Karhutla Terus Terjadi, Islam Solusi Hakiki
OpiniHal ini menunjukkan bahwa para korporasi menjadi dalang dari karhutla
Sebab, perusahaan konsesi demi mengurangi biaya pembukaan lahan yang terlalu mahal, mereka melakukan pembakaran lahan yang dianggap lebih murah untuk membuka lahan
________________________________
Penulis Zahrah
Kontributor Media Kuntum Cahaya dan Aktivis Dakwah Kampus
KUNTUMCAHAYA.com, OPINI - Kebakaran hutan dan lahan (Karhutla) sudah menjadi sebuah tradisi yang terus saja berulang di Indonesia. Fenomena karhutla selalu menjadi momok menakutkan bagi masyarakat, apalagi di musim kemarau. Sebab, ketika karhutla terjadi, kondisi udara semakin kotor dan pada akhirnya menimbulkan berbagai penyakit seperti Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA).
Sebagaimana dilansir dari BBC Indonesia (08/09/2023) sejumlah kota di Indonesia diselimuti kabut asap tebal akibat kebakaran hutan dan lahan yang semakin meningkat. Pada tahun ini sebanyak 3.788 titik api dibandingkan dengan tahun lalu yang hanya 979 titik api. Meningkatnya karhutla menyebabkan asap tebal yang mengakibatkan banyak masyarakat yang terkena ISPA. Kota dengan efek dari karhutla cukup mengkhawatirkan, di antaranya terjadi di Palembang dan Jambi yang kondisi udaranya telah mencapai level "tidak sehat" setelah beberapa hari diselimuti kabut asap tebal hingga Kamis (07/09).
Terjadinya karhutla memang tidak terlepas dari adanya dampak dari badai El Nino yang terjadi hingga akhir Oktober. Akan tetapi, menurut BNBP 90 % karhutla terjadi karena ulah tangan manusia sedangkan kondisi panas dari El Nino dianggap hanya katalis yang dapat mempercepat kebakaran.
Hal senada juga disampaikan oleh Manajer Kampanye Hutan Walhi, Ulli Arta Siagian mengatakan El Nino hanya "pemantik". Dari hasil temuan Walhi, 12.468 titik api yang ada saat ini, sebanyak 50 persen di antaranya terjadi di wilayah konsesi perusahaan.
Hal ini menunjukkan bahwa para korporasi menjadi dalang dari karhutla. Sebab, perusahaan konsesi demi mengurangi biaya pembukaan lahan yang terlalu mahal, mereka melakukan pembakaran lahan yang dianggap lebih murah untuk membuka lahan.
Di sisi lain tidak tegasnya pemerintah dalam menangani perusahaan konsesi, menunjukkan ketidakseriusan pemerintah dalam menangani masalah karhutla. Meskipun pemerintah beranggapan telah melakukan beberapa upaya dalam mengatasi karhutla seperti penyegelan dan pemasangan papan larangan kegiatan dan garis PPLH serta sanksi administratif termasuk pembekuan dan pencabutan izin, digugat secara perdata dengan ganti rugi lingkungan hidup hingga pidana penjara.
Tetapi pada kenyataanya masih banyak perusahaan melakukan pembakaran lahan bahkan sanksi berupa restorasi lahan oleh perusahaan tidak dilakukan secara serius dan tidak ada tindakan tegas dari pemerintah untuk perusahaan tersebut.
Sehingga keseriusan pemerintah dalam menangani karhutla perlu dipertanyakan. Jadi, wajar saja Walhi mengatakan akar permasalahan terjadinya karhutla karena salah urusnya negara dalam tata kelola sumber daya alam.
Bagaimana tidak, perusahaan konsesi dibiarkan mengolah lahan dan hutan secara bebas. Pada akhirnya mereka mengeksploitasi hutan tanpa memperhatikan dampak lingkungan. Tabiat penguasa dalam sistem kapitalis sekuler, yakni mengeluarkan modal sedikit untuk mendapatkan keuntungan sebanyak-banyaknya sudah mendarah daging pada setiap korporasi.
Tidak heran jika perusahaan konsesi melakukan pembakaran lahan dan hutan demi memangkas biaya produksi tanpa memperhatikan polusi udara yang dihasilkan dari pembakaran tersebut. Ditambah dengan penguasa yang tunduk terhadap korporasi, makin memperparah kondisi, seringkali rakyat jadi korban.
Untuk itu, berharap pada penguasa dalam mengatasi masalah karhutla bagaikan "pungguk merindukan bulan" tidak akan pernah terwujud.
Masyarakat perlu Islam dalam mengatasi setiap problematika yang mereka hadapi, termasuk masalah karhutla. Sebab, Islam adalah agama sekaligus ideologi yang mengatur seluruh aspek kehidupan secara sempurna, solusi setiap problematika umat hari ini.
Islam memiliki sejumlah aturan yang ketika diterapkan akan mendatangkan kemaslahatan dan menjauhkan dari mafsadat. Islam bahkan menangani masalah dari akarnya dan menyelesaikan masalah tanpa melahirkan masalah baru.
Dalam menangani karhutla terdapat beberapa mekanisme dalam Islam dengan Khilafah sebagai pelaksananya yaitu, sebagai berikut:
Pertama, dalam Islam setiap individu wajib terikat dengan syariat Islam. Termasuk dalam pengelolaan lahan. Individu boleh memiliki dan mengelola lahan, akan tetapi harus sesuai dengan syariat Islam. Individu pemilik lahan harus mengelola lahannya agar tetap produktif, tidak boleh ditelantarkan lebih dari tiga tahun.
Jika lahan tersebut tidak dikelola lebih dari tiga tahun, maka lahan tersebut akan diambil alih oleh negara, kemudian diberikan kepada siapa pun yang bisa menghidupkan dan mengelola tanah tersebut.
Kedua, pengelolaan hutan tidak boleh diserahkan kepada individu, swasta maupun asing. Sebab, hutan merupakan kepemilikan umum yang wajib dikelola oleh negara dan hasilnya semata-mata untuk kepentingan rakyat.
Dalam Islam, Khilafah wajib mengelola hutan dengan sebaik-baiknya, menjaganya agar tetap lestari, jika terjadi karhutla akibat kondisi cuaca seperti El Nino, negara akan bergerak cepat memadamkan api serta merestorasi hutan yang terbakar tersebut. Selain itu, Khilafah juga akan melakukan konservasi hutan agar hutan itu tidak menimbulkan bahaya bagi masyarakat saat di eksplorasi serta sebagai upaya Khilafah dalam menjaga lingkungan.
Ketiga, Khilafah akan senantiasa mengedukasi masyarakat tentang kewajiban mengelola dan menjaga kelestarian lingkungan, sebab hal tersebut merupakan sebuah kewajiban bagi setiap muslim. Khilafah juga akan melakukan pengontrolan dan pengawasan terhadap seluruh aktivitas pengelolaan hutan dan lahan agar senantiasa memperhatikan kondisi lingkungan.
Keempat, Khilafah akan memberikan sanksi yang tegas kepada siapa saja yang merusak hutan dan lahan dengan hukuman yang menjerakan. Sehingga kejadian pengrusakan hutan dan lahan tidak akan terjadi lagi.
Semua itu tidak akan bisa terwujud jika masyarakat masih berharap pada sistem hari ini. Masyarakat harus mengubah paradigma mereka ke arah Islam. Sebab, Islam solusi hakiki dalam menyelesaikan setiap permasalahan umat, termasuk masalah karhutla yang tidak kunjung selesai. Wallahualam bissawab. [SJ]