal.
Belajar dan memahami sesuatu tidak menjadi prioritas. Yang ada di benak mereka adalah kebahagiaan dan kesenangan. Sehingga ketidakmampuan mereka dalam membaca dan menulis tidak menimbulkan kegelisahan di antara mereka
_______________________
Penulis Susci
Kontributor Media Kuntum Cahaya dan Anggota Komunitas Sahabat Hijrah Balut, Sulteng
KUNTUMCAHAYA.com, ANALISIS - Salah satu instansi pendidikan, SMP Negeri 11 kota Kupang mengadakan penerimaan siswa baru tingkat SD. Namun saat proses penerimaan siswa baru, Kepala Sekolah SMP Negeri 11 Kupang dikagetkan dengan 21 siswa yang tidak bisa baca tulis. Di antara siswa ada yang belum mampu mengeja beberapa kata dan sebagian lagi belum mampu membedakan huruf A sampai Z.
"Kami mendapati masih ada anak yang tidak bisa baca, menulis, masih mengeja bahkan ada yang tidak bisa bedakan abjad," kata Kepala Sekolah SMPN 11 Kota Kupang, Warmansyah. (flores[dot]tribunnes[dot]com, 09/08/2023)
Tentu ini menimbulkan keprihatinan bersama. Selama 6 tahun menduduki bangku sekolah dasar, seharusnya peserta didik sudah mampu dan bisa membaca dan menulis. Sayangnya, apa yang terjadi terhadap siswa baru tersebut sungguh di luar dugaan. Kepala Sekolah SMP Negeri 11 Kupang menduga ketidakmampuan siswa baru dalam menulis dan membaca kemungkinan disebabkan karena proses pembelajaran daring yang beberapa tahun sebelumnya dilakukan akibat Covid-19. Beliau menyampaikan bahwa tak ada yang perlu disalahkan dalam hal tersebut. Hanya saja beliau menghimbau dalam penerimaan siswa baru kedepannya harus mampu membaca dan menulis agar tidak memberatkan guru-guru pelajar SMP.
Melihat kasus tersebut tentu permasalahan ketidakmampuan peserta didik dalam menulis dan membaca menjadi perhatian bersama. Apalagi hal tersebut berhubungan dengan generasi bangsa. Permasalahan ketidakmampuan membaca dan menulis tentu dilihat dari kualitas peserta didik, pengajar, kurikulum, maupun monitoring dari orang tua. Banyak para peserta didik mulai tidak memedulikan kualitas belajar, diantara mereka ada yang mulai apatis dan tidak mau peduli terhadap berbagai hal. Belajar dan memahami sesuatu tidak menjadi prioritas. Yang ada di benak mereka adalah kebahagiaan dan kesenangan. Sehingga ketidakmampuan mereka dalam membaca dan menulis tidak menimbulkan kegelisahan di antara mereka.
Selain itu, guru harus mampu memastikan bahwa murid memiliki kemampuan untuk membaca dan menulis. Diakui bahwasanya setiap peserta didik memiliki kelebihan dan kekurangan, ada yang cepat memahami dan ada yang lambat memahami. Namun menjadi tugas guru dalam memberikan perhatian khusus bagi peserta yang dikategorikan lambat dalam memahami. Sayangnya, banyak guru-guru yang kurang memperhatikan hal tersebut. Boleh jadi karena guru mulai tidak merasakan kesejahteraan yang didapati dari tugasnya untuk menghasilkan kualitas murid yang terbaik.
Negara harus memperhatikan kualitas guru dari segi kesejahteraannya agar proses belajar mengajar dapat terjalin dengan harmonis, baik guru maupun siswa. Negara tidak hanya melakukan pelatihan maupun edukasi kepada guru untuk menciptakan kualitas murid, sedangkan di sisi lain negara tidak memperhatikan kesejahteraan guru-guru. Tentu ini merupakan ketimpangan yang tidak boleh dibenarkan.
Karena itu, untuk membentuk keberhasilan dan pencapaian siswa. Kualitas guru harus mendapatkan jaminan kesejahteraan oleh negara, artinya penampakan kualitas siswa yang kurang atau tidak memenuhi standarisasi dilihat dari kondisi murid tersebut atau tidak adanya kesejahteraan bagi guru.
Selain itu, orang tua tidak boleh berlepas tanggung jawab. Anak-anak harus mendapatkan pengawasan langsung oleh orang tua. Tidak boleh sepenuhnya melepaskan tanggung jawab kepada pihak sekolah. Sebab, pihak sekolah hanya mampu melakukan untuk beberapa jam saja sedangkan kebersamaan anak dengan orang tuanya memiliki waktu yang cukup banyak. Kolaborasi antara orang tua dan guru sangat dibutuhkan untuk membentuk intelektual dan perilaku anak.
Adapun kurikulum pendidikan tidak boleh berasaskan pada pencapaian materi semata namun kehilangan pembentukan perilaku yang baik. Kurikulum pendidikan tidak boleh sepenuhnya membebaskan segala sesuatu kepada peserta didik. Sebab hal tersebut akan menciptakan kemalasan dan kejumudan dalam belajar. Mereka harus mendapatkan didikan kedisiplinan, ketundukan, dan kepedulian terhadap pembelajaran.
