Hilirisasi Pangan Asal Ternak, Benarkah Menguntungkan bagi Para Peternak?
Opini
Dalam urusan pangan, Islam tidak akan membiarkan pihak swasta atau asing menguasai bidang yang strategis semisal pusat pakan ternak
Islam akan memperhatikan secara penuh rakyat yang bergerak di bidang peternakan dari hulu hingga hilir, dari mulai produksi, distribusi hingga konsumsi. Dengan cara pendampingan baik di bidang teknologi maupun nonteknologi. Sehingga produktivitas bidang pangan tak terkecuali produk hewani akan mencukupi tanpa membutuhkan impor dari luar
______________________
Penulis Rosita
Kontributor Media Kuntum Cahaya
KUNTUMCAHAYA.com, OPINI - Demi memperkuat ekonomi dalam negeri pemerintah membuat kebijakan hilirisasi. Bukan hanya di bidang mengelola kekayaan alam saja, tetapi hilirisasi ini sudah merambah ke bidang peternakan.
Pada puncak peringatan Bulan Bakti Peternak dan Kesehatan Hewan ke-187 di Asrama Haji Donohudan, Kabupaten Boyolali, Jawa tengah, Menteri Pertanian mengajak para peternak Indonesia untuk memperkuat hilirisasi pangan asal ternak sebagai kekuatan utama masa depan bangsa. Beliau juga mengatakan sektor pertanian merupakan sektor strategis, yang berpotensi menjadikan Indonesia sebagai negara kuat. Dalam hal ini pemerintah berencana akan mengekspor berbagai makanan olahan yang berasal dari ternak seperti nugget, ayam, daging, dan lain-lain. Dengan adanya hilirisasi negara berharap dapat menyejahterakan rakyat. Karena pemerintahan bisa baik kalau makanan rakyat cukup. (Republika, 22 September 2023)
Dengan kebijakan tersebut, pemerintah memiliki banyak program unggulan serta layanan kredit usaha rakyat yang mudah diakses para peternak dalam memperkuat modal usaha. Selain itu pemerintah juga memiliki program Sapi Kerbau Komoditas Negeri (Si Komandan). Karena hal ini memberikan keuntungan yang tidak sedikit. Pj. Gubernur Jawa Tengah, mengapresiasi kegiatan tersebut dan program ini harus menjadi pemicu hadirnya pangan asal hewani yang jauh lebih besar sebagai kekuatan petani/peternak Indonesia.
Hilirisasi memiliki arti sebagai proses atau strategi suatu negara untuk meningkatkan nilai tambah komoditas yang dimiliki. Dengan adanya program komoditas ini, yang sebelumnya produk diekspor dalam bentuk mentah atau bahan baku, sekarang diolah terlebih dahulu menjadi barang setengah jadi atau jadi. Selain menjadi proyek kebanggan pemerintah, hal ini menjadi arah kebijakan negara untuk dapat meningkatkan nilai tambah dalam negeri. Program ini disebut-sebut akan memperkuat struktur industri, menyediakan lapangan pekerjaan, dan memberi peluang usaha yang lebih luas lagi.
Kalau dilihat dari tujuan program tersebut sangatlah bagus, seolah negara memperhatikan kepentingan rakyat banyak. Namun, pada faktanya program ini akan sulit untuk mencapai tujuan. Karena urusan pangan, negeri ini dikuasai oleh para kapitalis juga korporasi. Korporasi saat ini hampir menduduki di berbagai bidang, juga menguasai semua industri hulu, tidak terkecuali bidang peternakan.
Kecukupan pangan hewani untuk rakyat saat ini sangat jauh dari kata ideal. Jangankan ekspor, untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri pun negara masih mengandalkan impor dari luar. Seperti impor daging sapi dari Australia dan daging kerbau dari India. Tak kalah miris ketika mendapati fakta betapa daya beli masyarakat terhadap pangan hewani sangatlah minim. Jangankan untuk membeli daging dan olahannya, untuk membeli makanan pokok saja masih banyak rakyat yang merasa kesulitan, baik dari segi harga maupun ketersediaan barangnya.
