Gaza Makin Gawat, Sampai Kapan Seluruh Negeri Muslimin Diam?
Analisis
Pembebasan Palestina dapat dicapai jika sistem Pemerintahan Islam yang bertanggung jawab atas perlindungan Al Quds, tanah pernuh berkah Allah. Sistem Pemerintahan Islam akan mengusir penjajah dari wilayah Islam
Sejarah mencatat bahwa Palestina telah diberikan perlindungan oleh kaum Muslim selama masa Kekhalifahan Umar bin Al-Khaththab
___________________
Penulis Ummu Hanan
Kontributor Media Kuntum Cahaya dan Pegiat Literasi
KUNTUMCAHAYA.com, ANALISIS - Kilatan cahaya indahnya di langit malam Gaza, Palestina bukan kembang api apalagi bintang jatuh. Sejak tahun 1948, "merdeka"-nya Palestina bukan berarti kebebasan bagi mereka. Keberadaan Zionis Israel yang "disuntik" di dekat jantung Baitul Maqdis seolah menjadi virus yang menggerogoti tubuh wilayah di mana Rasulullah saw. pernah naik ke sidratul muntaha dari sana.
Pada tanggal 7 Oktober 2023, Hamas melancarkan serangan serentak melalui darat, laut, dan udara dan melakukan penyusupan ke wilayah Israel. Serangan tersebut mengakibatkan lebih dari 1.000 orang tewas dan 200 orang diculik. Sebagai respons terhadap serangan tersebut, Israel memberikan balasan dengan serangan udara terhadap Jalur Gaza, wilayah Palestina yang dikuasai oleh Hamas. Sejak saat itu, Jalur Gaza menjadi target serangan udara selama beberapa hari.
Situasi ini tentunya menyita banyak perhatian dari berbagai sisi dunia. Kondisi kemanusiaan di Jalur Gaza hari ini bak "kiamat". PBB menyebut ini sebagai "bencana besar". (cnbcindonesia[dot]com, 23/10/23)
Dikutip Channel News Asia (23/10), kondisi di sana sungguh sangat memperihatinkan. Dilaporkan bahwa lebih dari 1,6 juta penduduk Gaza sangat membutuhkan bantuan kemanusiaan. Hal ini diungkapkan oleh pernyataan dari berbagai lembaga termasuk Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dan UNICEF.
Selain itu, Program Pangan Dunia (WFP), Badan Pembangunan UNDP dan Lembaga Kependudukan PBB, UNFPA menyebutkan, kondisi Gaza saat ini berada dalam situasi kemanusiaan yang menyedihkan sebelum terjadinya permusuhan terbaru. Situasi Gaza, Palestina merupakan bencana besar. Dunia harus berbuat lebih untuk menyelamatkan Palestina.
Badan-badan hak asasi manusia juga mengecam krisis kemanusiaan yang menjadi semakin parah di Jalur Gaza. Apalagi wilayah tersebut diblokade oleh Israel sehingga warga sipil sulit mendapatkan akses makanan, air, listrik dan bahan bakar yang hampir habis.
Jalan Panjang Penjajahan Palestina
Sejak 2 November 1917, Palestina telah menjadi subjek penjajahan. Deklarasi Balfour pada saat itu, di mana Menteri Luar Negeri Inggris, Arthur Balfour, menulis surat kepada tokoh komunitas Yahudi Inggris, Lionel Walter Rothschild, memberikan komitmen Inggris untuk mendukung pendirian rumah nasional bagi orang Yahudi di Palestina.
Hal ini menjadi awal janji dari negara-negara Eropa untuk mendukung gerakan zionis dan mendirikan negara di wilayah dengan mayoritas penduduk Arab Palestina. Mandat Inggris kemudian berlaku dari 1923 hingga 1948, yang disertai dengan migrasi massal orang Yahudi pasca gerakan Nazi di Eropa. Namun, migrasi ini memicu perlawanan dari warga Palestina yang khawatir tentang perubahan demografi dan penyitaan tanah oleh Inggris untuk pemukim Yahudi.
Pemberontakan Arab Palestina terjadi antara 1936 hingga 1939. Dimulai dengan pemogokan umum dan boikot produk Yahudi sebagai protes terhadap kolonialisme Inggris dan imigrasi Yahudi. Inggris merespons dengan tindakan keras, termasuk penangkapan massal dan penghancuran rumah.