Dalam kasus belajar during akibat Covid-19, guru maupun orang tua tidak boleh berlepas tangan untuk mengontrol perkembangan anak ketika belajar. Selain itu, jaminan negara dalam proses belajar during harus terjamin. Sebab, faktanya banyak pelajar yang tak mampu mengakses pembelajaran, mulai dari mahalnya kuota, tidak adanya handphone, serta tidak tersedianya layanan jaringan. Permasalahan inilah yang menjadikan proses pembelajaran anak tidak kondusif dan efektif. Sehingga, hal tersebut menciptakan kelambanan berfikir dan kurangnya pengetahuan.
Islam Solusi Mengatasi Pendidikan
Dalam Islam ketidakmampuan seorang anak dalam membaca dan menulis tersebut mendapatkan beberapa pertimbangan, di antaranya dari segi individu, kurikulum, guru, dan keluarga. Kontribusi ke empat poin ini sangat dibutuhkan untuk pembentukan kualitas siswa.
Untuk individu siswa akan dikelompokkan berdasarkan kemampuan mereka dalam mengingat atau memahami sebuah pembelajaran. Ada beberapa anak yang memiliki keterbatasan ingatan, sehingga sulit untuk memahami pembelajaran yang ada. Mereka kemudian diberikan ruang sendiri untuk mengeksplor pilihan terhadap kapasitas yang mereka miliki. Untuk individu yang memiliki kelebihan intelektual akan berada pada posisinya masing-masing, begitupun sebaliknya.
Setiap anak akan dikelompokkan berdasarkan kemampuan dan kelebihan mereka masing-masing. Sehingga pengelompokan ini mampu memberikan pengetahuan awal bagi guru-guru untuk lebih memperhatikan kondisi anak. Dengan pengelompokan tersebut, guru akan dapat membedakan di antara mereka. Sehingga dapat melakukan pendekatan lebih kepada murid yang memiliki keterbatasan intelektual.
Individu pula akan diberikan pemahaman arti pentingnya ilmu pengetahuan. Mereka akan dituntun untuk terus mengejar ilmu pengetahuan tanpa tapi. Mereka tidak memiliki rasa malas, bosan, maupun apatis terhadap ilmu pengetahuan. Bahkan, mereka akan berlomba-lomba membekali diri dengan ilmu pengetahuan, baik ilmu agama, ilmu sains, maupun ilmu teknologi. Mereka akan menjadi generasi yang menjunjung ilmu untuk perubahan peradaban yang emas.
Dalam hal memahami suatu pembelajaran, Islam memahami bahwasanya kualitas guru sangat dibutuhkan. Sehingga Islam akan memastikan bahwa edukasi juga kesejahteraan dapat dirasakan oleh guru. Artinya, guru tidak hanya dituntut untuk menjalankan kewajiban mereka, tetapi harus sejalan dengan hak yang mereka dapatkan. Kualitas guru akan berbanding lurus dengan kesejahteraan. Negara yang menggunakan sistem Islam akan memperhatikan kesejahteraan guru agar proses belajar mengajar dapat terjalin dengan baik.
Selain itu, Islam membentengi keluarga dengan keimanan dan ketakwaan. Memastikan bahwa keluarga memiliki kemampuan untuk memberikan pemahaman ilmu pengetahuan dan pendidikan yang baik kepada anak-anak. Keluarga tidak akan dibiarkan melepas tanggung jawab dan memberikan begitu saja kepada para guru maupun sekolah. Sebab, pembentukan pemikiran dan perilaku juga menjadi tanggung jawab orang tua. Dalam Islam masalah anak yang tidak bisa baca dan tulis dapat diselesaikan dengan mudah. Bahkan, dipisahkan dan akan diberikan pendidikan yang khusus dengan kapasitas mereka.
Apabila Islam mengalami ujian berupa pandemi yang berhasil melumpuhkan sektor pendidikan. Maka, Islam akan mengatasi pandemi dengan melakukan lockdown wilayah. Wilayah yang terindikasi pandemi, akan di lockdown, dan akan diperintahkan untuk tidak keluar rumah. Jaminan kehidupan mereka akan dibiayai oleh negara, baik ekonomi maupun pendidikan. Pendidikan akan dimudahkan dengan berbagai sarana dan prasarana, agar dapat diakses oleh seluruh pelajar tanpa kecuali. Untuk wilayah yang tidak terdeteksi pandemi, Islam akan membolehkan mereka untuk melakukan aktivitas diluar rumah, dengan syarat tidak memasuki wilayah yang terdeteksi pandemi.
Inilah metode Islam dalam memastikan pembelajaran peserta didik dapat terjalin dengan baik, tanpa ada sedikit yang kekurangan. Bagi Islam, pendidikan merupakan hal penting yang harus dirasakan oleh seluruh elemen masyarakat. Oleh karena itu, hanya Islam yang mampu memberikan solusi bagi permasalahan siswa yang tak mampu membaca dan menulis dengan berbagai masalah apapun. Sebab, Islam berasal dari Allah Swt. Tuhan yang menciptakan alam semesta.
Wallahu a'lam bi ash-shawwab. [Dara]