Mengeluarkan modal sekecil-kecilnya dan mendapatkan keuntungan yang sebesar-besarnya, salah satu prinsip dari para pengusaha. Para pengusaha pasti akan mementingkan keuntungan pribadi, sehingga dengan mudah untuk mengendalikan harga. Hal inilah yang membuat sulit para pengusaha kecil, ketika mereka harus bersaing dengan para korporat. Belum lagi dengan derasnya barang-barang impor yang memiliki harga murah dengan kualitas bagus.
Walaupun pemerintah akan menggenjot dari segi ekspor dengan program unggulannya, pasti akan sangat sulit. Karena para pengusaha kecil harus tetap mengikuti standar kualitas produk luar negeri. Dimana, hal demikian akan memiliki aturan sangat ketat, birokrasi yang berbelit, juga waktu yang tak sedikit. Jika, memang para pengusaha kecil mampu untuk mengekspor barang tersebut, tentu hanya segelintir orang atau kelompok tertentu saja.
Sejauh ini kita bisa melihat pemerintahan selalu tidak berdaya jika sudah berhadapan dengan korporasi. Atas nama investasi, mereka mengklaim sangat menguntungkan bagi negara dari berbagai aspek, di antaranya adalah pemasukan pajak dan menyerap tenaga kerja. Padahal kenyataannya utang negara semakin tak terkendali dan angka pengangguran kian meningkat dari waktu ke waktu dengan banyaknya PHK di mana-mana.
Kondisi di atas adalah gambaran dari kondisi ketika diberlakukan sistem ekonomi kapitalis sekuler. Perusahan besar akan selalu terdepan dan menguasai dalam berbagai bidang, termasuk kebutuhan bahan pokok yaitu makanan. Landasan utama ekonomi kapitalisme adalah sekulerisme, yaitu agama tidak boleh ikut campur mengurusi kehidupan publik, kehidupan negara juga ranah privasi. Karena dalam sistem ini semua sektor kehidupan harus diatur oleh pemikiran dan kebijakan yang dibuat oleh manusia. Padahal sudah jelas bahwa akal manusia itu sangat terbatas. Tak heran kebijakan yang diambil dari akal manusia akan selalu mengedepankan hawa nafsunya.
Sistem sekuler kapitalis sangat berbanding terbalik dengan sistem Islam. Sistem Islam adalah sistem yang sempurna. Sistem ini memiliki solusi tepat untuk semua permasalahan yang ada, salah satunya dalam mengurusi rakyat di bidang peternakan. Kepemimpinan dalam konteks bernegara adalah amanah untuk mengurus rakyat. Rasulullah saw. bersabda: "Imam (pemimpin) itu pengurus rakyat dan akan dimintai pertanggungjawaban atas rakyat yang dia urus." (HR. Al-Bukhari dan Ahmad)
Dalam urusan pangan, Islam tidak akan membiarkan pihak swasta atau asing menguasai bidang yang strategis semisal pusat pakan ternak. Namun, Islam akan memperhatikan secara penuh rakyat yang bergerak di bidang peternakan dari hulu hingga hilir, dari mulai produksi, distribusi hingga konsumsi. Dengan cara pendampingan baik di bidang teknologi maupun nonteknologi. Sehingga produktivitas bidang pangan tak terkecuali produk hewani akan mencukupi tanpa membutuhkan impor dari luar.
Negara akan memberikan pinjaman modal tanpa sistem ribawi bagi rakyat (peternak) yang membutuhkan. Dana tersebut untuk supporting semua kebijakan di atas dan diambil dari kas Baitul maal yang berasal dari pengelolaan SDA, jizyah, ghanimah, fai, kharaj dan lain-lain. Selain itu negara juga memastikan semua kebutuhan rakyatnya berupa pangan hewani terpenuhi dengan sempurna, barulah negara melakukan ekspor.
Dalam Islam pemasukan kas negara itu sudah jelas diperoleh dari mana saja. Negara tidak akan disibukkan dengan mengotak-atik kebijakan demi mendapatkan pemasukan yang lebih besar. Negara hanya menjalankan aturan-aturan yang telah diperintahkan oleh Allah Swt. Negara juga hanya fokus mengurusi urusan rakyatnya.
Kedaulatan pangan dan Kesejahteraan bagi bangsa dalam sistem kapitalis terbukti semu belaka. Kedaulatan dan kesejahteran hakiki sungguh hanya bisa diwujudkan dengan diterapkannya sistem Islam secara menyeluruh, tanpa nanti dan tanpa tapi.
Wallahualam bissawab [Dara]