Job Fair Sekolah Kejuruan untuk Pemberdayaan Alumni?
Opini
Inilah persoalan klasik yang tidak bisa dijawab oleh sistem ekonomi kapitalisme. Tingginya angka pengangguran masih terus terjadi. Masalah ini tidak hanya dialami oleh negara berkembang, tetapi juga dialami oleh negara maju
Seperti keadaan AS dan Cina yang saat ini sedang dihantam persoalan tingginya pengangguran. Pengangguran terus menjadi persoalan di sistem ini disebabkan tiga hal berikut
_________________________
Penulis Izzatul Jannah
Kontributor Media Kuntum Cahaya dan Pegiat Literasi
KUNTUMCAHAYA.com, OPINI - Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) 4 Kendari menyelenggarakan Job Fair 2023. Kegiatan yang dilaksanakan selama 2 hari (19-20 Oktober) ini menghadirkan 16 perusahaan. Kegiatan ini dilakukan guna memudahkan 800 alumninya untuk memiliki pekerjaan setelah lulus. (detiksultra, 19/10/2023)
Sekolah kejuruan memang bertujuan mencetak lulusan siap kerja. Namun, pada faktanya setiap tahun ratusan alumni yang dihasilkan belum mampu diserap oleh dunia kerja. Dengan demikian, sekolah berusaha mewadahi alumninya untuk menjalin kerja sama dengan perusahaan. Lantas, apakah persoalan alumni ini telah teratasi?
Belum tentu. Faktanya sungguh miris. Ibarat bumi dan langit. Sebab, jumlah pencari kerja di negeri ini jauh di atas lowongan kerja yang tersedia. Sebagaimana Badan Pusat Statistik mencatat pada 2022, jumlah pencari kerja sebanyak 937.176 orang. Sementara itu, lowongan kerja yang tersedia hanya berjumlah 59.276. Artinya, satu lowongan kerja diperebutkan oleh sekitar 16 warga. Jumlah tersebut belum ditambah pekerja asing yang keberadaannya justru didukung regulasi.
Sebut saja, UU Cipta Kerja yang sudah sah digunakan. Dengan isi yang jelas-jelas memberi karpet merah bagi tenaga kerja asing untuk melenggang masuk ke pasar kerja Indonesia. Padahal, rata-rata kompetensi mereka jauh di atas rata-rata tenaga kerja lokal, apalagi sekadar lulusan sekolah kejuruan.
Inilah persoalan klasik yang tidak bisa dijawab oleh sistem ekonomi kapitalisme. Tingginya angka pengangguran masih terus terjadi. Masalah ini tidak hanya dialami oleh negara berkembang, tetapi juga dialami oleh negara maju. Seperti keadaan AS dan Cina yang saat ini sedang dihantam persoalan tingginya pengangguran. Pengangguran terus menjadi persoalan di sistem ini disebabkan tiga hal berikut.
Pertama, sistem ini fokus kepada keuntungan individu pemilik. Biaya produksi sebuah perusahaan akan terus ditekan agar mencapai keuntungan yang maksimal. Di sisi lain, biaya produksi yang paling mudah untuk ditekan adalah upah pekerja. Alhasil, upah pekerja rendah dan PHK dijadikan bentuk efisiensi perusahaan. Hal ini akan berdampak pada lowongan kerja yang makin berkurang.
Kedua, terjadi persaingan bebas antar perusahaan. Sehingga, menciptakan kondisi 'saling caplok'. Akibatnya, perusahaan dengan modal besar akan mencaplok perusahaan yang bermodal kecil. Sehingga, dunia usaha hanya dikuasai oleh segelintir orang. Pengusaha kecil yang perusahaannya diakuisisi, pada akhirnya akan mengantri untuk menjadi pekerja.
Ketiga, negara abai. Dalam sistem kapitalisme seluruh urusan umat diserahkan kepada swasta termasuk pengadaan dan pengelolaan lapangan pekerjaan. Alhasil, kebijakan untuk menyerap tenaga kerja fokus pada pertumbuhan satu perusahaan.
Berbeda dengan sistem kapitalisme, sistem Islam terbukti mampu menyejahterakan seluruh warganya hingga berabad-abad lamanya. Ada tiga faktor penting yang menunjang kondisi tersebut.
Pertama, Islam memiliki regulasi kepemilikan yang tidak dimiliki oleh kapitalisme. Barang milik umum yang melimpah akan dikelola sepenuhnya oleh negara. Sebaliknya, dalam kapitalisme menjadikan setiap manusia berhak memiliki apa pun. Sehingga, barang milik umum seperti air dan barang tambang yang melimpah, boleh dikuasai siapa pun, termasuk asing.
Kedua, sumber daya alam yang melimpah dikelola oleh negara. Sehingga, lapangan pekerjaan banyak tersedia. Eksplorasi bahan mentah sangat membutuhkan tenaga kerja. Sementara itu, saat ini pengelolaan diserahkan pada swasta hingga bebas menentukan asal tenaga kerjanya. Alhasil, tenaga kerja asing secara masif masuk dalam negeri. Padahal, warga negara sendiri telah banyak yang menganggur.
Ketiga, pengaturan upah dalam sistem Islam sangat berbeda dengan kapitalisme. Sistem Islam tidak menjadikan upah sebagai biaya produksi. Sebab, upah pekerja tidak didasarkan pada hitung-hitungan biaya produksi. Akan tetapi, diberikan sesuai kesepakatan antara pekerja dan majikan, upah sepadan.
Keempat, negara sebagai pihak sentral dalam menyelesaikan persoalan umat, termasuk menciptakan lapangan pekerjaan. Negara akan memastikan para laki-laki bekerja dan mampu memenuhi kebutuhan tanggungannya. Dari sini akan lahir kesejahteraan bagi semua.
Demikianlah pengaturan dan pengurusan ketersediaan lapangan kerja dan sumber daya manusia yang siap diberdayakan. Terjaminnya kualitas pekerja harus berbanding lurus dengan ketersediaan lapangan kerjanya. Sehingga, mampu menjawab tuntutan pemenuhan kesejahteraan bagi seluruh rakyat, tanpa kecuali.
Wallahualam bissawab. [GSM]