Femisida: Kapitalisme Pangkal Kekerasan pada Perempuan
Opini
Islam memandang bahwa perempuan seperti berlian yang berharga dan mulia. Kehormatan yang dimiliki wajib dijaga dengan sepenuh hati
Sebagai manusia, laki-laki dan perempuan tidak ada bedanya. Mereka sama-sama mulia di hadapan Allah saat menjalankan perintahNya dan tercela ketika melanggar aturan-Nya
______________________________
Penulis Siska Juliana
Tim Media Kuntum Cahaya
KUNTUMCAHAYA.com, OPINI - Berita kekerasan terhadap perempuan menjadi hal yang tak asing ketika kita menonton televisi ataupun medsos. Hampir setiap harinya kita melihat berita tersebut.
Salah satu berita yang menggegerkan adalah kasus penganiayaan yang dilakukan oleh GRT (31) terhadap kekasihnya DSA (29) di Surabaya. GRT yang merupakan anak anggota DPR RI dengan tega menganiaya kekasihnya hingga tewas. (antaranews[dot]com, 11/10/2023)
Komnas Anti Kekerasan Terhadap Perempuan menyatakan bahwa perilaku tersebut merupakan bentuk femisida. Femisida adalah pembunuhan atau percobaan pembunuhan terhadap perempuan yang dilakukan dengan sengaja karena jenis kelamin atau gendernya. Penyebabnya bisa didorong oleh rasa cemburu, memiliki rasa superioritas dan kepuasan sadistik pada perempuan.
Komnas Perempuan mengategorikan femisida sebagai sadisme, baik dari segi motif pembunuhannya, pola-pola pembunuhannya, maupun berbagai dampak yang ditimbulkan terhadap keluarga korban.
Kekerasan terhadap perempuan makin marak terjadi. Mulai dari kekerasan verbal sampai fisik. Bahkan tak jarang hingga merenggut nyawa. Nasib perempuan makin mengenaskan. Inilah akibat tidak menggunakan syariat. Sistem kapitalisme sekularisme yang diterapkan saat ini membuat manusia berpikir dan bertingkah laku secara bebas, tanpa koridor agama.
Manusia dengan bebas menjalin hubungan yang diharamkan tanpa mengenal pahala dan dosa. Manusia dengan mudah menganiaya manusia lainnya untuk melampiaskan kemarahan, kecemburuan, dan sebagainya. Maka wajar saja jika kehidupan kita saat ini dipenuhi dengan permasalahan yang silih berganti dan kekejian makin menjadi-jadi.
Hal ini diperparah dengan tidak adanya jaminan keamanan dari negara. Dalam kapitalisme, negara hanya menjadi regulator saja sehingga memandang suatu permasalahan bukan dari akarnya. Misalnya mengklasifikasikan pembunuhan perempuan sebagai femisida. Hal ini bukanlah solusi hakiki, karena tidak menyentuh akar masalahnya.
Akar masalah kekerasan terhadap perempuan adalah dicampakkannya syariat Islam. Dalam Islam, perempuan tidak dianggap sebagai kasta yang rendah sebagaimana mindset saat ini yang mengakibatkan kelompok feminis menuntut kesetaraan gender.
Islam memandang bahwa perempuan seperti berlian yang berharga dan mulia. Kehormatan yang dimiliki wajib dijaga dengan sepenuh hati. Sebagai manusia, laki-laki dan perempuan tidak ada bedanya. Mereka sama-sama mulia di hadapan Allah saat menjalankan perintahNya dan tercela ketika melanggar aturanNya.
Dalam Islam, tidak mengenal konsep bahwa seorang laki-laki kedudukannya lebih tinggi dan bisa bertindak lebih dominan daripada perempuan. Konsep ini akan mencegah tindakan sewenang-wenang kepada perempuan.