Pemberontakan memasuki fase kedua di akhir 1937, dipimpin oleh petani Palestina yang melawan Inggris. Inggris menindasnya dengan bom udara, jam malam, penghancuran rumah, penahanan administratif, dan pembunuhan massal. Inggris juga bekerja sama dengan pemukim Yahudi, membentuk kelompok bersenjata, dan mendukung Pasukan Malam Khusus yang dipimpin oleh pejuang Yahudi. Dalam tiga tahun pemberontakan tersebut, sekitar 5.000 warga Palestina tewas, 15.000 hingga 20.000 orang terluka, dan 5.600 orang dipenjarakan.
Pada tahun 1947, populasi Yahudi di Palestina meningkat menjadi 33%, tetapi mereka hanya memiliki 6% lahan. PBB mengusulkan Resolusi 181 untuk membagi Palestina menjadi negara-negara Arab dan Yahudi. Palestina menolak rencana tersebut karena memberikan wilayah yang besar kepada negara Yahudi, termasuk wilayah pesisir yang subur, meski warga Palestina memiliki sebagian besar wilayah dan populasi yang lebih besar.
Sebelum Mandat Kekuasaan Inggris berakhir pada 14 Mei 1948, para militer Israel telah memulai operasi militer. Mereka menghancurkan kota-kota dan desa-desa Palestina untuk memperluas wilayah Israel yang baru akan terbentuk. Pada April 1948, lebih dari 100 warga Palestina, termasuk pria, wanita, dan anak-anak, dibunuh di desa Deir Yassin dekat Yerusalem. Tindakan ini menentukan arah operasi selanjutnya. Dari tahun 1947 hingga 1949, lebih dari 500 desa, serta kota-kota di Palestina, dihancurkan dan dikenal sebagai Nakba, atau "bencana" dalam bahasa Arab.
Diperkirakan sekitar 15.000 warga Palestina tewas, termasuk dalam puluhan pembantaian. Akibat insiden ini, gerakan zionis berhasil menguasai 78% wilayah bersejarah Palestina. Sisanya, sekitar 22%, dibagi menjadi wilayah Tepi Barat yang diduduki dan Jalur Gaza yang terkepung. Sekitar 750.000 warga Palestina terpaksa meninggalkan rumah mereka. Kini, keturunan mereka, sebanyak 6 juta orang, hidup sebagai pengungsi di 58 kamp pengungsi di seluruh Palestina dan negara-negara tetangga seperti Lebanon, Suriah, Yordania, dan Mesir.
Pada 15 Mei 1948, Israel mengumumkan kemerdekaannya. Keesokan harinya, perang Arab-Israel pertama meletus, dan pertempuran berakhir pada Januari 1949 setelah gencatan senjata antara Israel dan Mesir, Lebanon, Yordania, dan Suriah.
Israel telah melakukan empat serangan militer berkepanjangan di Gaza pada tahun 2008, 2012, 2014, dan 2021. Ribuan warga Palestina tewas, termasuk banyak anak-anak, dan puluhan ribu bangunan, termasuk sekolah dan perkantoran, hancur.
Rekonstruksi sangat sulit dilakukan karena Gaza masih dalam pengepungan yang menghalangi masuknya bahan bangunan seperti baja dan semen. Serangan tahun 2008 melibatkan penggunaan senjata yang dilarang oleh hukum internasional, seperti gas fosfor.
Pada 2014, selama 50 hari serangan, Israel membunuh lebih dari 2.100 warga Palestina, termasuk 1.462 warga sipil dan hampir 500 anak-anak. Lebih dari 11.000 warga Palestina terluka, 20.000 bangunan hancur, dan sekitar setengah juta orang menjadi pengungsi.
Sampai Kapan Palestina Terpenjara?
Pada tahun 2010, PBB menyatakan bahwa Gaza seperti penjara terbesar di dunia. Ini disebabkan oleh pandangan bahwa penduduk Gaza hidup dalam kondisi yang mirip dengan tahanan.
Israel memegang kendali ketat atas kehidupan warga Gaza, mengontrol pemasukan barang, membatasi pasokan listrik, mengganggu manajemen limbah, dan mencemari sumber air yang digunakan oleh warga Gaza. Akibatnya, hampir semua sumber air di Gaza telah terkontaminasi karena pengelolaan limbah yang buruk sebagai dampak dari blokade yang berlangsung.
Yang dilakukan Hamas saat ini bukan sekedar menjebol tembok Gaza. Tetapi berusaha kembali ke rumahnya yang sudah dijadikan permukiman ilegal oleh Israel. Pada 2018 hingga 2019, warga Gaza berbondong-bondong menuntut hak untuk kembali ke tanahnya dengan aksi damai dekat tembok Gaza. Tapi diserang dan ditembaki oleh tentara Israel dengan bersenjata lengkap. Ironis memang, sebuah negeri subur nan makmur harus terkurung di "rumah"-nya sendiri.
Islam Solusi Hakiki Selamatkan Palestina
Baru-baru ini, sejak serangan Israel terhadap Palestina makin menjadi viral di media sosial. Seruan jihad yang disampaikan oleh Panglima Tinggi Al-Qassam, Muhammad ad-Dhaif, yang inti dari rekaman itu ialah ajakan bagi kaum muslimin dari Maroko sampai Indonesia untuk berdiri bersama rakyat Palestina membebaskan Al Aqsha.
Tangisan, jeritan, bahkan seruan meminta pertolongan dari saudara sesama muslim di Palestina bukan hari ini saja didengar dunia. Namun, sudah lebih dari seratus tahun kaum muslimin yang menghuni Baitul Maqdis menderita akibat keserakahan zionis Israel. Bahkan, jeritan itu tak bisa kita henti atau redakan akibat sekat nasionalisme yang menjerat negeri-negeri kaum muslimin di dunia.
Dilansir dari Kaltim Post, Dewan Keamanan PBB tidak dapat menjalankan tugasnya, karena veto Amerika Serikat terhadap usulan resolusi tentang perang Palestina-Israel. Nampaknya, zionis memperoleh kekuatan dari dukungan kekuatan besar. Oleh karena itu, dunia Islam harta memberikan dukungan pada Palestina dengan kekuatan besar juga. Jika negara-negara Barat yang bukan Muslim bersatu mendukung Israel, mengapa pemimpin dunia Islam hanya diam dan berbicara tanpa tindakan?
Sepertinya mereka lupa firman Allah ta'ala :
وَاقْتُلُوهُمْ حَيْثُ ثَقِفْتُمُوهُمْ وَأَخْرِجُوهُمْ مِنْ حَيْثُ أَخْرَجُوكُمْ
“Perangilah mereka di mana saja kalian menjumpai mereka dan usirlah mereka dari tempat mereka telah mengusir kalian.” (TQS. Al-Baqarah [2]: 191).
Oleh karena itu, pembebasan Palestina dapat dicapai jika sistem Pemerintahan Islam yang bertanggung jawab atas perlindungan Al Quds, tanah pernuh berkah Allah. Sistem Pemerintahan Islam akan mengusir penjajah dari wilayah Islam. Sejarah mencatat bahwa Palestina telah diberikan perlindungan oleh kaum Muslim selama masa Kekhalifahan Umar bin Al-Khaththab. Pada saat itu, Amirulmukminin Umar bin Al-Khaththab menandatangani Perjanjian Umariyah bersama Uskup Yerusalem Sofronius, yang antara lain mencakup ketentuan untuk tidak mengizinkan pemukim Yahudi di tanah Palestina.
Pada masa Rasulullah saw., tindakan sepihak oleh kelompok-kelompok Yahudi di Madinah yang merugikan negara Islam dan umat Muslim menyebabkan mereka diusir. Misalnya, kelompok Yahudi Bani Qainuqa diusir setelah mereka melanggar aturan dengan melecehkan seorang muslimah dan membunuh seorang pedagang Muslim yang membela wanita tersebut. Bani Quraizhah juga diusir setelah mereka bersekongkol dengan musuh-musuh kaum Muslim, termasuk orang-orang musyrik Quraisy, untuk merencanakan serangan terhadap Nabi saw. selama Perang Ahzab.
Selain itu, pada suatu saat Khilafah juga melindungi Palestina dari usaha tipu daya Theodor Herzl, seorang pemimpin Yahudi, yang berusaha merayu Khalifah Sultan Abdul Hamid II. Herzl mencoba menyuap Sultan dengan tawaran besar dan janji untuk melunasi utang-utang Khilafah Utsmaniyah. Namun, Sultan Abdul Hamid II yang berpegang teguh pada harga diri dan prinsip-prinsip Islam menolak tawaran tersebut.
Inilah sebabnya mengapa keberadaan sistem Pemerintahan Islam sangat penting dan wajib bagi umat Muslim. Karena, ia akan berfungsi sebagai pelindung mereka. Khilafah akan menjadi perisai yang menjaga keamanan dan kesejahteraan umat, dan memberikan pertanggungjawaban atas harta, darah, dan jiwa mereka. Dengan sistem tersebut, pengorbanan umat Muslim akan dihormati dan dilindungi. Kaum muslimin tidak akan tersekat dengan nasionalisme dan mampu menjawab seruan saudara kita di Palestina.
Wallahualam bissawab [Dara]