Allah Swt. berfirman,
وَمَن يَعْمَلْ مِنَ ٱلصَّٰلِحَٰتِ مِن ذَكَرٍ أَوْ أُنثَىٰ وَهُوَ مُؤْم ِنٌ فَأُو۟لَٰٓئِكَ يَدْخُلُونَ ٱلْجَنَّةَ وَلَا يُظْلَمُونَ نَقِيرًا
Artinya: "Barangsiapa yang mengerjakan amal-amal saleh, baik laki-laki maupun wanita sedang ia orang yang beriman, maka mereka itu masuk ke dalam surga dan mereka tidak dianiaya walaupun sedikitpun." (QS. An-Nisa:124)
Hanya saja, yang perlu dipahami adalah Allah telah menetapkan perbedaan fisik antara laki-laki dan perempuan. Sehingga ada perbedaan peran, hak dan kewajiban antara laki-laki dan perempuan. Misalnya perbedaan hak waris, kewajiban mengenai nafkah, mahar, poligami, tata cara menutup aurat, tugas mendidik anak dan sebagainya.
Perbedaan-perbedaan ini bukanlah bentuk diskriminasi, melainkan wujud saling melengkapi antara laki-laki dan perempuan dalam melaksanakan peran masing-masing sesuai fitrah. Kesalahan dalam memandang kedudukan perempuan, menyebabkan terjadinya kekerasan. Selain itu, disebabkan tidak diterapkannya syariat Islam.
Islam menetapkan ada dua wilayah kehidupan bagi perempuan yaitu kehidupan khusus (hayatul khas) di dalam rumah dan kehidupan umum (hayatul 'amm) di luar rumah. Syekh Taqiyyuddin an-Nabhani dalam kitabnya Nizhamul Ijtima'i menjelaskan tentang kehidupan khusus bagi perempuan adalah mereka tinggal bersama komunitas sesama perempuan dan laki-laki yang menjadi mahram. Laki-laki asing (ajnabi) tidak diperbolehkan masuk ke dalamnya, kecuali seizin perempuan tersebut.
Sedangkan kehidupan umum adalah ruang publik, siapa pun boleh ada dalam kehidupan ini dan tidak memerlukan izin. Dalam kehidupan umum, harus diterapkan sistem pergaulan Islam agar kehormatan laki-laki dan perempuan tetap terjaga.
Syekh Taqiyyuddin an-Nabhani juga menjelaskan pengaturan syariat dalam kehidupan umum yaitu:
Pertama, kewajiban menutup aurat. Bagi perempuan menggunakan jilbab dan kerudung.
Kedua, laki-laki dan perempuan wajib menjaga kemaluan.
Ketiga, larangan khalwat (berduaan), tabarruj (berlebihan dalam berhias), dan ikhtilat (campur baur).
Keempat, perempuan safar harus dengan mahramnya.
Kelima, istri keluar rumah harus seizin suaminya.
Keenam, interaksi antara laki-laki dan perempuan hanya dalam perkara muamalah yang dibenarkan syariat.
Selain itu, Islam juga memerintahkan negara agar menjadi periayah yang menjaga kehormatan masyarakatnya. Negara akan menutup rapat-rapat segala hal yang akan memicu naluri seksualitas seperti konten pornografi dan pornoaksi.
Untuk memberi ketegasan, Islam memerintahkan negara untuk menerapkan sanksi Islam. Jika terbukti ada yang melakukan penganiayaan sampai pembunuhan, maka bisa dijerat dengan sanksi kisas. Jika terbukti berzina, maka wajib dikenakan sanksi hudud yaitu 100 kali cambuk bagi yang belum menikah dan dirajam sampai mati bagi yang sudah menikah.
Jika terdapat pasangan yang berpacaran namun belum sampai berzina, mereka bisa dikenakan sanksi takzir yang hukumannya ditentukan oleh qadi. Begitu pula jika ada pelaku L6bt dan penyimpangan lainnya, maka akan diberikan sanksi sesuai kejahatannya.
Dengan demikian, kejahatan dalam hubungan pacaran seperti kasus yang terjadi maupun kekerasan terhadap perempuan lainnya dapat diminimalisir. Sebab penerapan sanksi Islam oleh negara akan menimbulkan efek zawajir (pencegah) dan jawabir (penebus).
Hanyalah Daulah Islam yang dapat menerapkan aturan Islam secara kafah. Seperti inilah gambaran Islam menyelesaikan kasus kekerasan terhadap perempuan. Jika manusia tidak mengikuti aturan Allah, malah membuat hukum sendiri, maka sampai kapan pun masalah tersebut tidak akan pernah selesai. Terbukti, kasus kekerasan pada perempuan dari dulu sampai saat ini tidak pernah selesai, malah bertambah keji dan tidak manusiawi.
Wallahualam bissawab.